Living happily without children, thought?
-
7 Mei 2016
Klo aq sih malah pengen punya anak, mau lihat bijimane wujud fotocopyan perpaduan seorang lizegud dgn PH sy nanti ada di dunia ini,,wkwkwk lucu bgt pasti,,amazingg,,wkwkwk ah elah bray,,kapann yaa,,meski pastinya capek bgt ngurusin ampe gede tp aq lbh memilih itu dehh,,dibanding hrs gk ada anak, kecuali emg Tuhan gk ngasih,,wkwkwkwk ah elah bray
7 Mei 2016 diubah oleh LIZEGUD713
-
7 Mei 2016
FLEMMING786 tulis:
Salam kenal bro. Alot juga diskusi nya ya. Eniwe, saya mau kasih pandangan dari saya boleh ya.
....
Sampai di sini dulu pandangan saya.
Luar biasa sekali postingan anda bro flemming. Saya sangat menghargai sudut pandang anda.
Tetapi jawaban anda kurang memuaskan saya, karena :
1. Yang anda tulis adalah cara pandang umum, yang kita hingga sekarang tidak tahu pola pikir penulisnya. (Jangan dikesampingkan setiap individu memiliki pola pikir berbeda, kebutuhan berbeda, dan paradigma yang berbeda).
2. Anda mengutarakan sudut pandang tentang anak, tetapi anda tidak mengutarakan sudut pandang anda, sehingga yang membaca kurang jelas, anda ini menganggap anak sebagai apa?
Anda menjelaskan panjang lebar jika Karena nya, menurut saya sih, memiliki anak itu merupakan satu bentuk anugerah dari Sang Pencipta.
Ya anugerah seperti apa bagi hidup anda? Ini adalah jawaban klise, tidak spesifik. (Maka dari itu saya katakan tidak memuaskan).
Contoh yang sama dengan yang anda utarakan adalah seperti ini :
Saya pakai sepatu pergi ke tempat karena di tempat kerja saya diwajibkan pakai sepatu.
Sepatunya yakin sepatu vantofel? Atau sepatu hiking? Atau sepatu safety proyek?
Anda harus jelaskan lebih spesifik, karena ini diskusi, penjabarannya harus jelas bro.
Mengenai kekuatiran entar si anak bakal merepotkan lah, membuat susah orangtua lah, butuh biaya lah untuk pendidikan, nikah dan seterusnya, bukankah TUHAN mengajarkan kita untuk tidak kuatir sedikit pun. Kita pasti pernah mendengar ayat Alkitab berikut ini:
Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?Di sini ada sedikit missed, yang saya bahas adalah planning hidup sesuai dengan harapan anda. Tentu saya tidak setuju jika anda menganggap ini sebagai kekuatiran.
Dan anda beranggapan serahkan segala kekuatiran, hiduplah bagaikan burung2 yang bebas terbang di udara. Hal seperti ini tidak bisa diterima hukum alam. Realita bahwa manusia jika hidup tanpa planning, hidupnya akan berantakan, anda disekolahkan orang tua anda tentunya itu karena mereka mengerti pentingnya "planning" akan masa depan anda. Berharap kepada Tuhan tentu boleh, tetapi berusaha itu harus. Tidak ada orang malas akan beroleh makanan.
Mohon diperjelas lagi postingnya, dan yang saya tanyakan, anda tahu ayat alkitab saya percaya itu tapi untuk pemahamannya saya masih menyangsikan karena anda mengesampingkan logika, hukum alam, dan realita. Jika anda berpikiran itu mutlak, anda akan berakhir seperti orang2 kampung di pedalaman yang non KB, kalau having sex jadi anak ya keluar terus seperti kelinci. Tidak ada istilah sudah cukuplah 5 anak misalkan, karena kapasitas dan kemampuan dirinya hanya merawat 5 anak. (Ini namanya tidak tahu diri, dan tidak tahu batas kemampuan diri, tidak mengenal dirinya sendiri).
Bicara soal kapasitas di sini bukanlah materi ya. Tapi banyak aspek. Jika ada yang bertanya nanti akan saya bahas lagi soal ini.
1 tambahan lagi. Burung2 di udara, jika ekosistemnya terganggu spesies mereka punah, sudah ada banyak contoh dari jaman pre historic hingga jaman modern ini. Tentu kita manusia lebih dari burung2 itu, kita ada akal budi, bisa berpikir.
