Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

RENUNGAN POSITIF

ForumInspirasi

526 – 550 dari 638    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 21  22  23 ... 26  Selanjutnya Topik ditutup

  • LADYRULY248

    9 Oktober 2016

    Pertobatan Telinga

    Mazmur 81

    Mendengarkan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan dan pertumbuhan rohani orang percaya. Iman timbul dari pendengaran akan firman Allah (Rm 10:17). Demikian pula, iman dapat disesatkan atau pun dibimbing ke jalan yang benar melalui indra pendengaran. Mazmur 81 menekankan pentingnya sikap hati untuk mendengar dan dampak yang ditimbulkan dari pendengaran.

    Mazmur ini menyerukan bangsa Israel untuk mendengar sabda Allah. Mendengarkan adalah fondasi bagi bangsa Israel untuk masuk ke dalam ketetapan Allah dan syarat untuk dapat menghayati perjanjian antara Allah dengan umat-Nya (6b-11). Dalam sejarah Israel, perjanjian Allah dengan umat-Nya diawali dengan perintah untuk mendengarkan-Nya (Ul 6:4). Kenyataanya, di sepanjang sejarah Israel berulang-ulang terjadi penolakan terhadap suara Allah. Dengan sengaja, umat-Nya menulikan hati dan telinga (12-13).

    Dalam mazmur ini terlihat bahwa kasih setia Tuhan senantiasa memanggil bangsa Israel untuk mendengarkan peringatan-Nya (9, 12, 14). Seruan Allah memperlihatkan kepedulian dan keprihatinan-Nya. Ia tidak menginginkan umat-Nya terus-menerus jatuh dalam perbuatan dosa yang semakin dalam. Tindakan Allah terlihat dari kata "jika (9) dan sekiranya (14)". Kedua kata tersebut menunjukkan kenyataan pahit yang telah terjadi bahwa bangsa Israel lebih memilih membangkang daripada menaati ketetapan-Nya (12, 14-17). Dalam kemarahan-Nya, Allah menarik pemeliharaan dan anugerah-Nya atas bangsa Israel (13). Jadi, pertobatan memerlukan ketaatan untuk mendengarkan sabda-Nya.

    Kedegilan hati terjadi karena manusia menutup pintu hati dan telinganya untuk mendengarkan kebenaran Allah. Jika terang Allah dengan sengaja dipadamkan, maka yang tersisa hanyalah ego diri. Keegoisan ini membuat hidup seseorang terpuruk dalam perbuatan jahat.

    Pemulihan hidup diawali dengan pertobatan telinga. Apakah telinga Anda dapat membedakan antara firman Tuhan dan suara yang menyesatkan?

  • LADYRULY248

    10 Oktober 2016

    Murka Allah

    Roma 1:18-23

    Tema murka Allah merupakan hal yang jarang dibahas. Mungkin karena topik ini kurang enak didengar atau karena mayoritas orang lebih suka mendengarkan topik tentang kasih dan anugerah Allah. Dalam buku Knowing God, J. I. Packer menuliskan, "Faktanya, pembahasan mengenai murka Allah telah menjadi tabu bagi masyarakat modern dan sebagian besar orang Kristen telah menerima ketabuan itu dan mengkondisikan diri untuk tidak mengangkat persoalan ini." Padahal, Alkitab berbicara banyak mengenai murka Allah.

    Mengapa Allah murka? Allah murka bukan karena hilang kesabaran, bukan pula karena tidak dapat mengontrol amarah-Nya. Allah murka karena dua alasan, yaitu: Pertama, kekudusan Allah tidak menolerir kehadiran dosa. Kedua, keadilan-Nya tidak memberi ruang bagi pemberontakan manusia. Ketiga, kefasikan manusia yang terus-menerus menolak dan menindas kebenaran Allah (18). Allah telah berinisiatif menyatakan kekuatan dan keilahian-Nya kepada manusia melalui berbagai karya ciptaan-Nya (19-20) dan manusia tidak dapat berdalih (20d).

    Penolakan dan pemberontakan terhadap Allah menyebabkan manusia mengabaikan Allah (21a). Akibatnya, terjadi kebutaan moral (21b-22). Mereka benar-benar kehilangan Allah dan terjerumus ke dalam penyembahan berhala untuk mengganti Allah dengan ilah-ilah menurut versi mereka (23). Misalnya, gambar manusia fana (Yunani), burung-burung (Romawi), binatang-binatang berkaki empat (Mesir), dan binatang-binatang menjalar (Asyur).

    Saat kita meninggalkan Allah, kita pasti akan berpaling kepada hal yang lain. Jika kita tidak mau menyembah Allah yang benar, kita pasti akan menyembah allah versi sendiri! Tidak ada wilayah abu-abu. Karena itu, tetapkan hati kita dan siapakah yang kita sembah dalam hidup.

    Syukur kepada Allah karena kita yang telah ada dalam Yesus. Kita tidak akan mengalami murka Allah karena karya Kristus di salib telah menebus dosa kita.

  • LADYRULY248

    11 Oktober 2016

    Menggantikan atau Menyerahkan?

    Roma 1:24-32

    Sering kali kita membayangkan murka Allah berbentuk api dari langit yang jatuh membakar bumi atau gempa besar yang menimpa dunia. Atau, kita berpikir bahwa murka Allah baru akan terlaksana pada akhir zaman. Pada bacaan hari ini, Paulus memperlihatkan bagaimana murka Allah itu sudah nyata di tengah manusia.

    Kata kunci untuk memahami perikop ini adalah "menggantikan" dan "menyerahkan". Ketika manusia menggantikan kemuliaan Allah yang kekal dengan gambaran yang fana (23), maka Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hatinya yang cemar (24). Saat manusia menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan melupakan Penciptanya (25), Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan (26-27). Jika manusia mengganti hormat mereka pada Allah dengan tidak mengakui-Nya (28), maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk sehingga mereka melakukan hal-hal yang menjijikan dan tidak pantas (29-31). Di sini terlihat Allah menyatakan murka-Nya, yakni dengan membiarkan manusia mengikuti keinginan hatinya dan mengizinkan dosa memperlihatkan sifat alaminya - menjerumuskan manusia ke dalam maut.

    Jika pada masa kini kita menyaksikan kejahatan merajalela, penyimpangan seksual makin marak, pembunuhan, kesombongan, dan pelbagai kebejatan lainnya, semua itu bukan karena Allah tidak peduli. Ia peduli dan berulang kali menyatakan kebenaran dan kasih-Nya kepada manusia. Namun, manusia terus-menerus menolak-Nya dan menindas kebenaran-Nya (18, 32). Konsekuensi logisnya adalah murka Allah turun atas manusia.

    Pertanyaannya, adakah hati kita gentar dan menyadari murka Allah yang sedemikian dahsyat atas umat manusia? Tetapi, syukur kepada Allah bahwa Ia telah menunjukkan kasih-Nya melalui pengorbanan Kristus sehingga orang yang percaya kepada-Nya akan dibenarkan-Nya dan diselamatkan dari murka-Nya (Rm 5:8-9).

  • LADYRULY248

    12 Oktober 2016

    Hukuman, Kebenaran, dan Perbuatan

    Roma 2:1-11

    Setelah menjelaskan hukuman Allah atas orang-orang berdosa (Rom 1:18-32), kini Paulus melanjutkan penjelasannya dari sudut pandang orang Yahudi.

    Tampaknya, ada orang Yahudi (bukan Kristen) yang merasa dirinya aman dari hukuman Allah karena merasa terlindung oleh Hukum Taurat (lih. Rm 2:9, 12-13). Terhadap orang-orang yang demikian, Paulus menegur dengan keras.

