Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Filsuf yang berhubungan dengan cinta, asmara, pernikahan ..

ForumPersahabatan dan hubungan

51 – 59 dari 59    Ke halaman:  Sebelumnya  1  2  3Kirim tanggapan

  • VIRUSKASIH805

    16 Maret 2018

    Mungkin meneladani kehidupan Rasul Paulus.

    Sekali lagi, mungkin.

  • 16 Maret 2018

    Bro Yud, menurut saya Kebahagiaan lebih mudah didapat pada waktu kita single (mungkin karena itu kali yah makanya Yesus meneladani hidup single ?). Jika menikahpun bisa juga mendapat Kebahagiaan, tetapi menurut saya agak lebih berat, karena harus ada satu syarat yang harus dipenuhi yaitu : Kedua pasangan (Suami dan Istri) harus betul betul menjadi "Satu Daging" selama hidup mereka.

    Berhubung dengan pengantar bro di atas, ada benarnya juga dalam kenyataan. Kakak saya yang cowok, sebelum menikah berpikir bak seorang Filsuf, dulu kalau mau pergi ke suatu tempat aja, dia mikirnya lama banget, harus lewat mana, macet ga, etc. Setelah dia menikah saya lihat, kalau mau ngantar anaknya sekolah udah ga bak filsuf lagi (Mungkin takut anaknya terlambat sampai sekolah ya..hahaha). Saya juga baca banyak Filsuf dan ilmuwan besar tetap hidup single. (Mungkin lebih cinta ke filsafatnya kali yah bro ?).

    Salam Damai bro Yud...

    GBU...

    YUDISAJA095 tulis:

    Jika disimpulkan tentang topik ini apa, bukan terlihat atau berbau-bau lagi, tapi ada pernyataan lebih tentang apa yang terlihat, dan ada pertanyaan yang berhubungan dengan kebahagiaan. Jika objeknya bahasannya tentang kata kebahagiaan maka itu masuk dalam pertanyaan.


  • ASTRI606

    16 Maret 2018

    Rasanya sependapat dengan mas Ronny, setelah menikah lbh banyak keputusan praktis yg diambil. Krn waktu sangat berharga bagi orang-orang yg sudah berkeluarga. Waktu terasa begitu cepat berlalu, sayang kl dilewatkan dengan berpikir terlalu lama. Hehehe..

    Contohnya ya itu tadi.. rute mana yg sebaiknya dipilih saat mengantar anak sekolah.

    #halah...bicara apa saya ini :-D

  • 17 Maret 2018

    Kalo soal waktu, single ataupun sudah menikah pasti merasakan waktu itu sangat berharga. Ada tipe orang memang yg selalu butuh waktu lama untuk mempertimbangkan. Seberapa cepat seseorang mengambil sebuah keputusan bukan (hanya) ditentukan krn dia sudah menikah atau tidak. Saat situasi yg urgent biasanya orang (akan) bereaksi dgn cepat. Seberapa cepat bisa berbeda dan juga bisa jadi berbeda lagi dr sisi yg menilainya krn pertimbangan subjektif masing2 pengamat.

    ASTRI606 tulis:

    Rasanya sependapat dengan mas Ronny, setelah menikah lbh banyak keputusan praktis yg diambil. Krn waktu sangat berharga bagi orang-orang yg sudah berkeluarga. Waktu terasa begitu cepat berlalu, sayang kl dilewatkan dengan berpikir terlalu lama. Hehehe..

    Contohnya ya itu tadi.. rute mana yg sebaiknya dipilih saat mengantar anak sekolah.

    #halah...bicara apa saya ini :-D

  • 17 Maret 2018

    Sist, kalau saya lihat disini maksud TS, kalau sudah menikah kita sudah tidak bisa berpikir/berencana sesuai keinginan di dalam otak kita, tetapi sudah dipengaruhi keadaan yang mendesak, karena ada tuntutan dari anak, istri atau suami. Beda kalau masih single, kita bisa menyusun schedule sesuai kemauan kita, dan hal itu kemungkinan kecil bisa meleset(karena ga ada recoki). Contoh aja : Kalau sist udah menikah, kemungkinan besar, pasti ada rencana jadwal pribadi sist yang kemungkinan besar bisa meleset, entah karena hambatan kepentingan anak, suami yang tiba" bentrok dengan jadwal itu. Memilih untuk  hidup berpasangan ga gampang, kalau mau bahagia harus jadi "Satu Daging" dan kalau mau tetap langgeng dan bahagia, semuanya memilih arah yang sama, yaitu meneladani Kristus (Tapi dalam kenyataan susah khan, makanya berpikirlah dulu  dengan matang sebelum ambil keputusan tersebut).

    Salam Damai sist...

    Tuhan memberkati...

    KATHARINA781 tulis:

    Kalo soal waktu, single ataupun sudah menikah pasti merasakan waktu itu sangat berharga. Ada tipe orang memang yg selalu butuh waktu lama untuk mempertimbangkan. Seberapa cepat seseorang mengambil sebuah keputusan bukan (hanya) ditentukan krn dia sudah menikah atau tidak. Saat situasi yg urgent biasanya orang (akan) bereaksi dgn cepat. Seberapa cepat bisa berbeda dan juga bisa jadi berbeda lagi dr sisi yg menilainya krn pertimbangan subjektif masing2 pengamat.

    ASTRI606 tulis:

    Rasanya sependapat dengan mas Ronny, setelah menikah lbh banyak keputusan praktis yg diambil. Krn waktu sangat berharga bagi orang-orang yg sudah berkeluarga. Waktu terasa begitu cepat berlalu, sayang kl dilewatkan dengan berpikir terlalu lama. Hehehe..

