Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Wanita dan kebebasannya...

ForumPersahabatan dan hubungan

1 – 25 dari 48    Ke halaman:  1  2  Selanjutnya Kirim tanggapan

  • 16 Juli 2018

    Dalam konteks hubungan pria dan wanita....

    Awal abad 20, banyak wanita keluar dari penjajahan laki-laki, di Indonesia waktu itu masih banyak perjuangan agar wanita mendapatkan kebebasannya

    Bahkan di amerika kaum perempuan yang lahir sebelum 18 Agustus 1920 di Amerika Serikat yang terkenal dengan demokrasinya, tidak bisa memberikan suara pada pemilu, lantaran di negara itu mereka tidak dizinkan untuk memilih...

    Perempuan menemukan banyak kebebasannya sebagai perempuan di awal abad 20 bahkan hingga saat ini yaitu abad 21

    Ketika perempuan menemukan kebebasannya, menurut anda apa yang dicari perempuan dalam kebebasannya sebagai seorang perempuan?

    Apakah kebebasan perempuan itu tolok ukurnya laki-laki?

    Laki-laki yang bekerja dan berkarier?

    Laki-laki yang bebas ke mana-mana, bebas berpakaian dengan pakaian atau celana apa saja? (Kecuali tempat-tempat tertentu)

    Laki-laki yang bebas memilih dan mencari pasangan dengan subyektivitasnya, memilih kriteria pasangan sesuai yang dimau dan sebagainya?

    Atau apakah kebebasan perempuan adalah tentang ia bebas tidak harus sama dengan laki-laki?

    Jika tidak harus sama dengan laki-laki maka sama dengan siapa?

    Apakah sesuai dengan pikiran dan hati sendirinya?

    Jika dikembalikan ke diri sendiri, maka seberapa banyak akhirnya jatuh kembali menginginkan kebebasan seperti pria itu sendiri?

    Atau apakah wanita itu sebenarnya tidak pernah bebas?

    Atau sebenarnya yang membebaskan perempuan itu sendiri ketika ia jatuh cinta, ia dikuasai cinta itu sendiri?

    Ketika ia mengalami cinta mati kepada seorang pria, ia baru menemukan kebebasannya sebagai perempuan, tidak ada kehendak bebas untuk tidak membuatnya tidak jatuh cinta, jika sudah cinta ya cinta, tidak bisa membohongi diri bahwa ia tidak cinta

    Ketika cinta itu datang, apakah ia baru menemukan makna hidupnya, kebebasannya?

    Jika demikian apakah sebenarnya hati dan pikirannya sendiri yang membelenggu kebebasannya? dan hanya cinta yang bisa membebaskan dirinya dari kebebasannya ingin hidup bebas seperti laki-laki?

    Di atas konteksnya dalam hubungan pria dan wanita

    Secara keseluruhan, kebebasan sesungguhnya hanya di dalam Tuhan, di situlah makna dan kebebasan yang sesungguhnya ada.

    Topik dikontekskan dalam hubungan pria dan wanita karena terlihat ada wanita-wanita yang berideologi feminisme seperti melihat pria sebagai pesaing bukan partner.

    16 Juli 2018 diubah oleh YUDISAJA095

  • ELISA859

    16 Juli 2018

    Menurutku kebebasan wanita,di saat bisa menjadi dirinya sendiri,bebas melakukan segala suatu bagi kebaikan sesama dan bagi kemulyaan Tuhan.

  • 16 Juli 2018

    Bicara kebebasan wanita ya?

    Okay, sekarang zaman nya emansipasi dimana para wanita sudah bebas menyuarakan pendapatnya, bebas untuk berpendidikan tinggi, karir yang tinggi, dan ada yang bebas untuk menentukan bagaimana ia berpakaian.

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Menurut saya kebebasan seorang wanita dimana ia memiliki kesejajaran dengan pihak pria. Tidak menjadikan pesaing namun partner yang saling bekerja sama dan membantu.

    YUDISAJA095 tulis:

    Dalam konteks hubungan pria dan wanita....

    ....

    Topik dikontekskan dalam hubungan pria dan wanita karena terlihat ada wanita-wanita yang berideologi feminisme seperti melihat pria sebagai pesaing bukan partner.