    Paulus menegaskan bahwa hukuman Allah berlaku atas semua orang yang tidak percaya, baik non-Yahudi maupun Yahudi. Pertama, hukuman Allah diberikan berdasarkan kebenaran, bukan ketidakbenaran (1-2). Hal itu terlihat melalui frase "berlangsung secara jujur" (Ingg. based on truth). Pernyataan ini sangat kontras dengan perilaku dan kemunafikan orang-orang Yahudi yang menghakimi orang lain, padahal diri sendiri melakukan perbuatan dosa yang sama (1-3). Mereka berpikir bahwa dengan moralitas yang mereka miliki dapat meluputkannya dari penghakiman Allah (3). Mereka mengira dapat memanipulasi kemurahan Allah dengan kemunafikan (4-5).

    Kedua, hukuman Allah diberikan berdasarkan perbuatan manusia (6). Sering kali ayat ini disalahpahami karena dianggap bertentangan dengan pengajaran Paulus di bagian lain tentang pembenaran hanya oleh iman. Persoalan utamanya bukan iman versus perbuatan, melainkan kebenaran versus kemunafikan.

    Dalam menghakimi, Allah menilai berdasarkan perbuatan manusia untuk menentukan hukuman yang akan diberikan (9-10). Hal itu berlaku untuk semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi yang tidak percaya Yesus, karena Allah tidak pandang bulu (11).

    Adakah kita merasa ngeri tatkala mengingat masih ada orang-orang di sekitar kita yang belum percaya Tuhan? Adakah kita merasa gelisah saat menyadari akan seperti apa akhir hidup mereka? Jangan menunda-nunda! Beritakanlah Injil Yesus Kristus agar mereka yang belum percaya dapat mengenal Sang Juruselamat Agung kita.

  • LADYRULY248

    13 Oktober 2016

    Dua Standar Penghakiman

    Roma 2:12-16

    Dalam hidup ini, kita sering melihat kasus di mana ada orang yang kedapatan mencuri barang mendapat hukuman bertahun-tahun. Namun, koruptor kelas kakap hanya dihukum hitungan bulan atau satu dua tahun. Kita juga sering menyaksikan bagaimana sistem peradilan di negara ini memberlakukan sistem "tebang pilih" terhadap orang-orang yang bersalah. Itulah sifat manusia berdosa yang sering kali menghakimi orang lain dengan memandang bulu.

    Tidaklah demikian dengan Allah kita. Ketika Allah menghakimi manusia berdosa, Ia tidak memandang bulu (no favoritism; Rm 2:11). Baik Yahudi maupun non-Yahudi yang tidak percaya akan dihakimi. Namun, Allah menetapkan dua standar penghakiman yang berbeda kepada kedua kalangan ini. Hal ini disebabkan oleh sifat keadilan Allah yang memperlakukan manusia sesuai dengan kebenaran-Nya.

    Pertama, standar penghakiman terhadap orang Yahudi (12b-13). Orang Yahudi yang tidak percaya akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat (12b). Penilaiannya bukan berdasarkan mereka mendengar hukum Taurat atau tidak, melainkan apakah mereka melakukannya atau tidak (13). Kedua, standar penghakiman terhadap orang non-Yahudi (12a, 14-16) yang belum percaya akan dihakimi bukan berdasarkan hukum Taurat, melainkan berdasarkan hukum yang Allah berikan dalam hati nurani mereka (14-15).

    Apa buktinya hukum Allah itu ada dalam hati nurani mereka? Yaitu, ketika suara hati nurani menegur, menuduh, atau pun membela perbuatan mereka (15b), memberitahu apa yang benar dan salah. Bicara soal penghakiman Allah terhadap umat manusia yang tidak percaya, tidak ada seorang pun yang dapat luput dari hukuman dan penghakiman-Nya.

    Mari perhatikan sekitarmu! Berapa banyak dari mereka yang masih di luar Tuhan? Mari jangkau mereka sebelum tiba waktunya Allah menghakimi dan menjatuhkan hukuman-Nya bagi semua orang yang belum percaya kepada Yesus Kristus.

  • LADYRULY248

    14 Oktober 2016

    Kristen NATO

    Roma 2:17-29

    Sorotan Paulus terhadap orang Yahudi menjadi lebih tajam, sekalipun ia sendiri adalah orang Yahudi (lih. 2Kor 11:22; Fil 3:5-6) dan berisiko untuk dinilai dengan hal-hal yang ia soroti. Namun, Paulus tidak mundur. Ia tetap menyampaikan kebenaran firman Allah kepada orang Yahudi. Terhadap orang-orang sebangsanya, Paulus menegaskan bahwa hukum Taurat dan sunat bukan jaminan keselamatan mereka. Bukan tanpa alasan Paulus menegaskan hal ini.

    Pertama-tama, Paulus memperlihatkan kepada orang Yahudi mengenai apa yang mereka miliki, antara lain: mereka memiliki panggilan dan hak sebagai orang Yahudi (17), mereka punya hukum Taurat (17), mereka punya kebanggaan agamawi (17), punya kepandaian dan pengetahuan agamawi (18), punya keyakinan akan kebenaran (19-20), punya tanda lahiriah sebagai orang Yahudi, yaitu sunat (25b). Secara lahiriah, mereka sah sebagai orang Yahudi dan tak perlu diragukan.

    Akan tetapi dalam pandangan Paulus, semua itu sia-sia belaka. Pada kenyataannya, hidup mereka sama sekali tidak memiliki keteladanan sebagai orang Yahudi (21-25). Mereka tahu banyak soal hukum dan aturan dari Allah, tetapi mereka tidak melakukannya (21-25). Tidak heran jika Paulus mengkontraskan sikap hidup mereka dengan orang non-Yahudi yang tidak memiliki hukum Taurat dan tidak bersunat (26-27). Bagi Paulus, mereka tidak memiliki tanda sunat rohani (28-29). Itulah sebabnya, keyahudian lahiriah tidak ada gunanya. Bahkan, Paulus menyebut sikap hidup orang Yahudi seperti itu sebagai bentuk penghujatan terhadap nama Tuhan (24). Yang terpenting adalah kesungguhan percaya dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari (29).

    Biarlah hal ini menjadi peringatan keras bagi kita. Jangan hidup keagamaan kita hanya sebatas KTP belaka di mana iman percaya kita tidak terwujud dalam perbuatan sehari-hari. Tuhan tidak menebus kita hanya untuk menjadi orang Kristen NATO (No actions, talk only).

  • LADYRULY248

    15 Oktober 2016

    Kesombongan Rohani

    Roma 3:1-8

    Setelah mempersoalkan mengenai kesejatian dari orang Yahudi di pasal 2, kini Paulus kembali berargumentasi dengan mereka. Ada tiga hal yang menjadi persoalan dalam perikop ini, yaitu kelebihan menjadi orang Yahudi (1-2), kesetiaan Allah pada janji-Nya (3-4), dan kebenaran Allah dalam mengadili dosa (5-8).

    Persoalan pertama muncul karena pada bagian sebelumnya Paulus menekankan pentingnya sikap dan perilaku dalam keseharian sebagai ciri sejati keyahudian dan bukan pada tanda lahiriah sebagai orang Yahudi (2:28-29). Pernyataan Paulus ini memicu reaksi keras dari orang-orang Yahudi sehingga mereka mempertanyakan kelebihan orang Yahudi (1). Jawaban Paulus banyak, tetapi yang terutama adalah Allah memercayakan firman Allah kepada mereka (2).

    Persoalan kedua mengenai apakah Allah tetap setia jika orang Yahudi tidak setia? (3). Paulus menegaskan bahwa sekalipun orang Yahudi tidak setia, namun ketidaksetiaan mereka tidak dapat membatalkan kesetiaan Allah (3). Artinya, ketidaksetiaan orang Yahudi dapat dipakai Allah untuk menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang benar (4).