Ambil contoh mudah secara materi saja lah sesuai realita : Orang gaji UMR kaum buruh, sudah berkeluarga, anaknya 3, istrinya kerja serabutan, suaminya buruh pabrik. Tiap hari ngeluh gaji, tiap tahun demo naik gaji. Inikah hidup seperti burung2 di udara? Dengan santainya kita berkata, serahkanlah segala kekuatiran anda ke dalam Tuhan. Ya mereka masih hidup hingga sekarang, tapi bagaimana dengan kualitas hidup mereka? Bukankah kasihan sekali anak2nya hanya menjadi tenaga kerja dengan SDM pas2an hanya karena ego orang tua untuk berketurunan?
Jadi saya menunggu reply anda tentang, apa sih fungsi dan arti anak dalam hidup anda? Yang betul2 sesuai hasil introspeksi anda bukan dengan mengambil ideologi atau ayat alkitab.
7 Mei 2016 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
7 Mei 2016
SASHA251 tulis:
Wiii.. aga beda dr harapan pria2 yg saya kenal.
Mau ikut beropini duluuu...
....
Sekian,
Topic yg bagus btw..
Luar biasa sis, saya kagum dengan cara pandang anda yang benar2 sesuai realita.
Walau ada sedikit ketidak setujuan soal ini
Jomblo terus.. bosen
Kerja terus... bosen
Pacaran terus.. bosen
Tamasya terussss.. bosen.Ini artinya anda kurang bersyukur tentang hidup, kurang mengerti arti cinta.
Silahkan pahami makna ini Work without passion is slavery. Intinya do something without passion is slavery. (A chores -- why do something you don't want to do, and do something you ought to do with a grumpy face?)
It's your life, do anything you want, but please prior responsibility.
Saya percaya anda mengerti ini karena pekerjaan anda online seller, saya dulu juga online seller jaman kuliah awal2. Saya berpikir bagaimana bekerja, tetapi tidak menyita waktu bahkan saya berpikir jauh lebih ekstrem lagi, "mungkinkah bekerja sambil tiduran?" dan jawabannya ada, tentu banyak ilmu yang harus dipelajari sebelum itu tercapai. Hehehe.
Kalau saya kerja terus ya senang, lha kerja sudah bagaikan aliran darah.
Kalau saya tamasya terus ya senang, lha tamasya enak kok.
Jika sudah lepas ego, hati sudah penuh ucapan syukur, makan nasi lauk sederhana saja sehabis pulang kerja nikmatnya bukan main. Suatu ketika anda akan temui jenis orang yang benar2 hidup tanpa kemunafikan, yang benar2 berkomentar apa adanya, ngomong apa adanya, tindakan sesuai dengan perkataan dan pola pikirnya, benar2 hidup tanpa beban. Ini 1 level di bawah hidup model kaum brahma hidup ala hermit yang sudah tidak terikat duniawi.
Baru anda akan mengerti dan memahami kata2 saya. Saya sebelumnya ya berpikir seperti anda itu (bukan tentang anak tapi tentang kehidupan). Lalu hingga suatu ketika saya melakukan perenungan dalam untuk lebih mengenal dan menyelami hukum alam semesta.
7 Mei 2016 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
7 Mei 2016
LIZEGUD713 tulis:
Klo aq sih malah pengen punya anak, mau lihat bijimane wujud fotocopyan perpaduan seorang lizegud dgn PH sy nanti ada di dunia ini,,wkwkwk lucu bgt pasti,,amazingg,,wkwkwk ah elah bray,,kapann yaa,,meski pastinya capek bgt ngurusin ampe gede tp aq lbh memilih itu dehh,,dibanding hrs gk ada anak, kecuali emg Tuhan gk ngasih,,wkwkwkwk ah elah bray
Itu kan pilihan hidup ya, tapi anda memilih sepertinya berdasarkan selera, ya silahkan. Ada juga jenis orang memilih berdasarkan introspeksi mendalam, ada juga yang memilih berdasarkan selera, ada juga yang memilih berdasarkan ikut2an, dll. Itu macam2 tergantung pola pikir individunya saja.
-
7 Mei 2016
@flemming (Tambahan)
Mengapa kok tidak boleh ambil ideologi atau ayat alkitab?
Simple, anda sebagai individu dan orang lain sebagai individu menulis sesuatu tentu berbeda kondisi, pola pikir, dan berbeda kualitas hidup baik secara materi dan non materi.
Tidak bisa kita langsung wah kalau si bill gates secara materi bilang anak 100 itu normal, lalu kita yang kualitas individunya berbeda dengan bill gates secara materi ikut2an buat anak 100.