    16 Juli 2018 diubah oleh JODOHKRISTEN

  • HERI771

    16 Juli 2018

    banyak tanda  ??? saya rasa banyak yg binggung .. 😌✌️

    jika dulu mungkin kebebasan wanita dipandang terbatas atau justru dibatasi, terlebih saat saat zaman penjajahan diberbagai negara dan seiring waktu adanya kemerdekaan dinegaranya masing masing, serta adanya iklim demokrasi yg lebih terbuka.

    Dari situ mungkin mereka, baik pria atau wanita khususnya menyadari, bahwa hakekatnya punya kebebasan yg sama, emansipasi mengelora, bahkan setelah perkembangan dan pertukaran informasi yg lebih mudah setelah zaman milenium digital, menambah wawasan pada mereka.

    Yang dicari mgkn sama.. salah satunya derajat, martabat dan kesetaraan...

    Jika kaitan dgn cinta, biar deh para wanita yg menanggapi hehehehe... 🙂✌️

    16 Juli 2018 diubah oleh HERI771

  • 16 Juli 2018

    setuju dengan kaka Sauria ^^

    SAURIA580 tulis:

    Bicara kebebasan wanita ya?

    Okay, sekarang zaman nya emansipasi dimana para wanita sudah bebas menyuarakan pendapatnya, bebas untuk berpendidikan tinggi, karir yang tinggi, dan ada yang bebas untuk menentukan bagaimana ia berpakaian.

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Menurut saya kebebasan seorang wanita dimana ia memiliki kesejajaran dengan pihak pria. Tidak menjadikan pesaing namun partner yang saling bekerja sama dan membantu.

  • LIEZT708

    16 Juli 2018

    Bebas berekspresi. Bebas menjadi diri sendiri. Bebas menyatakan pendapat. Bebas menentukan pilihan: pendidikan, pekerjaan, cara hidup, cinta, pasangan hidup, dsb.

    Bebas namun bertanggung jawab dan tetap mengindahkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

  • 16 Juli 2018

    LIEZT708 tulis:

    Bebas berekspresi. Bebas menjadi diri sendiri. Bebas menyatakan pendapat. Bebas menentukan pilihan: pendidikan, pekerjaan, cara hidup, cinta, pasangan hidup, dsb.

    Bebas namun bertanggung jawab dan tetap mengindahkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

    Setuju sekali, :up:.

  • 16 Juli 2018

    tambahan... bebas untuk travelling juga hhehehe ^^

    LIEZT708 tulis:

    Bebas berekspresi. Bebas menjadi diri sendiri. Bebas menyatakan pendapat. Bebas menentukan pilihan: pendidikan, pekerjaan, cara hidup, cinta, pasangan hidup, dsb.

    Bebas namun bertanggung jawab dan tetap mengindahkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

  • LIEZT708

    16 Juli 2018

    Setuju. Tempat kelahiranku hingga saat ini masih cenderung menganut pemikiran bahwa perempuan sebaiknya lebih membatasi diri hampir dalam segala hal. Sangat disayangkan, mengingat potensi perempuan dan perkembangan di daerah itu. Semoga ke depannya pemikiran masyarakat dapat lebih terbuka.

    SAURIA580 tulis:

    Bicara kebebasan wanita ya?

    Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Menurut saya kebebasan seorang wanita dimana ia memiliki kesejajaran dengan pihak pria. Tidak menjadikan pesaing namun partner yang saling bekerja sama dan membantu.

  • ELISA859

    16 Juli 2018

    Kalo aku memberi hak bebas pada anak2ku,tetapi setiap hal yang di pilih,harus berani bertanggungjawab,

    LIEZT708 tulis:

    Setuju. Tempat kelahiranku hingga saat ini masih cenderung menganut pemikiran bahwa perempuan sebaiknya lebih membatasi diri hampir dalam segala hal. Sangat disayangkan, mengingat potensi perempuan dan perkembangan di daerah itu. Semoga ke depannya pemikiran masyarakat dapat lebih terbuka.