    Persoalan ketiga mengenai "melegalkan" ketidakbenaran untuk membawa kebaikan. Apa maksudnya? Jika karena ketidakbenaran mereka membawa kebaikan bagi kemuliaan dan kebenaran Tuhan, maka mereka mempunyai alasan berbuat jahat (5-8). Terhadap persoalan kedua dan ketiga, Paulus menjawab dengan sangat tegas: "Sekali-kali tidak!" (4, 6). Menurut Paulus, orang yang berpikir seperti itu layak mendapatkan hukuman Allah (8).

    Kesombongan telah membutakan mata rohani orang Yahudi. Mereka berpikir bahwa status keyahudian dan sunat cukup aman bagi mereka untuk berbuat dosa dan hidup sesukanya. Mereka menganggap remeh panggilan dan anugerah Allah atas hidup mereka sebagai umat Tuhan.

    Apakah hidup kekristenan kita seperti itu? Jika ya, bertobatlah agar kita tidak menjadi sombong rohani. Hormatilah anugerah Allah atas hidup Anda

  • LADYRULY248

    16 Oktober 2016

    Lupa Diri

    Mazmur 82

    Francis Bacon pernah berkata bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Artinya, ilmu pengetahuan menjadi kekuatan manusia untuk menguasai alam. Kenyataan, pengetahuan telah dimanipulasi dan dipolitisasi manusia untuk menguasai sesamanya. Kepentingan pribadi atau golongan sering kali membuat orang yang berkuasa lupa daratan sehingga yang benar menjadi salah, demikian pula sebaliknya.

    Mazmur 82 berbicara mengenai para hakim yang lupa daratan. Ketika mazmur ini ditulis, para hakim tidak hanya menjalankan tugas yudikatif (hukum), tetapi juga eksekutif (pemerintahan) dan legislatif (pembuat undang-undang). Mereka harus memerintah dengan adil dan menghukum kejahatan (Ul 25:1). Pada kenyataannya, ada hakim yang memutarbalikkan kebenaran dan membela kelaliman (2). Bagaimana mungkin mereka dapat membela kaum tertindas dan lemah (3-4) jika mereka tidak mengenal hikmat Allah dan tidak hidup dalam takut akan Allah (5)?

    Itulah sebabnya kita melihat Allah berdiri di hadapan para "allah" untuk menghakimi mereka. Istilah "allah" dengan huruf kecil bukan merupakan suatu pujian untuk status para hakim yang menjadi wakil Allah. Istilah itu merupakan sindiran keras terhadap mereka yang memegang kekuasaan. Mereka mengangkat diri menjadi allah-allah palsu. Karena kecongkakan mereka, Allah akan menumpahkan gemas-Nya (7). Mereka akan dihempaskan Allah karena menyalahgunakan wewenang yang diberikan-Nya.

    Mazmur ini ditutup dengan permohonan pada Allah agar Ia segera mengulurkan tangan-Nya membela kaum lemah dan papa (3-5). Pemazmur memohon agar Allah menghajar para pemimpin yang bertindak sewenang-wenang (8). Doa pemazmur menunjukkan Allah tidak menutup mata atas segala kejahatan yang terjadi di dunia. Karena Ia adalah Hakim yang adil.

    Jika Anda adalah seorang pemimpin, baik dalam keluarga, pekerjaan, pemerintahan, maupun di mana saja, pastikan bahwa Anda senantiasa bersikap benar di hadapan Allah dan sesama.

  • LADYRULY248

    17 Oktober 2016

    Semua Manusia Berdosa

    Roma 3:9-20

    Mike Huckabee pernah berkata: "Kita tidak memiliki masalah dengan kejahatan, senjata atau bahkan kekerasan. Persoalan yang kita miliki adalah dosa." Huckabee menegaskan bahwa semua persoalan berawal pada manusia berdosa. Ungkapan yang sama ditegaskan Paulus dalam perikop ini, yakni baik orang Yahudi maupun non-Yahudi, semua berada di bawah kuasa dosa (10). Karena itu, tidak ada seorang pun yang lebih baik daripada lainnya (9).

    Beberapa orang mungkin berpikir, "Saya tidak membunuh, tidak berzinah, banyak berbuat baik, dan lain-lain. Bagaimana mungkin saya berdosa?" Persoalannya, tolok ukur keberdosaan tidak berdasarkan perbuatan dan subjektivitas pribadi, melainkan berdasarkan firman Tuhan (10). Menurut firman Tuhan, semua manusia dipandang berdosa tanpa terkecuali. Perhatikan bagaimana Paulus menegaskan keberdosaan manusia pada bagian ini melalui kata-kata "Tidak ada... seorang pun tidak" (10), "tidak ada seorangpun..."(2x; 11), "semua (2x)... tidak ada... seorangpun tidak...(12). Semua manusia berada di bawah kuasa dosa dan tidak ada satu pun yang mencari Allah. Karakter (10-11), perbuatan (12), perkataan (13-14), dan tingkah laku (15-17) manusia tercemar oleh dosa dan kebejatan. Mengapa bisa demikian? Karena "rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu" (18; bdk. Ams 1:7). Hal ini pun berlaku bagi orang Yahudi yang sangat membanggakan diri sebagai umat pilihan Allah. Mereka merasa dirinya kebal terhadap hukuman-Nya karena memiliki hukum Taurat. Paulus menegaskan bahwa Allah memberikan hukum Taurat bukan untuk membuat mereka kebal terhadap hukuman Allah, melainkan untuk memperlihatkan betapa berdosa dan tidak berdayanya mereka tanpa belas kasih Allah (19-20).

    Manusia berdosa karena tidak memiliki rasa takut akan Allah. Bagaimana dengan kita? Sebagai umat Allah, peliharalah rasa takut dan hormat kepada Allah sehingga hidup kita tidak terjerumus ke dalam dosa, melainkan hidup kudus memuliakan-Nya.

  • LADYRULY248

    18 Oktober 2016

    Dibenarkan karena Iman

    Roma 3:21-31

    Manusia berada dalam kondisi putus asa akibat dosa. Tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan dirinya dari kuasa dosa. Namun, kasih dan keadilan Allah bertindak dengan cara yang ajaib.

    Tanpa bergantung pada hukum Taurat (21), kebenaran dan kasih Allah dinyatakan bagi umat manusia yang mau percaya (22). Meski manusia telah berbuat dosa (23), Allah menyediakan jalan penebusan karena anugerah-Nya (24) melalui Yesus Kristus.

    Mengapa harus Yesus Kristus? Karena Dialah satu-satunya pribadi yang dapat menjadi jalan pendamaian bagi manusia berdosa, yang tanpa Allah telah melanggar keadilan-Nya, kebenaran-Nya, dan kasih-Nya (25-26). Dalam anugerah-Nya, Allah mengutus Yesus menjadi jalan pendamaian bagi manusia yang berdosa (25) sehingga mereka yang percaya kepada-Nya dapat diselamatkan. Itulah sebabnya Paulus menegaskan bahwa mereka yang diselamatkan tidak boleh menyombongkan diri atas keselamatan yang diterima dari Allah (27).

    Bukan karena perbuatan maka kita dibenarkan (28), melainkan karena iman kepada Yesus Kristus. Pembenaran ini berlaku untuk segala bangsa, bukan hanya untuk orang Yahudi (29-30). Ketika Allah menempuh jalan ini untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa, Allah tidak melanggar atau pun membatalkan hukum Taurat, melainkan semakin mempertegas betapa tidak berdayanya manusia menjalani hukum Taurat tanpa anugerah Allah (31).

    Hanya oleh anugerah dan kasih Allah semata, kita dapat dibenarkan dan beroleh keselamatan. Marilah kita senantiasa mensyukuri anugerah itu dan hidup sungguh-sungguh bagi Tuhan. Karena Ia telah membayar lunas hutang dosa kita melalui pengorbanan Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, yang mati di kayu salib.

    Janganlah menjadi sombong karena iman yang kita miliki. Biarlah anugerah Allah semakin membuat kita rendah hati dan memuliakan nama-Nya.