Tidak bisa kita langsung wah kalau si Kak Seto yang hebat secara mendidik dan sangat mengerti, menyayangi anak, dan memahami anak bilang anak itu penting dalam hidup, lalu kita yang kualitasnya jauh di bawah kak Seto langsung ikutan bilang iya kita harus buat anak.Intinya adalah perbedaan individu dalam segala hal dari sisi kualitas. Bukankah sudah ada contoh nyata bahwa perkembangan anak 1 dengan lainnya berbeda, dari didikan, gizi, kondisi keluarganya, dll? Kita bisa lihat itu di sekolah atau di instansi pendidikan.
7 Mei 2016 diubah oleh YUDI139
-
7 Mei 2016
Bah, tadinya kupikir karena sama-sama Kristen, agar ada titik temu terkait topik punya anak atau tidak, referensi literatur nya Alkitab. Kalau semisal saya bawa sudut pandang ku, karena kebetulan saya Orang Tapanuli (a.k.a Batak), tentu yang saya anut adalah filosofi nya Orang Batak yaitu "Anakkon ki do hamoraon di ahu", juga "Hamoraon Hagabeon Hasangapon". Karena bagi kebanyakan orang Batak, pasti menghargai dan menjunjung tinggi filosofi Budaya Batak yang diwariskan turun temurun itu bro.
YUDI139 tulis:
@flemming (Tambahan)
Mengapa kok tidak boleh ambil ideologi atau ayat alkitab?
Simple, anda sebagai individu dan orang lain sebagai individu menulis sesuatu tentu berbeda kondisi, pola pikir, dan berbeda kualitas hidup baik secara materi dan non materi.
Tidak bisa kita langsung wah kalau si bill gates secara materi bilang anak 100 itu normal, lalu kita yang kualitas individunya berbeda dengan bill gates secara materi ikut2an buat anak 100.
Tidak bisa kita langsung wah kalau si Kak Seto yang hebat secara mendidik dan sangat mengerti, menyayangi anak, dan memahami anak bilang anak itu penting dalam hidup, lalu kita yang kualitasnya jauh di bawah kak Seto langsung ikutan bilang iya kita harus buat anak.Intinya adalah perbedaan individu dalam segala hal dari sisi kualitas. Bukankah sudah ada contoh nyata bahwa perkembangan anak 1 dengan lainnya berbeda, dari didikan, gizi, kondisi keluarganya, dll? Kita bisa lihat itu di sekolah atau di instansi pendidikan.
7 Mei 2016 diubah oleh FLEMMING786
-
7 Mei 2016
FLEMMING786 tulis:
Bah, tadinya kupikir karena sama-sama Kristen, agar ada titik temu terkait topik punya anak atau tidak, referensi literatur nya Alkitab. Kalau semisal saya bawa sudut pandang ku, karena kebetulan saya Orang Tapanuli (a.k.a Batak), tentu yang saya anut adalah filosofi nya Orang Batak yaitu "Anakkon ki do hamoraon di ahu", juga "Hamoraon Hagabeon Hasangapon". Karena bagi kebanyakan orang Batak, pasti menghargai dan menjunjung tinggi filosofi Budaya Batak yang diwariskan turun temurun itu bro.
Anda melupakan 1 hal bro.
Jika anda sebagai kristen dan anda ingin mengembangkan diri, ya anda harus mengacu pada alkitab sebagai sumber kebenaran.
Di sini yang dibahas adalah kemampuan diri masing2 untuk merawat, mendidik anak karena memiliki cara pandang dan harapan kepada anak sebagai keturunan. Tentu acuannya siapa? Ya diri sendiri. Bicara tentang kemampuan diri tentu tidak bisa kita ambil dari Alkitab karena orang di dalam cerita alkitab itu semuanya luar biasa, dan kualitasnya jauh melampaui kita yang masih belajar dan belum berpengalaman.
Anda mengerti kan ada perbedaan jauh di sini dalam hal yang kita diskusikan? (Ini loh missed yang saya maksud dari penjelasan anda).
Anda menjunjung filosofi leluhur itu bagus, tetapi kemampuan leluhur anda dibandingkan anda tentu berbeda, karena kalian berbeda individu hal krusial seperti ini janganlah dilupakan, dan dalam segala aspek kalian tentu jauh berbeda.
Ibarat kita ini masing2 ingin kredit mobil, atau beli cash, ya disesuaikan dengan kemampuan, bukan dengan mengikuti ideologi individu lain yang "lebih mampu" atau lebih "better" dari kita.Got the point bro kenapa kok jawaban anda dengan ayat alkitab tidak relevan?
