SHARE KISAH MENDAPATKAN PH
-
6 Juni 2018
Ini kisah inspiratif menurut saya buat bahan perenungan, terima kasih.
Part 1 :
Dua belas tahun yang lalu aku pertama kali bertemu dengan Astri. Kami bertemu di pelatihan asisten laboratorium di sebuah universitas.
Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang menawan dan supel. Mudah berteman dengan siapa saja bahkan tidak canggung untuk mengajakku bercanda, seorang yang pendiam dan kaku ๐.
Hari demi hari berlalu dan takdir mengizinkan kami untuk sering bertemu. Kami melalui masa pelatihan tersebut dengan baik dan secara kebetulan dipercayakan untuk mengajar mahasiswa bersama.
Hampir setiap hari kami selalu bersama, tidak berdua, namun juga bersama-sama teman lainnya. Kuliah bersama, makan siang bersama hingga bekerja bersama. Kami menjadi sahabat yang saling mendukung dan menghibur.
Dia seorang wanita yang ceria dan tulus. Tidak pernah sekalipun aku merasakan bahwa ia menginginkan suatu hal yang buruk terjadi pada orang lain โบ.
Kami sering mengobrol bersama dan aku mengenalnya sebagai seorang yang baik hati terutama pada anak-anak. Dia sangat mudah menarik hati anak-anak kecil, hal tersebut kulihat jelas ketika kami pernah berkunjung ke sebuah panti asuhan untuk tugas kuliah.
Tidak hanya supel dengan orang lain, aku pun banyak belajar darinya bagaimana ia begitu mencintai keluarganya dan bagaimana ia menunjukkan rasa sayangnya pada orang tua serta saudaranya.
Tanpa sadar keberadaan dia selalu ada mengisi hari-hariku. Aku mulai tertarik dengannya. Keberadaannya membuat diriku selalu bersemangat, optimis dan semakin dewasa ๐.
Akan tetapi sebagai orang yang sulit berteman dengan wanita, aku tidak berani menunjukkannya ketertarikanku.
Selama aku berteman dengannya, aku selalu mengamatinya ketika ada pria yang dekat dengannya. Aku berpura-pura tidak peduli, namun sebenarnya aku mulai was-was dan galau jika berpikir mungkinkah dia tertarik dengan pria tersebut.
Ia pernah bercerita padaku ketika ada seorang pria yang berusaha mendekatinya dan membuatnya tidak nyaman. Aku berusaha terlihat cuek tapi sebenarnya hatiku cemburu sekaligus khawatir juga. Bagaimana jika ia tahu aku juga mendekatinya, dan akhirnya dia pun merasa tidak nyaman?
Aku tidak punya pengalaman menjalin cinta dengan wanita sebelumnya, karena itu aku tidak tahu bagaimana seharusnya aku melangkah untuk lebih dekat dengannya ๐.
Seiring berjalannya waktu, aku telah menganggapnya sahabatku. Hingga pada akhirnya tibalah masa semester akhir di perkuliahan.
Aku semakin khawatir. Kupikir jika kami sudah lulus kuliah, bisa-bisa kami berpisah dan aku kehilangan kesempatan untuk bisa bersamanya lagi ๐ข.
Apakah ini saatnya bagiku untuk menyatakan cinta dan mengajaknya berpacaran? Berpacaran itu ngapain saja sih? Kakakku dan teman-temanku sudah menjalaninya, apakah aku bisa? Aku bingung, malu sekaligus takut. Haha ๐ณ
Hingga pada akhirnya aku membulatkan tekadku. Aku harus menyatakan cinta dan mengajaknya berpacaran.
Ketika itu, alasan yang membuatku membulatkan tekad hanya sebuah pemikiran sederhana. Aku tidak ingin menyesal jika ketika kami sudah lulus dan terpisah karena kesibukan masing-masing, tiba-tiba aku melihatnya dekat dengan pria lain.
Terlebih lagi aku tidak siap jika membayangkan dia akan menikah dengan seseorang dan memberiku undangan pernikahannya ๐ฑ.
Kupikir, lebih baik terjun menghadapi ketakutan daripada menyesal nantinya.
Setelah mencari waktu dan tempat yang tepat, kuajak dia mengobrol berdua di situ. Lokasinya di lantai teratas gedung kampus kami yang saat itu sepi dan tidak digunakan, hanya ada tukang pel yang mondar-mandir.
Ketika berdua dengannya, aku tidak bisa berbicara apa-apa. Aku hanya diam, gugup dan cengar-cengir ketika dia bertanya, "mau bicara apa?"
Setelah diam agak lama dan memantapkan hati, aku mulai berbicara.
"hmm, kita udah kenal cukup lama kan, 2 tahun.."
"Selama dua tahun ini kita udah sering bersama-sama, seneng bareng dan pusing bareng.. Hmmm"
Aku bingung bagaimana melanjutkan kalimat-kalimat berikutnya hingga akhirnya bisa menyatakan cinta ๐ท.