  • LIEZT708

    16 Juli 2018

    Pastinya termasuk, sista 😊 Itu termasuk cara hidup juga. Sungguh tidak adil apabila ada pernyataan atau anggapan bahwa perempuan yang travelling atau dinas keluar kota dan meninggalkan anak2nya kepada mertua, suami, dsb adalah perempuan yang tidak tahu adat, lupa akan kodratnya dsb karena sudah tanggung jawab perempuan mengurus anak (padahal buatnya bareng 😁). Sementara jika lelaki yang di posisi tersebut tidak dipermasalahkan. Ckckckck... Kodrat perempuan hanyalah menstruasi, melahirkan dan menyusui, namun sering disalahartikan dengan hal lain 😅

    Padahal perempuan, sebagaimana lelaki, juga butuh waktu untuk dirinya sendiri diantara sekian banyak kegiatan yang dilakoninya. Kebutuhan penting yang seringkali mendapat kecaman dan stigma negatif dari masyarakat.

    Loh kok jadi panjang? 😅😁

    But this is a serious issue, especially in marriage life.

    IBETH698 tulis:

    tambahan... bebas untuk travelling juga hhehehe ^^

  • LIEZT708

    16 Juli 2018

    👍👍👍👍👍

    Jadi belajar konsekuensi atas perbuatan dan pilihannya ya, sis..

    ELISA859 tulis:

    Kalo aku memberi hak bebas pada anak2ku,tetapi setiap hal yang di pilih,harus berani bertanggungjawab,

    LIEZT708 tulis:

    Setuju. Tempat kelahiranku hingga saat ini masih cenderung menganut pemikiran bahwa perempuan sebaiknya lebih membatasi diri hampir dalam segala hal. Sangat disayangkan, mengingat potensi perempuan dan perkembangan di daerah itu. Semoga ke depannya pemikiran masyarakat dapat lebih terbuka.

  • 16 Juli 2018

    Rupanya banyak pertanyaan2 dalam benak Bro Yudisaja.

  • ELISA859

    16 Juli 2018

    Iya sist,kalo soal pasangan hidup,aku kasih kriteria,agar g jadi masalah nantinya,

    LIEZT708 tulis:

    👍👍👍👍👍

    Jadi belajar konsekuensi atas perbuatan dan pilihannya ya, sis..

  • 16 Juli 2018

    KATHARINA781 tulis:

    Rupanya banyak pertanyaan2 dalam benak Bro Yudisaja.

    Ya, dan aku salut krn dia tipe pria yg pemikir. Juga, dia ga semata2 menilai wanita dari kecantikan dan kemudaannya saja melainkan jg dari tindak-tanduk wanita tsb.

  • ECHY268

    16 Juli 2018

    Berbicara tentang wanita dan kebebasannya berarti selama ini ada wanita yang tidak bebas ya.
    Seolah-olah para wanita tidak memiliki kebebasan.
    Di zaman dulu mungkin banyak wanita yang dikekang. Zaman sekarang kyknya udah jarang dech. Terbukti setiap wanita sudah masuk sekolah yang sama dengan pria. Setiap orangtua menyekolahkan anak-anak perempuannya sama seperti anak laki-lakinya. Pun ada anak perempaun yang masih diawasi oleh orangtua itu lebih kepada faktor keselamatannya saja.

    Menurut aku wanita itu banyak typenya. Ada yang memang karena dia cerdas sehingga panggilan hatinya ingin berkarir dan terus rindu untuk belajar dan belajar. Ada juga yang cita-citanya yang penting bertemu pasangan hidup yang baik lalu menikah dan cukup dirumah saja mengurus rumah tangga. Ada juga karir ia, mengurus rumah tangga juga ia. Jadi lebih kepada kesadaran masing-masing, kalau mau jadi IRT saja silahkan, mau jadi apapun silahkan asalkan mampu.


    Tidak ada keinginan untuk menyamai laki-laki dll. Lebih kepada mengaktualisasikan diri saja sesuai kemampuan masing-masing individu. Ada kerinduan untuk bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Hidup cuma sekali, kata Joel Oesteen : Jangan tinggalkan dunia ini sebelum talenta yang diberikan Tuhan kepadamu di wujudnyatakan dalam membantu kehidupan ini. Ingat kita diciptakan Tuhan dengan tujuan agar bermanfaat kepada sesama. Terang dan garam bagi dunia.

    Makanya maksudnya wanita dan kebebasannya apa ya saya agak kurang paham, coz saya sebagai wanita tidak pernah merasa tidak bebas atau dikekang. Di keluarga kita sama-sama didikannya antara pria dan wanita, walaupun ada perbedaan itu lebih kepada karena anak perempuan tidak baik melakukan hal-hal bla..bla.... sebaiknya anak laki-laki yang melakukannya dan itu masuk akal coz anak laki-laki dan perempuan memang berbeda.