7 Mei 2016 diubah oleh YUDI139
-
7 Mei 2016
Menyikapi wacana dari sudut pandang yg berbeda gw ambil jalan tengah dengan keputusan yang bro Yudi buat tentang childfree, krn pilihan hidup adalah mutlak hak asasi setiap manusia. Namun disisi lain secara personal memiliki anak memang sudah menjadi sebuah rencana saat gw berkeluarga nanti itupun klo umur gw panjang, dan keputusan gw itu bukan krn pengaruh yang berlaku di masyarakat global negara kita yg menganut budaya timur, dari pihak keluarga gw sendiri atau agama, tapi yg pasti simply krn faktor penerus jejak genetis gw.
Keputusan yang sudah bro tetapkan soal childfree apabila diikuti juga oleh orang2 yang pandangannya sama dengan bro Yudi klo dilihat dalam skala yg lebih besar sebenarya sangat membantu dunia ini dimasa depan... Bagi mereka yg ingin memiliki anak, sepatutnya harus menyikapi keinginannya bukan dari apa yg seharusnya dirasakan buat mereka sendiri saat ini saja tapi apa yg bakal nanti mereka hadapi di masa depan bersama orang-orang di luar sana. Mengapa…?
Gw berpikiran seperti ini... gimana jadinya klo semua orang didunia ini berpikiran kepengen punya anak... bayangkan aja beberapa puluh tahun kedepan, kemungkinan besar yg bakal terjadi adalah sumber daya yg ada dibumi ini bakalan habis utk menghidupi sekian banyak manusia yang terus tumbuh tanpa terkendali (overpopulation). Gimana dengan nasib anak-anak dan cucu serta generasi selanjutnya nanti ? May be it sound silly for all of you but inilah yang gw percaya sebagai keseimbangan, begitu mulia nya Tuhan menciptakan ragam manusia dengan keaneka ragaman cara berpikirnya sehingga bisa menghasilkan keseimbangan di perjalanan hidup kita sebagai manusia di dunia ini...
Some people pursue happiness, others create it... Buat TS tetap semangat !
-
7 Mei 2016
YOSEPHERE279 tulis:
Menyikapi wacana dari sudut pandang yg berbeda gw ambil jalan tengah dengan
.....
Some people pursue happiness, others create it... Buat TS tetap semangat !
1 Word for you Outstanding.
7 Mei 2016 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
7 Mei 2016
Nice bro, tapi tidakkah nanti hanya akan menjadi 2 orang buta yang mencoba mendefinisikan gajah menurut apa yang dia tahu dan dia raba. Misalkan orang buta 1: meraba ekor, lalu mendefinisikan gajah itu kurus, tapi panjang dan sedikit berbulu di ujungnya. Dan lalu ada orang buta 2: meraba telinga, lalu mendefinisikan gajah itu lebar dan tipis. Masing2 orang buta itu akan ngotot dengan argumen nya. Padahal sebenarnya bagi orang yang bisa melihat secara sempurna, gajah itu lebih dari sekedar itu.
YUDI139 tulis:
Anda melupakan 1 hal bro.
Jika anda sebagai kristen dan anda ingin mengembangkan diri, ya anda harus mengacu pada alkitab sebagai sumber kebenaran.
Di sini yang dibahas adalah kemampuan diri masing2 untuk merawat, mendidik anak karena memiliki cara pandang dan harapan kepada anak sebagai keturunan. Tentu acuannya siapa? Ya diri sendiri. Bicara tentang kemampuan diri tentu tidak bisa kita ambil dari Alkitab karena orang di dalam cerita alkitab itu semuanya luar biasa, dan kualitasnya jauh melampaui kita yang masih belajar dan belum berpengalaman.
Anda mengerti kan ada perbedaan jauh di sini dalam hal yang kita diskusikan? (Ini loh missed yang saya maksud dari penjelasan anda).
Anda menjunjung filosofi leluhur itu bagus, tetapi kemampuan leluhur anda dibandingkan anda tentu berbeda, karena kalian berbeda individu hal krusial seperti ini janganlah dilupakan, dan dalam segala aspek kalian tentu jauh berbeda.
Ibarat kita ini masing2 ingin kredit mobil, atau beli cash, ya disesuaikan dengan kemampuan, bukan dengan mengikuti ideologi individu lain yang "lebih mampu" atau lebih "better" dari kita.Got the point bro kenapa kok jawaban anda dengan ayat alkitab tidak relevan?