Kulihat wajahnya terdiam dan terlihat muram. Perasaanku mulai tidak enak.
"kita kan kenal sudah cukup lama.. " sahutku mengulang dan berputar-putar.
"aku mau punya hubungan yang lebih serius lagi sama kamu. Gimana?"
"ngga", jawabnya.
Jantungku serasa lepas, "maksudnya?".
"ngga bisa", jawabnya pelan dan tegas.
"lho kenapa?" tanyaku seakan tak percaya.
"ya pokoknya ngga", sahutnya mengakhiri pembicaraan.
Jantungku berdetak kencang, tidak tahu apa yang harus dilakukan dan kehabisan cara untuk memaksakan kehendakku ๐ฑ.
Hari itu aku pulang dengan hati berkeping-keping. Seumur-umur aku belum pernah gagal mendapatkan apa yang aku inginkan. Tapi giliran aku memutuskan sesuatu untuk masa depanku, aku gagal.
Malam itu bantal dan guling basah dengan air mataku yang belum pernah keluar lagi sejak masa kanak-kanak ๐ญ๐ญ.
6 Juni 2018 diubah oleh EPRI060
-
6 Juni 2018
Part 2 :
Malam itu aku meneleponnya hingga dini hari. Sejak pertama kali aku mengenalnya dan menyatakan cinta, inilah momen pertama aku meneleponnya untuk mengobrol. He he ๐
Aku meminta padanya untuk mempertimbangkan keputusannya. Untuk memberikanku kesempatan.
Dia tetap menolak tanpa alasan yang bisa kumengerti. Akhirnya karena aku cukup keras kepala, aku memaksanya untuk tidak memberikan jawaban terburu-buru.
Satu hal yang kudapat darinya ialah ia hanya berniat menjalin hubungan serius jika ia siap menikahi pria tersebut. Waktu itu aku belum berpikir ke arah sana, aku hanya menyatakan cinta karena tidak ingin berpisah dengannya. Aku belum cukup dewasa untuk memiliki pandangan demikian.
Aku memberikannya waktu satu bulan untuk memberikan jawaban yang pasti (padahal menurut dia, jawabannya sudah bulat). Ha ha. Aku tidak terima ditolak mentah-mentah tanpa dipertimbangkan 1000 kali lagi ๐ .
Balasan diam tanpa argumennya kuanggap sebagai persetujuan, dan kuakhiri percakapan malam itu segera, sebelum dia tiba-tiba berubah pikiran ๐.
Kemudian hari-hari berlalu, dan setelah satu bulan, jawabannya tetap sama ๐ .
Tapi aku tetap bertekad untuk menarik hatinya. Sejak saat itu aku lebih sering memberi perhatian padanya dan tetap beraktivitas seperti biasa bersama dia dan teman-teman lainnya.
Bulan demi bulan berlalu dan pada akhirnya kami melewati masa skripsi. Kami saling memberi dukungan, bercanda dan bersenang-senang seperti biasa.
Meskipun kami sudah menyelesaikan kuliah kami, namun kami tetap beraktivitas bersama karena kami masih terikat kontrak kerja di kampus.
Karena tinggal menunggu masa habisnya kontrak kerja, aktivitas kami jauh berkurang. Hari-hari tanpa kesibukan mulai membuat pikiranku gundah lagi akan kepastian hubungan kami ๐ฉ.
Saat itu meskipun hubungan kami hanya sebatas sahabat, tapi bagiku dia tetap wanita yang kucintai dan ingin kumiliki. Tanpa pertimbangan lain, tanpa keraguan. Aku menutup hatiku dari wanita lain sepenuhnya dan hanya dialah wanita yang kuberi perhatian penuh.
Aku tidak ingin bermain-main dengan ucapanku. Jika aku dulu menyatakan cintaku padanya, masakan beberapa bulan kemudian sudah pindah hati?
Bagiku kualitas seorang pria salah satunya dilihat dari integritasnya dalam memegang perkataan ๐. Jika ya, katakan ya dan jika tidak, katakan tidak.
Akhirnya waktu tersisa kira-kira satu hingga dua bulan lagi sebelum kami keluar dari tempat kerja ini dan melanjutkan kehidupan masing-masing.
Lagi-lagi aku menginginkan sebuah kepastian dari perjuanganku. Berdasarkan tips dari sebuah buku tentang dating, aku mengajaknya untuk memikirkan ulang mengenai kelanjutan hubungan kami.
Dengan cara, kami saling memutuskan komunikasi selama satu bulan. Selama masa itu, aku ingin dia merenungkan baik-baik keputusan yang ingin dia ambil. Tentu saja aku sangat berharap, dia berubah pikiran setelah mempertimbangkan masak-masak ketulusanku ๐.