  • LADYRULY248

    19 Oktober 2016

    Teladan Iman Abraham dan Daud

    Roma 4:1-12

    Setelah menjelaskan topik manusia dibenarkan karena iman di pasal sebelumnya, kini Paulus memulai pasal 4 dengan memperlihatkan bukti dari argumen tersebut. Dalam hal ini, Paulus memakai tokoh yang paling dijunjung tinggi oleh bangsa Yahudi, yaitu Abraham. Abraham dipandang sebagai bapa leluhur orang Yahudi (1). Melalui Abraham, Paulus memperlihatkan bahwa keselamatan oleh iman bukan sesuatu yang asing dan baru, melainkan sudah ada pada zaman Abraham.

    Paulus menegaskan bahwa Abraham sendiri pun beroleh pembenaran dari Allah karena imannya, bukan karena perbuatannya (2-5; bdk. Kej 15:6). Pembenaran itu diberikan Abraham sebelum ia disunat (9-10). Kenyataan ini menjadi teguran keras bagi orang Yahudi yang selama ini menyombongkan diri sebagai umat Allah dan menganggap mereka dibenarkan karena sunat. Terhadap orang-orang tersebut, Paulus menegaskan bahwa sunat merupakan tanda, bukan sarana pembenaran (11-12).

    Lalu bagaimana dengan Daud? (6-8). Sebagaimana Abraham, Daud pun dibenarkan karena imannya, bukan karena perbuatannya. Alasan Paulus mengutip ucapan Daud dalam Mazmur 32:1-2 adalah untuk memperlihatkan bagaimana seharusnya sikap dari orang yang telah dibenarkan Allah. Daud, yang pernah jatuh dalam dosa, bersedia mengakui dosanya di hadapan Tuhan. Ia menyadari hanya Tuhan saja yang dapat mengampuni dosa-dosanya. Bukan kesombongan yang diperlihatkan Daud, melainkan sikap kerendahan hati dan bersedia mengakui kesalahan secara terbuka di hadapan Allah (7-8). Ini menjadi teguran keras bagi orang Yahudi atas kesombongan mereka.

    Sebagai umat Allah, kita dibenarkan karena iman dalam Yesus Kristus, bukan karena perbuatan baik kita. Oleh karena itu, marilah kita jalani kehidupan ini dengan sikap rendah hati, bukan dengan kesombongan. Karena apa pun yang kita terima dari Tuhan semata-mata anugerah-Nya.

  • LADYRULY248

    20 Oktober 2016

    Iman dan Janji

    Roma 4:13-25

    Kita hidup pada zaman di mana manusia sangat mudah melanggar janji, seperti: janji perkawinan, janji persahabatan, perjanjian kerja, dan lainnya. Beda halnya dengan Allah. Ketika Allah berjanji, Ia pasti menepatinya. Dan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya, Allah memberikan janji bukan karena perbuatan mereka, melainkan karena iman mereka (13-14).

    Dalam rencana keselamatan Allah, janji-Nya sangat penting. Hal itu ditegaskan Paulus dalam perikop ini hingga lima kali (13-14, 16, 20-21). Lalu apa kaitan antara iman dan janji tersebut? Pertama, orang beriman beroleh janji Allah (13-17). Paulus menegaskan hal ini melalui teladan Abraham ketika imannya diperhitungkan sebagai kebenaran oleh Allah. Selain itu, Allah juga memberikan janji kepada Abraham sebagai bapa dari segala bangsa (16-17).

    Kedua, orang beriman memercayai janji Allah (18-22). Paulus memakai contoh Abraham yang meskipun tidak mempunyai dasar untuk percaya dan berharap, namun ia memilih tetap percaya dan berharap kepada Tuhan dan janji-Nya (18-21).

    Menariknya, Paulus pun menegaskan pada bagian akhir dari perikop ini bahwa kedua hal tersebut bukan hanya berlaku bagi Abraham, tetapi juga bagi kita yang percaya kepada Yesus (23-25).

    Allah membenarkan kita melalui karya penebusan Kristus di kayu salib. Bagian yang terbaik telah Ia kerjakan. Karena itu, marilah kita juga melakukan bagian yang dipercayakan Allah kepada kita.

    Sebagai orang percaya yang memiliki iman dalam Yesus Kristus, marilah kita senantiasa berpegang dan percaya pada janji Allah, yaitu janji keselamatan dalam Yesus Kristus.

    Demikianlahlah ungkapan rasa syukur kita. Karena itu, jangan biarkan kesulitan hidup menggoyahkan iman dan pengharapan kita kepada-Nya.

  • LADYRULY248

    21 Oktober 2016

    Bermegah dalam Kristus

    Roma 5:1-11

    Sesudah penjelasan panjang mengenai pembenaran iman dalam Kristus, kini Paulus membahas hasil dari pembenaran itu, yaitu umat Allah bisa bermegah.

    Mungkin kita berpikir hal ini bertentangan dengan apa yang dijelaskan Paulus sebelumnya dalam Roma 3:27. Tetapi, perhatikan lebih teliti ungkapan "tidak boleh bermegah" oleh Paulus. Yang dimaksud Paulus adalah jika kita bermegah dalam perbuatan karena kemegahan itu tidak memiliki alasan yang kuat. Akan tetapi, Paulus menganjurkan kita bermegah dalam iman kepada Yesus Kristus. Memang itulah yang kita alami dalam Tuhan. Dengan demikian, Roma 3:27 dan bacaan hari ini tidak bertentangan. Sebaliknya pada bacaan hari ini, Paulus menjelaskan lebih spesifik apa artinya bermegah dalam Allah melalui Yesus Kristus (1, 11).

    Pertama, bermegah dalam Allah berarti bermegah dalam pengharapan (2; rejoice in hope). Pengharapan apakah yang dimaksud? Yaitu pengharapan bahwa kita akan menerima kemuliaan dari Allah saat kita berjumpa muka dengan muka dengan Dia di surga. Ini adalah pengharapan mulia yang kita nantikan sebagai umat tebusan Allah.

    Kedua, Paulus juga menunjukkan ada kemegahan lain yang bisa kita peroleh dalam Tuhan, yaitu bermegah dalam kesengsaraan (3; glory in tribulations). Mengapa Paulus menyebutkan kesengsaaran merupakan sarana bagi orang percaya untuk bermegah? Karena kesengsaraan yang kita alami dalam Tuhan akan membawa kebaikan bagi kita dan memberi pengharapan (3-5). Dalam kesengsaraan, hidup kita dijamin oleh Tuhan (6-10) sehingga kita bisa makin bermegah sekalipun kesulitan hidup melanda hidup kita.

    Jika karena imanmu, Anda merasa menderita dan sengsara, kiranya firman ini menghibur dan menguatkan hati Anda sehingga Anda bisa mengalami kekuatan Allah dan bermegah di dalam-Nya. Allah yang menjamin keselamatan kekal bagi Anda, Ia juga yang akan memelihara hidup Anda. Percayalah!

  • LADYRULY248

    21 Oktober 2016

    Renungan pagi

    BELAJAR DARI KERA

    Ada seorang pemuda hendak menangkap seekor kera di hutan. Pemuda itu pun menyiapkan sebuah perangkap. Dia meletakkan kacang di dalam sebuah kotak yg di atasnya diberi lubang kecil dan dibiarkan terbuka. Kera pun tertarik pada bau kacang yang ada di dalam kotak tersebut. Kera itu mulai mendekati kotak dan memasukkan tanganya untuk mengambil kacang. Kera pun akan menggenggam dan mengepalkan tangannya sehingga tangannya tidak dapat keluar dari lubang kotak. Kera begitu gigih mempertahankan kacang yang dia dapatkan meskipun kera itu harus ditangkap oleh manusia.