7 Mei 2016 diubah oleh FLEMMING786
-
7 Mei 2016
FLEMMING786 tulis:
Nice bro, tapi tidakkah nanti hanya akan menjadi 2 orang buta yang mencoba mendefinisikan gajah menurut apa yang dia tahu dan dia raba. Misalkan orang buta 1: meraba ekor, lalu mendefinisikan gajah itu kurus, tapi panjang dan sedikit berbulu di ujungnya. Dan lalu ada orang buta 2: meraba telinga, lalu mendefinisikan gajah itu lebar dan tipis. Masing2 orang buta itu akan ngotot dengan argumen nya. Padahal sebenarnya bagi orang yang bisa melihat secara sempurna, gajah itu lebih dari sekedar itu.
Betul, namanya kehidupan pasti ada orang yang "far better" daripada kita. Dan memiliki resources ataupun SDM di atas kita.
Tujuan cerita itu adalah nobody's perfect, janganlah merasa benar tentang pandangan sendiri. (Paradigma sendiri). Di sini saya tidak merasa benar, kita ini sedang berdiskusi. Sudut pandang harus lebih luas lagi dan tentunya dicocokkan dengan kemampuan diri sendiri juga, karena anak itu adalah pilihan hidup, tentu setiap orang harus mengukur kemampuan diri dan sadar dengan dirinya sendiri, janganlah seperti orang buta pada cerita itu, mereka tidak sadar diri bahwa mereka buta, dan mereka berdiri di posisi yang tidak sama, kemudian memaksakan kebenaran pendapat masing2.
Saya sadar diri dan tahu sekali siapa diri saya dan tujuan hidup saya bro Flemming, dan saya adalah penganut childfree.
7 Mei 2016 diubah oleh YUDI139
-
7 Mei 2016
Calm down guys Gbu.
-
7 Mei 2016
Masalah yang akan dihadapi seseorang yang memiliki anak :
Masalah ke 1, Anak ketika kecil baru lahir, bagaikan kertas kosong. Kita bebas memberikan paham, dan mendidiknya, semakin baik didikan yang diterima, maka semakin baik kualitasnya ketika dewasa kelak. Pendidikan tidak harus dari orang tua, tapi bisa dari lingkungan, guru di sekolah, dll.
Masalahnya klasik sekali di sini, apakah anak akan berbuah hidupnya jika hanya mendapatkan didikan saja? Tidak.
Dikenalkan dengan agama, religion apakah akan berbuah hidupnya? Tidak.
Dikenalkan dengan budi pekerti, apakah akan berbuah hidupnya? Tidak.
Dikenalkan dengan lifestyle yang sehat, paradigma yang bagus, apakah akan berbuah hidupnya? Tidak.
Dst.
Lalu apa yang akan membuat seseorang bebas masalah? Ajaran hikmat, karena hikmat menjadikan anak menjadi bijaksana. Seperti tertulis pada amsal salomo
Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya.
Nah masalahnya untuk mendapatkan didikan hikmat, diperlukan waktu (tentunya ini sesuai dengan bagaimana kemampuan memahami si anak tersebut -- kita tidak tahu apakah dia pintar atau bodoh ketika dia lahir).
Nah waktu proses anak untuk mendapatkan didikan hikmat ini berarti mengganggu balance orang tua yang sudah lebih dulu berhikmat dan bijaksana. Ibarat anak dan orang tua daya tampung hikmatnya adalah 1 liter botol.
Orang tua sudah 1/2 botol, ini si anak masih 0 (kosong) botolnya.
Sementara orang tua mendidik anak, orang tua tidak ke mana2 dalam pelajarannya. Alias stagnasi, karena concernnya untuk anak. Di sini kita kenal orang tua kok kelakuannya minus, beri contoh buruk sekali ke anak, tindakan tidak terpuji, tutur kata kotor, dll.
Mungkin ada yang tidak setuju dan kemudian berkata loh kan sama2 bisa belajar?
Jawabnya adalah tidak bisa.
Anda lihat sebagai contoh seorang dosen, cobalah anda rekam metodologi pengajarannya, bahan pelajarannya, dan caranya mengajar. Kemudian lakukanlah comparison dari data rekaman tahun ke tahun. Nyaris intisari yang diajarkan tidak berubah. Artinya "stagnasi" betul dia membuat murid menjadi pintar, tetapi dia sendiri tidak bertambah pintar. (Ini sudah sesuai dengan realita kehidupan di mana orang semakin berilmu -- kurang tepat dengan kata ini, kita pakai kata "expert" -- semakin menunjukkan konsistensi, keteraturan, dan kalau dijabarkan secara mudah, itu orang sudah macem robot, diulang ratusan, ribuan kali, presisinya semakin lama semakin baik (Itulah yang dikatakan "professional" or saya lebih suka kata "highly expert person" -- pure expertise).