Dia setuju dengan ideku. Mulai hari itu, kami tidak berkomunikasi sama sekali ๐.
Mudah direncanakan dan diucapkan, nyatanya sangat berat untuk dilakukan.
Hari-hariku terasa sangat berat. Rasanya rindu dan gelisah. Makan susah, tidur susah. Mendengar suaranya dan mengetahui kabarnya, apa yang sedang ia lakukan dan pikirkan, sudah seperti candu ๐ซ.
Rasanya aku tidak percaya apakah aku sanggup melewati masa satu bulan ini. Tambah lagi, aku terus memikirkan apakah ia mau melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius atau tidak.
Minggu pertama terlalui, minggu kedua pun dapat dilewati. Minggu ketiga, tepatnya hari ke 19, dia menghubungiku untuk bertemu ๐ฎ.
Aku terkejut dan tidak menyangka akan hal ini. Kunaiki motorku dan aku segera melaju ke kos nya. Kami duduk dan berbincang di teras.
Yang kutakutkan terjadi lagi, ia meminta maaf padaku dan berkata bahwa ia tidak mau melanjutkan hubungan ini. Dia tidak ingin menunggu sebulan sehingga memberiku harapan berlebih. Alasannya tetap sama, belum waktunya.
Aku tidak terlalu terkejut sebenarnya, aku terdiam dan kemudian seperti biasa, memintanya untuk memikirkannya lagi ๐.
Keputusannya sudah bulat. Dia meminta maaf karena dia tetap mengambil keputusan untuk menolak pernyataan cintaku.
Aku terdiam sejenak dan merenung, apalagi yang bisa kulakukan?
Aku tidak mau menyerah. Aku bertekad akan menunjukkan padanya bahwa tidak ada pria lain yang lebih tepat untuk menjadi pasangannya selain diriku.
Meskipun, setelah kami terpisah dari tempat kerja ini, dia akan kembali ke daerah asalnya dan aku harus menempuh puluhan kilometer untuk menemuinya. Aku tidak mau putus asa.
Tanpa kusangka, jika pada proses berikutnya, aku akan sampai pada titik berserah, hampir semua saran yang kudapat ialah untuk melepaskannya dan pihak keluarganya justru mengenalkannya pada pria lain.
-
6 Juni 2018
Part 3 :
Masa kerja di kampus sudah selesai. Aku dan Astri akhirnya terpisahkan oleh jarak dan kesibukan masing-masing.
Aku masih berkomunikasi dengan baik dengannya. Tetap sebagai sahabat ๐.
Pada awalnya tempat kerja kami tidak terlalu jauh, aku di Kuningan dan dia di Sudirman. Sekali-kali aku menawarkan mengantarnya ke tempat kerja dengan alasan searah.. (modus, hehe).
Tapi tidak terlalu lama kemudian, ia memutuskan untuk kembali ke daerah asalnya di Depok. Sedangkan tempat kerjaku juga pindah ke Cikarang.
Aku pun menetap di Cikarang dan pulang ke rumah di Jakarta di hari Sabtu dan Minggu. Hampir setiap hari Minggu, aku berkunjung ke Depok untuk menemuinya.
Semua perjalanan tersebut kutempuh dengan motor bebek yang sudah menemaniku sejak SMA. Perjalanan yang harus kutempuh dari rumahku ke tempatnya hanya sekitar 35 km atau sekitar 2 jam perjalanan ๐. Fyuh.
Walaupun demikian, kami hampir tidak pernah berjalan-jalan berduaan. Selain karena keterbatasan waktu, aku pun tetap menjaga batasan sebab kami belum menjadi sepasang kekasih.
Aku tetap memberikan perhatian penuh padanya melalui telepon atau sms. Kami saling sharing apa saja yang kami alami dan apa yang kami pikirkan.
Akupun selalu berusaha menyenangkan hatinya misalkan dengan memberinya kejutan kiriman bunga pada hari ulang tahunnya. Atau membelikannya makanan dari Jakarta untuk mengobati rasa kangennya terhadap makanan kesukaannya ๐ณ.
Seiring berjalannya waktu, kedewasaanku pun bertumbuh. Aku mulai mengerti alasan mengapa dia belum menerimaku sebagai pasangan.
Setiap wanita membutuhkan rasa aman akan masa depannya. Aku perlu menunjukkan dahulu kepadanya bahwa aku sanggup menjadi pemimpin dalam hidupnya kelak.
Apakah aku cukup bijaksana dalam mengambil keputusan? Apakah aku dapat memegang tanggung jawab di pundakku? Bagaimana responku dalam mengatasi tekanan dari tanggung jawab tersebut? Hal tersebut tentu terlihat dari perjalananku di dunia kerja ๐.