    Banyak manusia yang memiliki sifat seperti kera. Mereka tidak mau melepaskan masa lalu untuk menuju ke kehidupan yang lebih baik. Mereka yang tetap menggenggam masa lalu tidak akan mendapatkan perubahan selama hidupnya. Orang yang selalu menggenggam kekuatiran dan ketakutan akan masa depan, tidak akan pernah mendapatkan berkat dari Tuhan.

    Narkoba, pergaulan bebas, minuman keras, memang dapat memberikan kesenangan dan kenikmatan duniawi. Akan sangat susah untuk meninggalkan kebiasan tersebut. Butuh perjuangan dan tekad yang kuat untuk dapat keluar dari kenikmatan duniawi. Untuk memulai suatu perbahan yang lebih baik, kita perlu melepaskan semua hal-hal yang negatif. Melepaskan hal-hal yang akan membawa kita kepada kebinasaan.

    Saat kita merasa nyaman dengan suatu perkerjaan, akan sangat sulit untuk melepaskan pekerjaan itu, walaupun ada panggilan dari Tuhan untuk berpindah ke tempat yang lain. Kita akan menimbang-nimbang dan mungkin akan merasa kuatir tentang kenyamanan di tempat yang baru. Saat kita sudah sangat kuatir, maka kita akan tetap menggenggam kenyamanan itu dan mulai mengabaikan panggilan Tuhan.

    Tapi percayalah dan jangan kuatir tentang apapun juga , sebab apa yang berasal dari Tuhan, Bila Tuhan yang berkehendak maka Tuhan pasti akan bertanggung jawab untuk mencukupi segala kebutuhan kita dengan berlimpah

    Selamat pagi

    Selamat beraktivitas

    Tuhan Yesus Memberkati

  • ALIANA233

    21 Oktober 2016

    :up: thanks u cilad renungan paginya :-)

    LADYRULY248 tulis:

    Renungan pagi

    BELAJAR DARI KERA

    .....

    Selamat pagi

    Selamat beraktivitas

    Tuhan Yesus Memberkati

    24 Oktober 2016 diubah oleh JODOHKRISTEN

  • LADYRULY248

    22 Oktober 2016

    Adam vs Kristus

    Roma 5:12-21

    Secara geografis, Israel memiliki dua laut yang sangat kontras, yaitu Laut Galilea (di sebelah Utara) dan Laut Mati (di sebelah Selatan). Laut Galilea dipenuhi dengan ikan-ikan, tumbuhan, air yang menyegarkan, dan pemandangan yang indah. Sedangkan Laut Mati dipenuhi dengan air yang mengandung garam dan mineral yang sangat tinggi sehingga tidak ada ikan atau pun tumbuhan yang dapat bertahan hidup di sekitarnya. Airnya pun begitu asin. Tidak heran jika laut ini disebut Laut Mati. Kekontrasan kedua laut ini menjadi gambaran dari bagian firman Tuhan hari ini.

    Dalam Roma 5:1-11, Paulus menjelaskan tentang hasil dari pembenaran yang kita alami dalam Kristus. Pada perikop ini, Paulus menerangkan bahwa ada hal lain yang jauh lebih besar daripada kemegahan yang disebut pada perikop sebelumnya.

    Hal itu adalah perubahan status yang kita alami karena Kristus. Untuk menggambarkan perubahan status tersebut, Paulus memberikan uraian paradoks dengan membandingkan antara Adam dengan Kristus. Jika dahulu kita berdosa "di dalam Adam" (12-14), kini kita percaya "di dalam Kristus" (15-21).

    Perubahan status ini dijelaskan oleh Paulus dengan sangat detail. "Di dalam Adam" kita telah berdosa (12-14), melakukan pelanggaran, jatuh ke dalam kuasa maut (15), dan kematian kekal menjadi konsekuensi atas hidup kita (16). Karena dosa yang dilakukan Adam sebagai manusia pertama, kita pun turut menanggungnya sebab kita adalah keturunan Adam (12). Kita bukan hanya menanggung, juga berbuat dosa di hadapan Allah (lih. Rm 3:23).

    Akan tetapi bagi kita yang percaya kepada Kristus, kita berpindah dari "dalam Adam" menjadi "di dalam Kristus." Karena Kristus, kita yang percaya kepada-Nya beroleh kasih karunia Allah yang berlimpah-limpah (15, 17) dan pembenaran-Nya (16, 18, 19).

    Pertanyaannya, di manakah hidup Anda saat ini berada? Di dalam Adam atau di dalam Kristus?

  • LADYRULY248

    22 Oktober 2016

    Renungan pagi

    PERTUMBUHAN SPIRITUALITAS

    Kesuksesan menuai hasil panen adalah hal yang didamba oleh setiap petani. Hasil panen yang memuaskan akan tercapai bila para petani memperhatikan tiga hal ini: bibit, media, dan pupuk.

    Tanaman yang baik umumnya ditumbuhkan dari bibit yang baik. Bibit yang baik harus ditanam di media yang baik. Bila medianya tidak baik, bibit yang baik itu akan menghasilkan panen yang tidak baik, bahkan mati. Tidak hanya bibit dan media yang baik, para petani juga harus memberikan pupuk yang baik untuk memaksimalkan pembuahan dan hasil panennya.

    Lukas 8:11

    "Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah."

    Yesus mengungkapkan bahwa ke dalam hati setiap pendengar-Nya telah ditaburkan bibit yang baik, yaitu firman Allah.

    Layaknya seorang petani yang mengharapkan panen yang melimpah, Yesus pun berharap demikian. Namun, persoalannya adalah bahwa Yesus hanya menyediakan bibit yang baik, sementara hal penyediaan media dan pupuk dipercayakan sepenuhnya kepada para pendengar-Nya.

    Media tempat firman Allah ditaburkan adalah hati setiap pendengar-Nya. Hati yang baik akan menjadi media yang subur. Sebaliknya hati yang buruk, resistan, dan abai terhadap firman Allah akan menjadi media yang mematikan!

    Kiranya tidak cukup hanya dengan menyediakan hati saja. Perkembangan firman juga harus didukung dengan pupuk yang baik, yaitu pihak lain diluar kita yang bisa memotivasi, mendukung, dan menopang.

    Amsal 13:20

    "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."

    1 Korintus 15:33

    "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."

    Jadi, pilihlah sahabat yang bisa menjadi pupuk bagi PERTUMBUHAN SPIRITUALITAS kita. Dari mereka, akar-akar spiritualitas kita akan menyerap sari-sari makanan rohani.

    Selamat pagi

    Selamat beraktivitas

    Tuhan Yesus Memberkati

  • LADYRULY248

    23 Oktober 2016

    Arti Sebuah Nama

    Mazmur 83

    Perang Israel-Arab pada tahun 1967 dikenal dengan sebutan perang enam hari. Konflik Timur Tengah terjadi karena negara-negara Arab tidak mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Israel sebagai sebuah bangsa dan negara. Dalam perang tersebut, pasukan Israel bukan hanya berhasil mengalahkan pasukan koalisi negara Arab, tetapi juga memperlebar daerah kekuasaan mereka.

    Kondisi di atas memiliki kemiripan dalam Mazmur 83. Bedanya, Israel Kuno belum memiliki persenjataan canggih dan belum mengembangkan agen rahasianya seperti perang enam hari. Tidak heran apabila bangsa Israel takut dan gentar menghadapi situasi yang menjepit. Di pihak lain, bangsa-bangsa sekitar siap menyerbu dan melenyapkan Israel dari muka bumi (5-9).

    Satu hal yang perlu dipelajari adalah konsep tentang "nama", baik nama Israel (5) maupun nama Yahweh (17, 19). Dalam kebudayaan Timur Tengah Kuno, nama memiliki arti penting karena mencakup keberadaan, karakter, dan identitas kebangsaan. Dalam konteks ini, para musuh Israel berupaya menghapus nama Israel.