Nah dalam kasus mendidik anak, maukah anda menghabiskan waktu hidup anda untuk "mendidik" dan "menulis kertas kosong tersebut dengan hal yang tentunya anda harapkan baik di masa depan"? Silahkan anda renungkan.
Itu baru 1 anak, kalau anaknya 2? Ya tinggal x factor dikali jumlah anak.
Masalah ke 2 adalah masalah finansial. Ini bukan masalah sederhana seperti kita tidak mampu biayain anak, atau sudahlah nanti dipikir sambil jalan. Bukan, bukan seperti itu. Ini menyangkut hasil karyamu sepanjang usia mudamu sebelum memiliki anak, hingga usia tua saat anda pensiun dan jadi simatupang (Siang Malam Tunggu PanggilanNya).
Pertanyaannya relakah jika pasangan anda menghadapi masalah ini?
Nanti kalau tua, tergantung pasangan meninggal duluan yang mana, yang laki atau yang perempuan, nah yang terakhir itu pasti akan kesusahan dalam masalah pembagian warisan sesuai jumlah anak. Orangnya belum mati, tapi anaknya sudah ribut urusan pembagian jatah hak waris.
Ini bagi saya sangat unfair, kenapa begitu? Ibarat kita kerja mati2an orang yang tidak bekerja mengaku itu hak miliknya, dan berhak mendapat jatahnya, kemudian berusaha mengakuisisi hingga ke inti mahakarya dalam hidup kita. (Setiap orang yang hidup dan berkarya, pasti punya mahakarya, sesuatu yang dibanggakan dalam hidup ini. Umumnya sih hasil berupa materi).
Masalah ke 3, Kualitas hidup anda. Orang memiliki anak itu seperti orang naik elevator. Di sini kita bahas orang tua yang benar2 baik dan benar2 mengerti cara mendidik anaknya yang benar.
Ada 2 pilihan dalam kualitas hidup ketika anda memutuskan memiliki anak.
Jika diibaratkan
Lantai 1 adalah entry level anda bekerja ikut perusahaan, status masih single indekos / kontrakan.
Lantai 2 adalah anda mulai promosi jabatan, karir menanjak, status punya pacar, kredit rumah.
Lantai 3 adalah anda mulai menjadi orang berpengaruh di perusahaan, status punya istri, rumah sudah hak milik dan lunas.
Lantai 4 adalah anda mulai memasuki usia mapan secara finansial, dan finansial is not your only concern anymore, but also the self improvements.
Lantai 5 adalah something greater than what you had achieved in lantai 4.
dst.
Dengan adanya anak anda akan berhenti di lantai itu juga. You are not going greater level.
Ah masa, saya lihat kok ada orang punya anak tambah lama tambah kaya dan hidup diberkati. Ya itu special case di mana anda mendapatkan anak yang mandiri dan luar biasa "gifted" sehingga tidak merepotkan dengan masalah2 dan anda tetap bisa berkarir sebagai family man, yang business oriented. Tapi perbandingannya sangat kecil, jika punya betul ya anda sangat beruntung.
Jika tidak bagaimana?
Ya itu bisa saja juga terjadi, dan itulah yang kita kenal dengan orang tua yang bisnisman but no family time, waktu jarang digunakan untuk bersama anak. Hasilnya bisa dilihat ketika anak memasuki usia ABG, mulailah mereka lepas kendali, seperti kera di taman safari yang lepas dari kurungannya.
Masalah ke 4, dan selanjutnya ... to be continued, sementara sampai di sini dulu, karena kesibukan. Nanti saya lanjutkan lagi.
Mampukah anda? menjadi orang tua yang baik? Silahkan dipikirkan. Kalau saya sih daripada ngurusi hal tidak penting seperti itu ya lebih baik childfree. Urus hidup saya sendiri. Hehehe. Anda bisa pikirkan dulu ketika anda kecil, masih remaja, dan kemudian hingga usia seperti sekarang ini. Pernahkah anda kecewa dengan tingkah orang tua anda? Silahkan introspeksi diri masing2. Kemudian bacalah point of views yang saya paparkan, masuk bagian yang mana?
Soalnya ketika kita menjadi dewasa baru pola pikir kita terbuka, wah ternyata ortu tuh pola pikirnya hanya sampai segini ya, jadinya tidak heran ada anak yang berdebat dengan ortu karena masalah paradigma, dll.