Bagaimana hubunganku dengan keluargaku? Apakah hal tersebut membuatnya merasa aman? Sebab demikianlah aku akan memperlakukan dirinya kelak jika menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Bagaimana pandanganku tentang keluarga yang baik nantinya? ๐ช
Apakah aku cukup bijaksana dalam hal keuangan? Bagaimana prinsipku dalam menyimpan dan menggunakan uang? Bagaimana pandanganku tentang biaya hidup kelak๐ฐ.
Bagaimana karakterku ketika menghadapi konflik? Apakah aku memiliki emosi yang tidak stabil? Apakah aku cukup dewasa untuk mengakui kesalahanku dan berubah menjadi lebih baik? ๐
Bagaimana komitmenku untuk menjalankan kesepakatan bersama? Apakah aku menganggap penting kesepakatan yang kami tentukan bersama-sama?
Hal yang terpenting, bagaimana hubunganku dengan Tuhan? Apakah aku memiliki kedewasaan rohani yang cukup? Apakah aku mampu menuntun dirinya kelak dalam jalan Tuhan? Apakah aku tetap berpegang pada Tuhan dalam masa-masa yang sulit? ๐
Semua hal tersebut tidak akan bisa diketahui dalam waktu singkat.
Dan jika melihat diriku tahun lalu, tentu saja kualitas diriku sangat rendah untuk bisa memenuhi kriteria layak menikah. Bagaimana mungkin kamu berani berkomitmen menikah dengan seorang yang belum dewasa?๐ฑ
Berani menikahi seseorang berarti siap menjalani hidup bersamanya seumur hidup. Baik dalam suka maupun duka. Dalam kondisi apapun. Tanpa jalan keluar. Tanpa kata menyerah. Begitulah prinsip yang ia pegang.
Hidup bersama segala hal yang baik tentang dirinya mungkin mudah dan menyenangkan. Tapi apakah kamu siap hidup bersama dengan segala kekurangannya? Setiap hari?
Bagaimana kamu bisa mengetahui kekurangannya jika kamu hanya mengenalnya sebentar?
Semaksimal mungkin, kami ingin mengenal segala hal tersebut sebelum kami berkomitmen untuk menikah.
Ketika kami memutuskan untuk berpacaran, itu bukan lagi masa untuk saling mengenal hal-hal yang sepele. Melainkan itu adalah masa untuk mempersiapkan pernikahan.
Karena mempersiapkan pernikahan pun bukan hal yang sederhana. Selain mulai melibatkan keluarga besar, segala persiapan kebutuhan hidup pun banyak yang perlu dipikirkan.
Bagaimana rasanya jika kamu sudah merencanakan tempat tinggal jika kamu masih tidak bisa menerima karakternya yang kurang?
Demikianlah kami berusaha semakin mengenal satu sama lain sambil mempertimbangkan apakah kamu yakin mau menikahinya?
Namun demikian, hubungan kami tidak sepenuhnya damai. Sebagai sahabat, terkadang kami pun bertengkar. Tidak hanya sekali dua kali, namun sering ๐ข.
Ketika itu egoku masih tinggi. Seringkali aku merasa ingin perjuanganku lebih dihargai. Kadang aku menuntutnya untuk mengikuti keinginanku, dengan dalih aku sudah melakukan lebih demi dirinya ๐ก.
Hingga suatu waktu, kami konflik. Aku sudah lupa konflik mengenai apa. Kutanya istriku saat ini, ia pun juga sudah lupa ๐. Saat itu aku merasa kesabaranku sudah mencapai batas.
Selama proses mengenalnya tersebut ("mengejar" tepatnya ๐), aku mulai merasakan kelelahan fisik dan juga mental. Kupikir, mau sampai kapan aku berusaha mendekatinya? Terlebih jika ternyata pada akhirnya dia tetap menolakku, bukankah waktu kami selama bertahun-tahun terbuang sia-sia dengan orang yang salah?
Berulang kali aku menyatakan cinta lagi dan mengajaknya berkomitmen, melalui obrolan ringan, tetap selalu ditolak.
Sehingga dalam suasana konflik tersebut, aku memaksanya mengambil keputusan tegas. Setelah segala proses yang sudah kami lewati, aku memintanya untuk menentukan, lanjut atau tidak. Perbedaannya kali ini, aku juga akan turut mempertimbangkan ulang keputusanku.
Aku mengajaknya untuk merenungkan keputusannya selama 40 hari, tanpa komunikasi. Agar keputusan kami netral, hasil pertimbangan yang masak dan bukan karena aku merayunya setiap hari.
Masa tersebut dapat kami gunakan untuk merenung, memantapkan hati, berdoa dan meminta masukan dari para sahabat masing-masing yang mungkin lebih bijak.
Demikianlah kami sepakat untuk menjalani masa perenungan tersebut untuk mengambil keputusan besar bagi masa depan kami ๐.
Pada saat-saat tersebutlah keteguhan dan kesiapan hati kami sama-sama akan mengalami ujian.
