Gereja sebagai Umat Allah
-
7 Desember 2017
Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, yang dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II. Gereja sebagai Umat Allah dimunculkan kembali, mungkin karena sudah terlalu lama Gereja menjadi terlalu hierarkis, didominasi oleh kaum rohaniawi dan awam yang adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak ke pinggir. Dengan paham Gereja sebagai Umat Allah, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan semua anggota Gereja. Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi.
Arti dan Makna Gereja “Umat Allah”
Istilah Umat Allah ini sebenarnya sudah kuno, sudah dipakai sejak dalam Perjanjian Lama. Kemudian istilah ini dihidupkan dan dipopulerkan lagi oleh Konsili Vatikan II.
Pergertian Umat allah mempunyai ciri khas sebagai berikut.
Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
Hubungan antar Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian.
Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji.Demikianlah, Gereja sungguh merupakan Umat Allah yang sedan dalam perjalanan menuju ke rumah Bapa.
Pengertian Gereja sebagai Umat Allah ini sungguh dimunculkan tepat pada waktunya karena pada abad-abad terakhir Gereja sudah menjadi sangat organisatoris dan struktural-hierarkis. Sekarang kita kembali kepada Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, di mana Gereja sungguh merupakan satu Umat Allah yang sehati sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba, yang imannya kita anut sampai saat ini (lih. Kis 2: 41 - 47). Gereja harus merupakan seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awan seolah-olah hanya merupakan tambahan, pendengar, dan pelaksana. Singkatnya: Gereja hendaknya MENGUMAT.
DASAR DAN KONSEKUENSI GEREJA YANG MENGUMAT
1. Dasar dari Gereja yang Mengumat
Kita masing-masing secara pribadi dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan Umat Allah ini. Atau secara singkat dikatakan kita harus MENGUMAT. Mengapa? Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat dari Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Purba (lih. Kis 2: 41 - 47).
Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan bagi kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah ( lih. 1Kor 23: 7-10).
Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada Dunia ( lih. Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-28; 26-27 ).2. Konsekuensi dari Gereja yang Mengumat
Selanjutnya, kalau Gereja sunggu umat Allah, maka konsekuensi bagi Gereja itu sendiri adalah:
a. Konsekuensi bagi pimpinan gereja (hierarki)Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi Pollyanna. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat.
Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang bertumbuh di kalangan umat.b. Konsekuensi bagi setiap anggota umat
Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu.
Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi gereja.c. Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki
Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antar hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap penyerta (malah kadang-kadang pelengkap penderita), melainkan partner hierarki.
Awan dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi. -
19 Desember 2017
Thx Sist atas artikelnya, saya dapat tambahan wawasan baru nih...
Salam Damai...
Tuhan memberkati...
RATIH808 tulis:
Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, yang dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II. Gereja sebagai Umat Allah dimunculkan kembali, mungkin karena sudah terlalu lama Gereja menjadi terlalu hierarkis,
.....
Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antar hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap penyerta (malah kadang-kadang pelengkap penderita), melainkan partner hierarki.
Awan dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi.19 Desember 2017 diubah oleh JODOHKRISTEN