7 Mei 2016 diubah oleh YUDI139
-
7 Mei 2016
Sama ...saya juga sangat pengen punya anak biar kelihatan hasil buah cinta kasih berdua dg PH yg sdh lama dinanti heheee...dan jika situasi dan kondisi serta suami nanti setuju sy jg pengen adopsi 1 anak terlantar /yg dibuang utk sy urus , pelihara dan besarkan dg cinta kasih walaupun kami nantinya sdh mempunyai anak kandung sendiri ( hmmmm antara harapan dan berandai2 heheee)
LIZEGUD713 tulis:
Klo aq sih malah pengen punya anak, mau lihat bijimane wujud fotocopyan perpaduan seorang lizegud dgn PH sy nanti ada di dunia ini,,wkwkwk lucu bgt pasti,,amazingg,,wkwkwk ah elah bray,,kapann yaa,,meski pastinya capek bgt ngurusin ampe gede tp aq lbh memilih itu dehh,,dibanding hrs gk ada anak, kecuali emg Tuhan gk ngasih,,wkwkwkwk ah elah bray
-
7 Mei 2016
karena "make love" tidak selalu sama artinya dengan "make kids".
-
7 Mei 2016
Bagi saya punya anak itu suatu pengalaman hjidup. Menjadi dewasa, menikah, bekerja, menjadi ayah/ibu, lalu menjadi kakek/nenek itu pengalaman hidup. Tiap org boleh punya prinsip sendiri2x ttg kemauannya memiliki anak atau tidak. Banyak bule yg memilih untuk ga memiliki anak. Itu semua persetujuan mereka sebagai pasangan.
-
11 Mei 2016
KIAMAT759 tulis:
Bagi saya punya anak itu suatu pengalaman hjidup. Menjadi dewasa, menikah, bekerja, menjadi ayah/ibu, lalu menjadi kakek/nenek itu pengalaman hidup. Tiap org boleh punya prinsip sendiri2x ttg kemauannya memiliki anak atau tidak. Banyak bule yg memilih untuk ga memiliki anak. Itu semua persetujuan mereka sebagai pasangan.
Karena mereka jelas dan mengerti tujuan hidupnya.
-
11 Mei 2016
Kalau sy memilih untuk memiliki anak, krn sy menyukai anak2. Dan adanya anak adalah bonus yang diberikan Tuhan.
GBU
-
11 Mei 2016
Anak2 dgn DNA illahi.. must be so sweet (asal jgn dna dari kerajaan lain hehe.. you know what i mean..)
-
22 April 2018
Kalau nggak siap yaa jangan punya anak, kasihan anaknya kelak
Kalau memutuskan punya anak harus siap menjadi orang tua
Saya pribadi nggak masalah punya anak atau tidak, sedikasihnya aja, tidak mengharuskan. Seandainya punya anak beneran pasti seneng sekali melihat the mini-me, kalau laki saya kasih nama Miracle , Kalo perempuan el shadai. aiiihh ngebayanginnya udah happy banget.
Jikalau tidak punya anak anak biologis pun saya tetaplah seorang ibu yang hebat buat anak anak yatim piatu.
-
22 April 2018
mempolo seorg perempuan cerdas di IG. akunnya catwomanizer. nama aslinya Dea. a nice person and a humble one.. suka sama semua topik di ig story yg dia angkat dan dia kumpulin di akun stellernya..
berikut kumpulan cerita dr topik "banyak anak banyak rejeki" steller.co/s/83XHthzWyhF
sila dilihat lihat mungkin bs nambah keisengan di waktu senggang hhe hhe 🤗
-
22 April 2018
O
M
G
😱😱😱😱😱😱😱😱
Thread paling egosentris, fisik, material dan duniawi disini. Ga da Kasihnya sama sekali.
Tuhan Yesus saja meminta anak2 datang kepadaNya.
Kalo TS diberi anak, kasihanilah si anak ya Tuhan. 🙏🏻😭🙏🏻🙏🏻 Amin.
YUDI139 tulis:
Ya sesuai judul, hidup tanpa anak itu bagaimana menurut member jk di sini?
Anak itu forbidden fruits dari taman eden loh. Kita liat realita dulu.
Anak bukan tanggung jawab, bukan buah cinta, anak itu trapped soul in human flesh, born without knowledges, and annoying. Children are made from men foolishness, a prison chain ball to your feet, ankle biter. Hehe.
Anak sifatnya permanen, punya anak atau tidak itu pilihan hidup. Sekali punya anak harus tanggung jawab seumur hidup.
Kita sederhanain aja deh bakal panjang soalnya. Member JK status janda dengan anak vs member JK status janda tanpa anak. Yang lebih susah cari pasangan yang mana? Hehe. Itu 1 contoh saja.