-
6 Juni 2018
Part 4 :
Akhirnya aku dan Astri menjalani masa perenungan kami (lagi) akan kelanjutan hubungan ini.
Setelah dua tahun sejak aku menyatakan cinta padanya pertama kali, hingga saat ini aku masih belum berhasil mendapatkan hatinya ๐ฅ.
Diliputi dengan rasa frustasi, aku pun menjadikan masa perenungan ini bukan hanya untuk menunggu keputusannya, melainkan ini menjadi saat dimana aku juga mempertimbangkan ulang keputusanku.
Apakah aku yakin ingin tetap berjuang untuk menikahinya? Jika ia masih menolakku? Berapa lama lagi aku harus berjuang? Sebab untuk bertemu dengannya saja, aku harus merelakan waktuku satu hari penuh karena jarak ๐ฑ.
Prinsipku ialah lakukan, atau tinggalkan sama sekali. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam berjuang. Misalkan aku jarang menemuinya, tidak memprioritaskannya dan tidak menghampirinya, ternyata dia memilih pria lain, tentu saja semuanya menjadi sia-sia dan hanya ada penyesalan yang tertinggal.
Kuhubungi beberapa sahabatku untuk meminta pendapat. Komentar mereka tentu saja bervariasi.
"tinggalin aja bro, masih banyak cewek yang lain.." ๐
"loe harus tentuin batas waktunya bro, jangan habisin waktu loe digantung terus.."๐
"serius loe?? Gila!"๐ฑ
"kalau info yang gue dapet, dia emang ga mau sama loe bro.."๐
"doakan saja bro.."๐
Hampir semuanya melemahkan semangatku untuk melanjutkan perjuangan ini. Kecuali saran yang satu ini:
"menurutku, wanita yang tidak mudah menerima cinta dari seseorang justru sebenarnya wanita yang sangat berkualitas. Karena dia pasti serius ketika sudah mengatakan YA. Demikian juga dia akan serius mencintai kamu nanti". ๐
Demikianlah kira-kira berbagai masukan yang kudapat.
Minggu pertama, hari-hari terasa begitu berat, persis seperti dua tahun yang lalu. Makan susah, tidur susah, sering melamun๐.
Hingga suatu waktu, aku terhenyak ketika menyadari suatu hal. Jika hasratku untuk memiliki dirinya membuatku begitu frustasi, bukankah berarti aku telah memberhalakan "keinginan untuk memiliki dirinya"? Menempatkan hal tersebut lebih daripada hal-hal lain yang lebih utama ๐ฎ.
Terlebih lagi itu berarti aku tidak mempercayakan masa depanku pada Tuhan. Jika memang ia yang dipersiapkan Tuhan untukku, suatu saat kami pasti akan bersama. Jika memang bukan, cepat atau lambat aku harus menerima kenyataan untuk melepaskannya๐.
Kurasa aku sudah melakukan bagianku, kini saatnya untuk berserah pada hasilnya, dan lebih baik kuhabiskan energiku saat ini untuk hal-hal yang lebih penting di depan mataku.
Aku berusaha fokus dan maksimal di pekerjaanku. Aku tak membiarkan pikiran tentang hubunganku dengan dia membuatku lemah. Kukerjakan semua bagian pekerjaanku sebaik-baiknya.
Aku berusaha membangun hubungan dengan keluargaku lebih baik lagi. Aku tidak ingin kegalauanku merenggangkan hubunganku dengan mereka.
Aku berusaha tetap fokus dan maksimal dalam kegiatan pelayanan kerohanian. Kujalani segala tanggung jawab pelayanan sambil tetap saling membangun dan memotivasi sahabat-sahabat lainnya di komunitas rohaniku.
Dan satu hal yang harus kuputuskan, apakah aku akan tetap berjuang jika ia masih menolakku? Jawabannya adalah.. YA!๐
Kenapa? Karena menurutku hanya dialah pribadi yang cocok untuk menemaniku seumur hidupku. Simple kan? Aku suka jika melihat ia senang dan jika aku bukan pasangannya, tentu aku tak bisa melihatnya senang terus menerus. ๐
Tentu saja bagiku ia sudah melampaui segala kriteria istri yang baik dan aku bersedia menerima segala kekurangannya seumur hidupku.
Lagipula mengejar cintanya selama bertahun-tahun lagi rasanya tak akan membuatku mati. Aku masih memiliki banyak tenaga lagi untuk itu. Sampai 100 episode penolakan, kejar tayang pun, siap kujalani ๐.
Aku akan tetap berjuang hingga waktunya tiba ketika ia mungkin memilih pria lain.
Jika memang dia bukan untukku, kini aku pun rela untuk melepaskannya. Paling tidak aku sudah berjuang semaksimal mungkin dan mempercayakan masa depanku di tangan Tuhan. Sehingga kalau dia bukan untukku, pasti ada rencana yang lebih baik untuk masa depanku.