    Contohnya ya itu tadi.. rute mana yg sebaiknya dipilih saat mengantar anak sekolah.

    #halah...bicara apa saya ini :-D

  • ASTRI606

    17 Maret 2018

    RONNY542 tulis:

    Sist, kalau saya lihat disini maksud TS, kalau sudah menikah kita sudah tidak bisa berpikir/berencana sesuai keinginan di dalam otak kita, tetapi sudah dipengaruhi keadaan yang mendesak, karena ada tuntutan dari anak, istri atau suami. Beda kalau masih single, kita bisa menyusun schedule sesuai kemauan kita, dan hal itu kemungkinan kecil bisa meleset(karena ga ada recoki). Contoh aja : Kalau sist udah menikah, kemungkinan besar, pasti ada rencana jadwal pribadi sist yang kemungkinan besar bisa meleset, entah karena hambatan kepentingan anak, suami yang tiba" bentrok dengan jadwal itu. Memilih untuk  hidup berpasangan ga gampang, kalau mau bahagia harus jadi "Satu Daging" dan kalau mau tetap langgeng dan bahagia, semuanya memilih arah yang sama, yaitu meneladani Kristus (Tapi dalam kenyataan susah khan, makanya berpikirlah dulu  dengan matang sebelum ambil keputusan tersebut).

    Salam Damai sist...

    Tuhan memberkati...

    Hohoho... Dijelaskan dengan baik oleh bro Ronny

    Tepat sekali seperti itu maksud saya, sist Katharina ;-)

  • LOWIS493

    17 Maret 2018

    YUDISAJA095 tulis:

    Jika saya melihat, mereka yang lama menjadi single dominan menjadi seperti pemikir atau katakanlah filsuf yang berhubungan dengan cinta, asmara, pernikahan, dan semacamnya, entah itu pria ataupun wanita yang biasanya diwujudkan dalam bentuk opini atau argumentasi

    Jika sudah menikah, terlihat seperti sudah tidak banyak jadi pemikir lagi, tapi sudah sibuk dengan rutinitas rumah tangga, atau sudah bahagia dengan pasangan

    Bagaimana menurut anda, apakah anda setuju?

    Jika iya, apakah anda menemukan kebahagiaan sebagai seorang single juga sekaligus pemikir? Jika iya kebahagiaan apa yang anda dapatkan

    Tujuan thread ini sebagai bentuk refleksi bersama aja hehehe

    Klo masih single lebih banyak teori yg muluk2, tp masih lebih baik karna belum salah pilih jodoh, mudah2an dapet jodoh yg terbaik sebagai ph yg berkenan pd Tuhan.

  • CIEDIE549

    17 Maret 2018

    Rasanya bukannya menikah atau single yg butuh keputusan praktis. Keputusan praktis didasari oleh tanggung jawab, dalam pelayanan, keluarga (ortu, kakak2 kalo yg buat single), pekerjaan, dll.

    saya akan mencari rute lebih singkat dan moda transportasi yg cepat dan aman untuk menyingkapi macetnya ibukota. Manatahan berlama2 di jalan. Analoginya mungkin sedikit kurang pas. :-)

    ASTRI606 tulis:

    Rasanya sependapat dengan mas Ronny, setelah menikah lbh banyak keputusan praktis yg diambil. Krn waktu sangat berharga bagi orang-orang yg sudah berkeluarga. Waktu terasa begitu cepat berlalu, sayang kl dilewatkan dengan berpikir terlalu lama. Hehehe..

    Contohnya ya itu tadi.. rute mana yg sebaiknya dipilih saat mengantar anak sekolah.

    #halah...bicara apa saya ini :-D

  • 17 Maret 2018

    Mungkin maksud sist Astrid itu keputusan praktis yang spontan(bukan bak filsuf), karena tuntutan yang sangat memaksa. Kalau dalam melayani ortu, bisa aja kita agak cuek dan mengalihkan ke saudara" kita yang lain (artinya keputusan praktis dan spontan itu hanya suatu pilihan/bisa iya bisa tidak). Pikiran seorang filsuf itu idealis/teoritis dan agak cenderung ego, makanya hal itu kemungkinan besar akan terkikis jika sudah menikah, kalau tetap mempertahankan sifat filsufnya itu, jangan" nanti RT nya ga bisa bertahan lama (Makanya harus jadi "Satu Daging", egonya dilepaskan), melebur dalam tujuan bersama untuk mempertahankan keutuhan RT nya demi kebahagiaan bersama. Sesuai dengan konteks topik ini (Filsuf, cinta dan asmara), single masih bisa kita teoritis, kalau sudah double terpaksa harus jadi praktisi (Kenyataan di lapangan nanti bisa jadi sering berbeda dengan teorinya...hehehe).

    Salam Damai sist...

    Tuhan memberkati...

    CIEDIE549 tulis:

    Rasanya bukannya menikah atau single yg butuh keputusan praktis. Keputusan praktis didasari oleh tanggung jawab, dalam pelayanan, keluarga (ortu, kakak2 kalo yg buat single), pekerjaan, dll.

    saya akan mencari rute lebih singkat dan moda transportasi yg cepat dan aman untuk menyingkapi macetnya ibukota. Manatahan berlama2 di jalan. Analoginya mungkin sedikit kurang pas. :-)

51 – 59 dari 59    Ke halaman:  Sebelumnya  1  2  3Kirim tanggapan