    Jika keberadaan Israel lenyap dari sejarah manusia, sudah dipastikan nama Israel akan hilang dari ingatan manusia. Tetapi, bangsa Israel tidak bersandar pada kekuatannya, melainkan bergantung pada nama Yahweh yang tidak mungkin diguncangkan maupun dihilangkan oleh siapa pun.

    Dalam keterbatasannya, bangsa Israel menyadari bahwa mereka memiliki Allah yang hidup dan setia pada perjanjian-Nya. Pemazmur percaya bahwa Allah tidak berdiam saat umat-Nya berseru dalam kesesakan (2).

    Mereka yakin bahwa Allah akan membuktikan keperkasaan-Nya dengan menghancurkan para musuh mereka (10-16). Tujuannya, agar nama Yahweh dimuliakan dan semua bangsa tunduk kepada-Nya (17-19).

    Apakah arti nama Allah dalam hidup Anda? Sudahkah Anda merasakan kehadiran dan karya-Nya secara konkret dalam hidup Anda setiap hari?

  • LADYRULY248

    24 Oktober 2016

    Mati bagi Dosa, Hidup bagi Allah

    Roma 6:1-14

    Paulus membuka pasal 6 dengan mengemukakan persoalan krusial, yaitu jika kita diselamatkan dari keberdosaan karena anugerah Allah, bolehkah kita berbuat dosa supaya anugerah itu makin bertambah banyak? (1). Pertanyaan ini mungkin merupakan pertanyaan yang memenuhi benak orang Yahudi ketika mereka mendengar perkataan Paulus dalam Roma 5:20-21. Mungkin pertanyaan tersebut juga ada dalam pikiran kita ketika membaca bagian itu. Paulus menjawab dengan lugas: "Sekali-kali tidak!"

    Apa yang menjadi alasan Paulus? Karena kita telah mati bagi dosa (2-8, 11). Mati bagi dosa berarti menyalibkan keinginan daging kita karena Kristus telah menanggung dosa umat manusia di Golgota (3-5), mematikan manusia lama dan tidak menjadi budak dosa (6), terbebas dari dosa (7), tidak membiarkan dosa berkuasa atas hidup kita (12), tidak menyerahkan diri untuk berdosa (13). Dampak dari anugerah keselamatan Allah adalah kita telah mati bagi dosa.

    Jika di dalam Kristus kita telah mati bagi dosa, bagaimana mungkin kita masih bisa hidup dalam kubangan dosa? Paulus ingin menegaskan, sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah keselamatan dari Allah, kita tidak akan betah hidup dalam keberdosaan karena kehidupan oleh anugerah merupakan fase baru hidup bagi Allah dalam Yesus Kristus (11).

    Bagaimana seharusnya kita hidup bagi Allah? Yaitu, hidup dalam kasih karunia (14) dan tidak menyerahkan diri kepada perbuatan dosa (12-13), melainkan hidup berserah kepada Allah serta siap sedia kapan pun waktunya dipakai oleh-Nya (13). Itu sebabnya, berdasarkan penjelasan Paulus ini, jika ada orang yang menyebut dirinya Kristen, tetapi masih betah dan senang hidup dalam lumpur dosa, kesungguhan imannya patut dipertanyakan.

    Orang yang sungguh-sungguh percaya Kristus tidak akan merasa nyaman berbuat dosa dalam hidupnya. Sebab, orang percaya tidak lagi berada di bawah kutuk dan kuasa dosa, melainkan di bawah kasih karunia Allah. Bagaimana dengan kehidupan Anda?

  • ZEGA376

    24 Oktober 2016

    Ketika Aku Bersedia untuk Diproses Tuhan

    Oleh: Risky Samuel

    Lahir dalam keluarga Kristen, tinggal di kota dengan mayoritas penduduk Kristen, tidak membuat hidupku lebih mudah dijalani. Sama seperti kebanyakan anak muda, aku pun bergumul dengan berbagai masalah, terutama dalam proses pencarian jati diri. Keluargaku berantakan, dan sejak kecil aku kehilangan kasih sayang orangtua, khususnya papa. Aku tumbuh sebagai anak yang haus kasih sayang, dan dengan mudah aku dipengaruhi oleh teman-temanku untuk mencari kasih di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Kehausanku akan kasih seorang papa membawa aku kemudian terlibat dalam hubungan homoseksual.

    Awalnya aku merasa baik-baik saja. Bukankah wajar kita mencari komunitas yang mau menerima kita, mengasihi kita, dan peduli pada kebutuhan kita? Pikiranku membela diri. Aku hanya berusaha mencari kasih sayang yang tidak kutemukan di dalam keluarga. Aku bersyukur untuk pasanganku. Aku yang tadinya sudah suam-suam kuku di gerejaku, bahkan diajak pasanganku untuk kembali mencari Tuhan. Aku mengikutinya ke gereja, dan dilayani hingga menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Kami aktif melayani. Aku bahkan merayakan Natal bersama dengan keluarganya. Tidak ada yang menegur kami, karena mereka tidak tahu bahwa kami adalah pasangan gay.

    Pada akhirnya, firman Tuhan sendirilah yang menegurku. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa hubungan antara sesama jenis adalah dosa dan kekejian di mata Tuhan (Imamat 20:13; 1 Korintus 6:9-10). Namun, untuk keluar dari dunia yang telah kuhidupi selama bertahun-tahun lamanya, sangatlah sulit. Dengan berbagai cara aku berusaha membenarkan diri. Bukankah Tuhan yang menciptakan aku seperti ini? Bukankah aku tidak merugikan orang lain? Bukankah yang penting aku hidup dalam “kasih”?

    Amsal 16:2 menegurku dengan keras, “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.” Tuhan tahu betul apa yang ada di dasar hatiku. Tuhan tahu kalau aku lebih percaya kata hatiku sendiri daripada percaya firman-Nya. Tuhan tahu kalau aku lebih mengasihi kenikmatan hubunganku dengan pasanganku daripada mengasihi-Nya. Aku sangat menyesal telah melangkah terlalu jauh dalam hubunganku dengan sesama jenis, namun aku juga merasa tidak punya harapan lagi untuk dapat dipulihkan.

    Bersyukur bahwa Tuhan tidak meninggalkanku. Ketika aku bersungguh-sungguh mencari-Nya dengan segenap hati, Dia memampukanku untuk akhirnya bisa lepas dari pola hidup yang lama. Selama 3 tahun lebih aku berjuang melawan godaan untuk kembali berhubungan dengan sesama jenis. Teman-teman lamaku itu selalu baik dan siap menerimaku apa adanya. Sementara, keluarga dan teman-teman yang lain justru kerap merendahkan aku karena masa laluku. Jujur saja, hingga kini godaan yang sama masih kerap mengganggu, namun firman Tuhan menjadi benteng pertahananku. Tantangan itu juga menyadarkanku bahwa yang lebih penting adalah penilaian Tuhan, bukan manusia. Ketika aku merasa nyaris putus asa dan mulai menyalahkan situasi atau orang lain sebagai penyebab masalahku, firman Tuhan mengingatkan aku bahwa semua ini terjadi bukan karena salah siapa-siapa, tetapi “karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan” di dalam diriku (Yohanes 9:3). Aku pun dikuatkan untuk tetap bergantung kepada Tuhan saja. Aku menyadari bahwa hidup ini bukan sekadar untuk memuaskan keinginan hatiku belaka, tetapi untuk memuliakan Tuhan, Pencipta hidupku.

    Dalam budaya serba instan di abad ini, kebanyakan kita menghendaki segala sesuatu bisa terwujud dengan cepat. Termasuk dalam perjalanan iman kita. Kita berharap begitu percaya kepada Yesus, semua masalah kita bisa langsung beres, semua orang mendukung kita, dan keberhasilan mengejar kita tanpa kita perlu berusaha. Faktanya, kita hidup dalam dunia yang tidak ideal, dan firman Tuhan memberitahu kita bahwa perjalanan kita tidak akan mulus-mulus saja.