Setelah merenungkan hal ini, pikiranku terasa lebih jernih dan nafasku terasa lebih 'plong'. He he. ๐
Sisa hari-hari dari masa perenungan tersebut kulalui dengan lebih ringan.
Bahkan aku merasa banyak kemajuan dalam segala hal tersebut karena aku melakukannya sepenuh hati. Tak sedikitpun aku galau memikirkan keputusannya nanti.
Dalam keadaan berserah, aku sudah siap menjalani apapun keputusannya.
Jauh setelah masa ini, aku baru mengetahui bahwa saat ini, dia dipertemukan dengan seorang pemuda di rumahnya. Orang tuanya ternyata khawatir akan jodoh anaknya sehingga mereja mengenalkannya dengan anak kenalannya. Singkat cerita, mereka berkenalan, namun tak pernah berlanjut. Mungkin suatu saat Astri punya kisahnya sendiri terkait hal ini ๐.
Akhirnya hari yang kami sepakati pun tiba. Proses perenunganku sudah selesai. Kini saatnya aku menyiapkan segala amunisi untuk melakukan 'penembakan' ๐.
Banyak pandanganku yang sudah berbeda dibanding dua tahun lalu. Kini aku bukan hanya ingin mengajaknya berpacaran. Aku akan mengajaknya menikah ๐.
Aku menyiapkan rangkaian kalimat yang akan kusampaikan, kucorat-coret beberapa poin penting dalam catatanku.
Siap atau tidak siap, saatnya melakukannya..
-
6 Juni 2018
Part 5 (END) :
Tanggal yang ditentukan pun tiba. Aku mengunjungi Astri pada malam hari sepulang kerja.
Malam itu cerah, agak macet seperti biasa. Aku mengendarai motorku dari Kuningan, menyusuri jalan Pasar Minggu, Lenteng Agung, hingga sampai di Depok ๐.
Perjalanan selama dua jam terasa begitu cepat, karena pikiranku terus berputar mempersiapkan apa yang hendak kukatakan nanti.
Seperti biasanya, aku datang menjemputnya di ITC Depok.
"mau makan apa?" tanyaku.
"terserah".
Baiklah, aku mencari rumah makan yang kira-kira enak untuk mengobrol, tapi tidak terlalu mahal. Aku belum familiar dengan daerah sana, biasa kami hanya makan di kaki lima.
Kutanya lagi, "mau makan dimana?". Dia jawab lagi, "terserah".
Akhirnya kupilih rumah makan kecil di pinggir jalan daerah Margonda. Kini aku menyesal memilih tempat itu. Tempatnya sangat tidak romantis dan banyak orang lalu lalang di samping meja ๐ข.
Kami duduk dan memesan makanan. Aku mengawali pembicaraan dengan senyuman canggung.
"gimana, sudah ada jawaban? Sudah doakan dan konsultasi belum?" tanyaku retorik.
Dia hanya tersenyum ๐.
Aku langsung melanjutkan pembicaraan.
"Selama sebulan ini aku sudah doakan dan pikirkan baik-baik. Aku sudah memutuskan, apapun keputusan kamu, aku akan tetap menunggu kamu".
"Aku mau kamu percaya, kalau kamu jadi pasanganku, masa depan kamu aman bersamaku".
"Aku tidak ingin coba-coba. Ketika kita jadi pasangan, berarti kita langsung mempersiapkan pernikahan". ๐
Kemudian aku grasak-grusuk, sibuk mengeluarkan buku catatanku.
Aku menunjukkan rencana masa depanku padanya sambil menjelaskan isi coretanku.
Mungkin orang-orang di sekeliling berpikir aku sedang memprospek produk. Ya, seperti itulah kelihatannya ๐.
Aku memang sedang memprospek seseorang untuk menginvestasikan hatinya padaku ๐.
Aku menunjukkan padanya timeline rencana pernikahan kami.
"Jika kita mempersiapkan pernikahan dari sekarang, berarti kita akan menikah tahun 2011, mungkin sekitar akhir tahun".
Tabunganku saat itu memang tidak akan cukup. Tapi seperti menawarkan business plan, aku menawarkan marriage and life plan. Berapa perkiraan biaya yang akan kutabung dan perkiraan penghasilanku kelak.
"Untuk tempat tinggal, aku berani menjamin kita ga akan tinggal di kolong jembatan. Biaya kontrakan kira-kira segini dan aku yakin bisa memenuhinya".
Bahkan aku merencanakan berapa anak yang kuinginkan dan perkiraan waktunya ๐ช.
Aku juga merencanakan kapan keluarga kami kelak akan membuka usaha dan bagaimana visiku terhadap usaha tersebut.
Demikian juga kehidupan kerohanian yang akan kami jalani dan gambaran hidup yang akan kami lewati bersama.
"Sekarang mungkin semua rencana ini hanya impian, tapi aku percaya jika kita doakan dan usahakan, pasti bisa tercapai satu demi satu. Bahkan bisa jadi lebih baik yang kita harapkan"๐.