Sedikit cerita, orang menikah happy waktu honeymoon, tapi begitu istri hamil, suami botak, anak lahir jadi kurang tidur, tiap hari teriak2, stressful, kerjaan morat marit, 1 sumber penghasilan dimakan ber 3 atau ber 4 atau lebih, laki dulu lajang keren naik mobil sedan, tambah tua naik wagon type. Atau medieval type (Baca : Motor bebek, jaket poncol, pelana kuda -- kotak bagasi kanan kiri, tambah tameng -- tas kerja). Edian, hehehe.
Belum kebutuhan biologisnya, mau having sex sama istri, nanti dulu anak belum tidue, mau wisata? Mikir anak masih butuh biaya. 10 jt orang single makan di rooftop bintang 5 min 2x sebulan sama calon pacar, 10 jt orang berkeluarga, makan tahu tempe, kadang puasa melek merem. Hidup itu pilihan sekali lagi ini realita hidup.
Istri dulu kurus sekarang gembrot. Melar sana sini, jangankan ke salon, biaya perawatan salon berubah jadi susu, sekolah, makanan, dll. Akhirnya suami selingkuh. (Salah 1 penyebab selingkuh).
Anak, masih kecil merepotkan, balita tidak lancar komunikasi, tiap hari berisik, panggil ortu tunjukkan gambar coret2an ancur, nyanyi ora jelas, makan? Rewel. Ada keinginan harus dituruti, kemampuan cari uang? Nol.
Masuk smp kenakalan remaja, SMA? Kenakalan cinta. Kuliah? Habiskan biaya, no return value. Mana ada orang mau investasi ratusan juta hasilnya individu kerja sorry gaji UMR. Bukti anak fragile investments. Belum makan, belum baju, belum hiburannya, belum hasil kenakalannya merusak barang.
Lalu anak minta kawin, ortu gimana? Bayari kalau gak? Ya diumbar suruh ke KUA atau ala katholik, murah meriah hemat. Setelah itu? Tinggal berdua sama istri. Ortu? Dirawat babu. Naik kursi roda? Kredit aja, yang dorong? Pembantu, kalau pembantu cuti? Dorong sendiri.
Anak ngeluh susu si cucu, biaya sekolah cucu, bla bla bla cucu, dll.
Lingkaran setan, yang didapat apa? Menurunkan keturunan, jadi kalau kakek namanya Joni suparto, anak jono suparto, cucu joko suparto. Orang bilang itu suparto family, sudah puluhan tahun tinggal di kampung sini (stagnasi, duit abis biayai anak). Bangga? Ya silahken. Hehehe.
Nah berdasarkan realita, bukankah lebih baik kerja, menabung dan investasi buat sewa jasa suster2 cantik buat kita di hari tua? Hehehe.
-
22 April 2018
Iya, saya yang baca , saya yang ngilu atas point point YUDI139. WADUH!
MAYA509 tulis:
O
M
G
😱😱😱😱😱😱😱😱
Thread paling egosentris, fisik, material dan duniawi disini. Ga da Kasihnya sama sekali.
Tuhan Yesus saja meminta anak2 datang kepadaNya.
Kalo TS diberi anak, kasihanilah si anak ya Tuhan. 🙏🏻😭🙏🏻🙏🏻 Amin.
-
22 April 2018
DINA121 tulis:
mempolo seorg perempuan cerdas di IG. akunnya catwomanizer. nama aslinya Dea. a nice person and a humble one.. suka sama semua topik di ig story yg dia angkat dan dia kumpulin di akun stellernya..
berikut kumpulan cerita dr topik "banyak anak banyak rejeki" steller.co/s/83XHthzWyhF
sila dilihat lihat mungkin bs nambah keisengan di waktu senggang hhe hhe 🤗
Aku baca mirip point point TS sih
Well .. saya menghormati para perempuan yang memutuskan untuk tidak punya anak .
Senyamannya saja.
-
22 April 2018
SARAHMS230 tulis:
Iya, saya yang baca , saya yang ngilu atas point point YUDI139. WADUH!
Iyah ajib! Thread kayak gini dipiara. 🙈
Orang luar pun ga separah ini pemikirannya, berlaku hanya untuk mereka yg waktu kecilnya ngalamin child abuse atau ga dpt perhatian dr ortu.
Women nya malah lebih prefer RAISE a baby boy daripada live with a man whom like a boy. 😒 Jadi bisa di ajarin jadi laki2 sejati seperti apa.