    Proses pembentukan Tuhan bagi setiap kita mungkin berbeda-beda. Apa yang kualami mungkin tidak sama dengan apa yang kamu alami. Tetapi satu hal yang pasti, kita perlu sabar dengan yang namanya proses. Perhiasan emas yang indah dan tinggi nilainya, dibentuk lewat proses pemurnian dan pembentukan yang panjang. Tidak terjadi begitu saja. Seringkali hidup kita tidak mengalami perubahan apa-apa karena kita tidak sabar dalam proses, takut untuk diproses, atau tidak mau diproses oleh Tuhan. Kita memilih kembali pada pola hidup kita yang lama. Amsal 16:32 menyemangati kita dalam menjalani proses pembentukan Tuhan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”

    Apapun yang teman-teman alami di masa lalu, yuk kita sama-sama berjuang menjalani hidup ini ke depan! Mari luangkan waktu untuk terus isi pikiran kita dengan kebenaran firman Tuhan, di manapun kita berada, agar kita tidak mudah terpengaruh oleh pola pikir dunia. Ada saatnya kita mungkin akan jatuh, tetapi Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita bangkit kembali. Dia Mahatahu dan memahami segala pergumulan kita, Dia tidak akan membiarkan kita sendirian.

  • LADYRULY248

    24 Oktober 2016

    :up:

    In Jesus Christ nothing is impossible

    ZEGA376 tulis:

    Ketika Aku Bersedia untuk Diproses Tuhan

    ....

    Dia Mahatahu dan memahami segala pergumulan kita, Dia tidak akan membiarkan kita sendirian.

    24 Oktober 2016 diubah oleh JODOHKRISTEN

  • LADYRULY248

    25 Oktober 2016

    Hamba Dosa vs Hamba Kebenaran

    Roma 6:15-23

    Hidup manusia sehari-hari senantiasa diperhadapkan pada berbagai pilihan. Dalam ranah jasmani, kita mungkin bisa punya banyak pilihan. Misalnya dalam hal makanan, kita bisa memilih menu A dan B sekaligus, atau tidak makan sama sekali.

    Akan tetapi dalam ranah spiritual, manusia tidak memiliki pilihan netral, sebagaimana yang ditegaskan oleh Paulus dalam bacaan hari ini.

    Manusia hanya punya dua pilihan, yakni menjadi hamba dosa atau hamba kebenaran. Bagi orang-orang percaya, Paulus menyatakan bahwa dahulu kita menjadi hamba dosa (17). Tidak heran jika kita dahulu lebih menaati dosa karena kita berada di bawah kuasa dosa (16-17a, 18).

    Sebagai hamba dosa, dahulu kita terus-menerus diperbudak olehnya (19-20). Bukan hanya itu, kita juga dipermalukan olehnya (21) dan menuju kematian karenanya (21, 23).

    Tetapi syukur atas anugerah-Nya, Ia telah menyelamatkan kita melalui Yesus Kristus. Karena itu, kita percaya kepada-Nya dan menjadi hamba kebenaran (19). Kita dikuduskan-Nya dan menguduskan diri dalam Dia (19, 23). Ketika kita hidup sebagai hamba kebenaran, dalam Dia kita beroleh jaminan hidup yang kekal (22, 23).

    Sebagai orang-orang yang menerima anugerah dan kebenaran Allah, marilah kita sungguh-sungguh menyadari, mengenali, dan senantiasa mengingat bahwa diri kita adalah hamba Allah. Artinya, hidup kita adalah milik-Nya semata dan harus dipersembahkan senantiasa hanya kepada-Nya.

    Marilah kita sungguh-sungguh menjalani pengudusan diri dalam Kristus sehingga kita dapat hidup memuliakan-Nya.

  • ZEGA376

    25 Oktober 2016

    www.warungsatekamu.org/2016/08 ... a/?from=related

    Pekerjaan yang Paling Ideal: Ibu Rumah Tangga

    ymi.today/2016/08/the-most-ide ... ay-at-home-mom/

    Oleh Christine E.

    Artikel asli dalam bahasa Inggris: The Most Ideal Job: Stay-At-Home Mom

    Aku ingat saat aku mengobrol dengan temanku ketika aku duduk di bangku SMA tentang apa yang menjadi cita-cita kita saat kita dewasa kelak. Aku tidak ingat apa yang aku katakan saat itu, tapi kemungkinan aku menyebutkan ingin menjadi seorang pengacara yang membela hak asasi manusia atau seorang misionaris.

    Kemudian dalam sebuah kelompok diskusi pemuda, pemimpin kelompok kami meminta kami menuliskan apa yang menurut kami adalah pekerjaan yang paling ideal. “Bagaimana mungkin ada sebuah pekerjaan yang sempurna?” pikirku. Jadi aku menuliskan “ibu rumah tangga”. Temanku yang mengobrol denganku sebelumnya menatapku dengan terkejut. “Ibu rumah tangga? Aku pikir kamu punya ambisi yang besar tadi! Mengapa sekarang kamu mau menjadi seorang ibu rumah tangga?”

    Di satu sisi, reaksinya tidaklah mengejutkan. Kebanyakan orang takkan memikirkan menjadi seorang ibu rumah tangga sebagai sebuah pilihan karir yang “berambisi” atau “berpotensi sukses”.

    Beberapa tahun kemudian, ketika aku mengandung anak laki-lakiku, ibuku memberiku sebuah buku tentang seorang wanita bernama Sarah Edwards yang membesarkan 11 anak. Karena penasaran, aku memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang wanita ini.

    Sarah adalah istri dari seorang pengkhotbah asal Amerika, Jonathan Edwards, di abad ke-18.

    Pastur Edwards adalah seorang pria yang sibuk, jadi Sarah yang dibebani tanggung jawab untuk membesarkan 11 anaknya. Dia mengatur rumah tangganya dengan cakap, mendisiplinkan anak-anaknya dengan cara yang baik untuk menanamkan kepatuhan di dalam diri mereka—bukan saja kepada suaminya dan dirinya, tapi terlebih lagi kepada Tuhan.

    Doa adalah bagian yang penting dalam hidupnya. Sebelum anak-anaknya lahir, Sarah mendoakan mereka dengan tekun. Dia juga berdoa secara rutin dengan mereka sejak mereka masih kecil. Selain itu, dia juga mengambil waktu doa pribadi untuk meminta kekuatan dalam menghadapi hari di hadapannya, karena dia tahu betapa besar tanggung jawabnya dalam membesarkan jiwa-jiwa kekal dalam diri anak-anaknya.

    Ketika Pastur Edwards secara tiba-tiba dikeluarkan dari gerejanya, Sarah terpaksa bekerja beberapa waktu untuk menghidupi keluarganya. Kemudian, Pastur Edwards membawa keluarganya untuk melayani sebagai misionaris di sebuah desa penduduk Amerika asli. Di sanalah Pastur Edwards dan Sarah wafat dengan tiba-tiba setelah 8 tahun melayani di ladang misi, meninggalkan anak-anaknya menjadi yatim-piatu. Anaknya yang terkecil masih berusia 8 tahun.

    Bagi dunia, Sarah wafat dengan sedikit pencapaian. Umurnya tidak panjang, tidak banyak pengalaman bekerja yang dimilikinya, dan dia juga hidup di sebuah desa. Dia bukanlah seorang yang sukses atau kaya. Dia hanyalah seorang ibu rumah tangga.