Makanan sudah datang, tapi kami tidak bernafsu makan. Pastinya, dia tidak suka dengan makanan di tempat itu..
"Kalau kamu jadi pasanganku, aku berjanji akan menjagamu, menjaga masa depanmu, menjaga dirimu".
Aku mau membuktikan padanya bahwa aku mencintainya dengan tulus, bukan hanya karena fisik, bukan karena hasrat duniawiku.
"Aku berkomitmen ketika kita menjadi pasangan, aku akan menjaga tubuhmu.. hingga kita menikah nanti. Aku tidak akan menyentuh, bahkan seujung jaripun, dirimu".
Bagiku, berpacaran bukan masalah kedekatan fisik. Melainkan masalah perbedaan komitmen dengan ketika masa single.
Berpacaran itu bukan sekadar masalah dulu tidak gandengan tangan, lalu kemudian sekarang boleh saling menggenggam tangan hingga berciuman. Bukan itu yang utama.
Bagiku segala hal yang berkaitan dengan kehangatan fisik akan lebih baik jika dilakukan setelah menikah.
Dengan demikian kami percaya bahwa hubungan pacaran yang kami jalani adalah hubungan yang tulus dengan kasih yang murni. ๐
Demikianlah berbagai macam hal yang ingin kutunjukkan padanya bahwa, kamu aman. Masa depanmu aman. Tubuhmu aman, bersamaku.
"Aku sayang kamu. Maukah kamu menjalani hubungan yang lebih serius bersamaku?"
Dia hanya tersenyum,
dan mengangguk.. ๐
Aku pun tersenyum seakan tak percaya.
Kutanya lagi,
"Jadi kita pacaran sekarang?" ๐
dengan bahasa yang lebih membumi. Daripada aku salah paham, ya kan?
Sekali lagi ia mengangguk dan tertawa kecil,
"iya ๐", katanya.
Aku pun menyengir seperti kuda ๐.
"Gimana menurut kamu? Kenapa kamu bisa jawab iya? Sebulan kemarin kamu sudah doakan dan konsultasi?", tanyaku.
"iya sudah", jawabnya.
Tidak banyak yang ia katakan mengenai alasannya. Namun hal tersebut bukan yang terpenting bagiku.
Aku tidak peduli dengan pergumulannya dan segala alasannya terkait hubungan dengan diriku (kalau terlalu peduli, nanti malah galau ๐), yang kupedulikan dan kupegang sekarang ialah, ia mau menjadi pasanganku dan ini saatnya menata masa depan bersamanya.
"habisin dulu makannya, nanti dingin", sahutku.
"ngga ah, gak suka", protesnya.
"Ah! kalau kamu tahu kamu bakal terima aku, kenapa kamu pilih tempat jelek begini!??" kataku protes juga.
"kan kamu yang pilih!" sahutnya tidak terima disalahkan. ๐ก
Demikianlah, kami tidak punya kenangan indah mengenai tempat penembakan ini. Hingga saat ini aku masih menyesal, saat itu aku 80% mengira dia akan menolakku. Kalau tahu dia akan menerimaku, akan kupilih makan di tempat yang agak mewah dan memorable ๐ฅ.
"Habis ini aku ke rumahmu ya, aku mau minta izin sama orangtuamu", kataku.
Setelah itu aku mengantarnya ke rumahnya, itulah saat pertama aku berbicara dua arah dengan ayahnya.
Kusampaikan keinginanku untuk menjalin hubungan serius dengan Astri. Semua berjalan lancar.
Malam itu aku pulang dengan tersenyum...
dan status friendster dan facebook kami sudah berubah menjadi "in relationship" ๐.
Link : www.facebook.com/ronaldkang/po ... hc_location=ufi
[Edit atas permintaan TS]:
Respon dari sang istri bisa dibaca pada halaman 4: www.jodohkristen.com/topic/3587/4/
29 Juni 2018 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
6 Juni 2018
๐๐๐๐
-
6 Juni 2018
selamat yaa.... perjuangan kamu, kesetiaan kamu, dan berserah terus kepada tuhan itu ndk ad yng sia2.... mukjizat tuhan pst sll ad dan trjdi jika orng trsbut tetap percaya dan tetap bersekutu dengan tuhan...
๐๐๐๐
-
6 Juni 2018
Maafkan sy kl ada kisah yg terlewat.
Dan maafkan kl saya terkesan lancang. Tapi ijinkan saya bertanya.
Trus, pacarnya msh hidup kan?
Kalau masih in relationship, knp TS nyangkut di JK?
-
6 Juni 2018
Dan status kamu single, sedang mencari hubungan serius.
Maaf.. Maaf banget loh..
Mungkin ada part cerita yg terlewat oleh saya.
6 Juni 2018 diubah oleh MEI525
-
6 Juni 2018
Ooo... Cuman kisah org lain yaaaa?? Kirain beneran kisah kamu.
Maaf yaaa.... Baru liat detil FB yg km share. Kirain fb kamu pribadi
-
6 Juni 2018
Tuh kan bukan cm saya aja yg misscom. Kirain kisahnya TS
SELVIACHEN538 tulis:
selamat yaa.... perjuangan kamu, kesetiaan kamu
oke.. Silahkan dilanjutkeun
6 Juni 2018 diubah oleh MEI525
-
6 Juni 2018
Aduh,,,,puaaaannjaaaaannngggg banget,jadi bingung ngebacanya,
-
6 Juni 2018
panjang, tapi menarik dibaca....thanks for sharing
-
6 Juni 2018
Kaya cerber..tapi worth to read.
-
6 Juni 2018
Panjang euiy
Tapi ngga trasa kan sambil ngemil ๐๐
Thank you ya sudah sharing ๐
Sering sering aja sharing ๐๐
-
6 Juni 2018
Intinya apa ka? ๐
LISBETH921 tulis:
Panjang euiy
Tapi ngga trasa kan sambil ngemil ๐๐
Thank you ya sudah sharing ๐
Sering sering aja sharing ๐๐
-
6 Juni 2018
Pengendalian diri ๐๐๐
HOPE617 tulis:
Intinya apa ka? ๐
-
6 Juni 2018
Skilas inti dari ceritanya :
1. Cintailah pasanganmu dengan tulus
(Bukan si Tulus penyanyi loh ya๐)
2. Jika kamu sudah menjadi pasangan (pacaran) maka kamu harus mempunyai rencana untuk ke jenjang yang lebih serius lagi yaitu pernikahan dan harus mempunyai rencana masa depan bersama keluarga kecilnya kelak.
3. Pasangan itu adalah saling melengkapi dan mau menerima kekurangan dan kelebihannya.
๐๐๐๐ 3 aja ya dulu .... jadi laper lagi kan ๐๐๐๐
6 Juni 2018 diubah oleh LISBETH921
-
6 Juni 2018
LISBETH921 tulis:
Skilas inti dari ceritanya :
1. Cintailah pasanganmu dengan tulus
(Bukan si Tulus penyanyi loh ya๐)
2. Jika kamu sudah menjadi pasangan (pacaran) maka kamu harus mempunyai rencana untuk ke jenjang yang lebih serius lagi yaitu pernikahan dan harus mempunyai rencana masa depan bersama keluarga kecilnya kelak.
3. Pasangan itu adalah saling melengkapi dan mau menerima kekurangan dan kelebihannya.
๐๐๐๐ 3 aja ya dulu .... jadi laper lagi kan ๐๐๐๐
๐ ๐ ๐
-
6 Juni 2018
MEI525 tulis:
Dan status kamu single, sedang mencari hubungan serius.
Maaf.. Maaf banget loh..
Mungkin ada part cerita yg terlewat oleh saya.
Wkwkwkwkwkkwkwwk,,,,,dibiasakan baca dulu sist
-
6 Juni 2018
Selama sebulan ini aku sudah doakan dan pikirkan baik-baik. Aku sudah memutuskan, apapun keputusan kamu, aku akan tetap menunggu kamu".
.....Demikianlah berbagai macam hal yang ingin kutunjukkan padanya bahwa, kamu aman. Masa depanmu aman. Tubuhmu aman, bersamaku.
Mmmmm,,,,,,,nyari calon yg kyk gini di JK ada ga ya? ๐ค๐ค
7 Juni 2018 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
6 Juni 2018
Aku terharu loh bacanya. Panjang sih,, tapi karena doyan baca, jadi gak masalah. Malahan bakal geregetan klo ternyata udah panjang2, penasaran lanjutan ceritanya, trus to be continued. Jedeerrr!!! ๐๐๐๐
Inspiring banget terkait kesabaran dalam berjuang, bergumul, mengandalkan Tuhan dan yang terpenting: intropeksi dan perbaikan diri.
Thanks for sharing.
LISBETH921 tulis:
Panjang euiy
Tapi ngga trasa kan sambil ngemil ๐๐
Thank you ya sudah sharing ๐
Sering sering aja sharing ๐๐
-
6 Juni 2018
Aku kok g mudeng to,
Di facebook kok udah menikah,
Emange ngeshare facebook boleh to?
-
6 Juni 2018
"menurutku, wanita yang tidak mudah menerima cinta dari seseorang justru sebenarnya wanita yang sangat berkualitas. Karena dia pasti serius ketika sudah mengatakan YA. Demikian juga dia akan serius mencintai kamu nanti". ๐
BENAR!
-
6 Juni 2018
Kayak kisah ABG. Aku butuh kisah yg lebih dewasa, lebih berat dan lebih menggigit. Mohon maaf ceritanya datar saja menurutku.