    Namun, di antara keturunan Sarah terdapat 13 presiden universitas, 65 profesor, 100 pengacara (termasuk seorang dekan di sebuah sekolah hukum), 30 hakim, 66 dokter (termasuk seorang dekan di sebuah sekolah kedokteran), 3 senator Amerika Serikat, 3 mayor (gubernur kota), 3 gubernur negara bagian, 1 orang bendahara negara Amerika Serikat, 1 wakil presiden, dan ratusan pendeta, misionaris, dan pelayan Tuhan.

    Sebagian dari warisan ini adalah buah dari kesetiaan Sarah dalam membesarkan anak-anaknya di dalam Tuhan. Mengapa kita tidak melihat itu sebagai sebuah pencapaian yang berharga?

    Ketika kita mengukur kesuksesan orang lain, mudah bagi kita untuk melihat hal-hal eksternal dan yang kelihatan: Apakah mereka mempunyai sebuah rumah yang besar dan sebuah mobil yang bagus? Apa pekerjaan mereka? Berapa gaji mereka? Kadang, kita juga melihat kontribusi mereka bagi masyarakat. Dengan sengaja atau tidak sengaja, kita menilai kesuksesan mereka berdasarkan pencapaian materi yang mereka raih.

    Namun Alkitab mengingatkan kita untuk tidak mengumpulkan harta di bumi. “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:20-21). Tentunya, tidak salah menjadi kaya atau memiliki harta materi; kita dipanggil untuk bekerja keras untuk menghidupi diri kita dan keluarga kita (1 Timotius 5:8).

    Namun dalam segala hal yang kita lakukan, Tuhan menanyakan kita pertanyaan ini: Di manakah hati kita berada? Apakah kita lebih mengutamakan harta materi kita lebih daripada Dia?

    Hidup yang nyaman di bumi atau pengakuan atas pencapaian-pencapaian kita seharusnya bukanlah hal yang kita kejar. Kita seharusnya mengumpulkan harta di surga, dengan hidup yang melayani Yesus. Tuhan menginginkan kesetiaan kita. Seperti Sarah Edwards, jika kita setia dalam mencari Dia dan setia dalam hal-hal yang dipercayakan-Nya kepada kita, Tuhan dapat memakai kita untuk melakukan hal-hal besar bagi kerajaan-Nya.

    Dalam hidup ini, Tuhan telah mengizinkanku untuk tinggal di rumah dengan bayi laki-lakiku. Setiap hari aku diberikan begitu banyak kesempatan untuk menyaksikan kebaikan Tuhan untuk anakku, dan aku pun mulai berdoa dengan tekun dan setia seperti yang telah dicontohkan Sarah Edwards dalam hidupnya. Kiranya interaksiku dengan anakku (dan juga dengan suamiku) menunjukkan dengan jelas anugerah yang daripada Tuhan.

    Marilah kita bekerja bukan untuk pengakuan orang lain, tapi untuk memperoleh hadiah yang daripada Tuhan (Filipi 3:14).

    25 Oktober 2016 diubah oleh ZEGA376

  • LADYRULY248

    26 Oktober 2016

    Ikatan terhadap Hukum Taurat

    Roma 7:1-12

    Dalam bacaan hari ini, Paulus menjelaskan mengenai keterkaitan orang Kristen dengan hukum Taurat. Ia memulainya dengan analogi untuk memudahkan para pembacanya memahami pengajaran firman Allah (1-3). Intinya, seorang wanita yang sudah menikah tidak dapat menikah kembali dengan pria lain. Jika suami pertamanya masih hidup dan wanita tersebut menikah, maka ia dianggap berzina. Tetapi, jika suami pertamanya sudah meninggal, maka ia boleh untuk menikah kembali dengan orang lain.

    Demikian pula bagi mereka yang berada di bawah kuasa hukum Taurat. Mereka terikat dengan hukum itu sampai akhir hayat. Selama berada di bawah hukum itu, kedagingan dan hawa nafsu mereka dibangkitkan untuk berbuat dosa yang berujung kepada maut (5-6). Melalui pengorbanan Kristus, mereka mati dan bangkit bersama-Nya sebagai ciptaan baru. Sejak detik itu, mereka terbebas dari kuasa hukum itu, sebaliknya terikat kepada Yesus Kristus (4-6). Sebelumnya, mereka berusaha menjadi benar dengan menaati hukum Taurat, kini dalam Kristus mereka dibenarkan dalam Roh dan menjadi manusia baru yang baru, dimampukan untuk melayani dan berbuah bagi Kristus (6).

    Jika hukum Taurat membangkitkan pelbagai keinginan dosa, apakah hukum Taurat itu jahat? (7) Paulus menjawab dengan tegas: Sekali-kali tidak! (7) Sesungguhnya, hukum Taurat dan firman Tuhan itu kudus, benar, dan baik adanya (12). Pertama, hukum Taurat membuat kita menyadari perilaku dan kondisi keberdosaan kita (7-8). Kedua, hukum Taurat menyingkapkan keburukan dosa dan akibat dosa yang dapat membawa manusia kepada kematian kekal (9-11).

    Sebagai orang yang ditebus oleh Yesus, kita tidak terikat dengan kewajiban menjalankan hukum Taurat dan segala peraturan tambahannya seperti orang Yahudi. Tetapi, kita terikat menjalankan hukum Taurat dan firman Tuhan dengan kesungguhan hati agar hidup keimanan kita semakin memuliakan Allah dan menyerupai karakter Kristus

    26 Oktober 2016 diubah oleh LADYRULY248

  • LADYRULY248

    27 Oktober 2016

    Ketika Orang Kudus Menggumuli Dosa

    Roma 7:13-26

    Perikop ini merupakan salah satu perikop yang terkenal dan kontroversial dalam kitab Roma. Seakan-akan dalam perikop ini Paulus memperlihatkan adanya dua kepribadian dalam dirinya yang saling bertolak belakang (15-26). Ia melakukan apa yang dibencinya, bukan apa yang dikehendakinya (15-17). Ia memiliki kehendak, tetapi bukan apa yang baik meski ia mengetahui apa yang seharusnya dilakukan (18-20). Ia mengalami pergumulan untuk melakukan apa yang baik, namun di sisi lain ia sadar bahwa dalam dirinya memikirkan apa yang jahat (21-23). Dengan kata lain, perikop ini mengupas pergumulan batin Paulus antara dosa dan hidup benar.

    Bagaimana mungkin orang sekaliber Paulus bergumul berat dengan dosanya? Seorang teolog bernama J.I. Packer menjelaskan seperti ini: Paulus bergumul dengan dosa bukan karena ia orang berdosa, melainkan karena ia sudah dikuduskan Allah. Dosa membuatmu mati rasa. Orang yang berbuat dosa berulang kali lebih mudah terpengaruh melakukan perbuatan dosa. Alasan Paulus "bergumul" sedemikian berat karena ia tidak terperangkap dalam jaring dosa, bukan pula karena dirinya tidak berpengharapan sehingga ingin menyerah ke dalam pencobaan-pencobaan yang dihadapinya. Karena Paulus menjalani hidup yang kudus, kepekaan terhadap Roh Allah membuat dirinya bergairah memuliakan Allah. Itulah sebabnya mengapa ia begitu sensitif saat melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan hati Allah. Ia menyadari dirinya bukan manusia sempurna dan masih dapat jatuh dalam perilaku keberdosaan. Dalam pergumulannya, Paulus tidak berakhir dalam keputusasaan. Ia menyadari sepenuhnya bahwa dirinya telah menjadi milik Yesus Kristus (24-25).

    Hanya dalam Kristus, kita bisa menang melawan cengkeraman dosa. Apakah Anda juga sedang bergumul berat menghadapi dosa-dosa Anda? Jika Anda dalam Kristus, pergumulan terhadap dosa itu merupakan bukti Anda telah dikuduskan Allah sehingga Anda gelisah. Karena itu, jangan menyerah dan jangan putus asa. Kristus ada di pihak kita.

526 – 550 dari 638    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 21  22  23 ... 26  Selanjutnya Topik ditutup