    Saya seh kurang setuju kalau wanita dikatakan seolah-olah tidak memiliki kebebasan di zaman now.
    Di tempat kelahiranku nun jauh dikampung sana laki-laki dan perempaun diberi kesempatan yang sama untuk sekolah dan memiliki karir sesuai kemampuan intelektual masing-masing anak. Tidak tahu kalau masih ada di daerah-daerah pelosok Indonesia yang masih mengekang hak-hak perempuan.

  • 17 Juli 2018

    Wanita jaman now punya kebebasan utk jalan2 keluar kota / negeri sendiri, tanpa dikawal2 orgtua.

    17 Juli 2018 diubah oleh ANITA089

  • 17 Juli 2018

    Topik ini banyak berisi pertanyaan..

    Jika bicara seolah-olah, maka saya juga bisa jika hanya bicara begitu, sayapun bisa mengatakan bahwa anda seolah-olah ingin mengatakan bahwa wanita itu sepenuhnya bebas dan merdeka, lalu diakhiri dengan membandingkan pengalaman sendiri yang bla bla bla, lalu ujung-ujungnya dikatakan : Tidak tahu kalau masih ada di bla bla bla

    Pertanyaannya apakah wanita sepenuhnya bebas?

    Katakanlah misal dalam hal pakaian, menurut saya wanita tidak sepenuhnya bebas.

    Misal di aceh..

    Untuk non dari agama dari hukum agama yang berlaku di tempat tersebut ya dia harus menghormati dengan menggunakan jilbab.

    www.merdeka.com/peristiwa/terj ... kai-jilbab.html

    Jadi tidak bisa sepenuhnya bebas seperti di kota-kota lain di Indonesia.

    Ada juga yang ditahan, tapi gak tahu agamanya apa, meskipun hanya lewat, bukan dari aceh ya tetap saja kena... ditahan...

    www.merdeka.com/peristiwa/tida ... han-di-ace.html

    Tapi ada yang disampaikan Kepala Seksi Penegakan dan Pelanggaran Satpol PP-WH Provinsi Aceh..

    Syamsuddin mengatakan, siapapun yang tidak menggunakan jilbab akan dibawa ke kantor, termasuk orang luar Aceh. Saat berada di Aceh harus mematuhi peraturan yang ada di Aceh.

    "Meskipun orang luar Aceh wajib mematuhi peraturan yang ada di Aceh," tukasnya.

    Itu untuk yang berhubungan dengan hukum agama lain.

    Sekarang kita lihat Indonesia secara keseluruhan....

    Jika bicara secara luas di Indonesia, di facebook sudah terlalu banyak propaganda yang membanding-bandingkan wanita yang berpakaian "tertutup" dan "tidak tertutup", jika terjadi pelecehan dan pemerkosaan, seberapa banyak wanita disalahkan karena pakaiannya?

    Kita bisa melihatnya contohnya di sini
    www.dw.com/id/bahkan-pakai-baj ... alah/a-19094173

    Fia namanya. Cantik; dikaruniai kulit terang, mata bulat, bibir merah, dan dada bernas. Janda berumur 39 tahun ini sedang marah. Ia muak jadi korban pelecehan laki-laki saat berjalan kaki di kawasan perkantoran Semanggi. Siulan dan celotehan kotor laki-laki iseng di jalan selalu mengiringi langkahnya. Lebih parah lagi, kadang pria bermotor pun berhenti hanya untuk mencoba peruntungan dan berkomentar, “Sini, Cantik, bonceng yuk sambil peluk.”

    Saat mengeluhkan insiden itu di dinding Facebook, reaksi yang muncul makin membuat ia kesal. “Anggap saja itu semacam pujian. Artinya kamu cantik.” Begitu kira-kira komentar yang masuk. Ada juga tuduhan: “Mungkin baju kamu kelewat seksi?” Yang ini membuat Fia berang. Meski tak sampai berjilbab, ia merasa selalu santun dalam berbusana.

    Di situ disebutkan...

    Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber godaan dan dosa hingga menimbulkan masalah—bukan bagi pemilik tubuh, tapi bagi mereka yang melihat. Untuk Fia, tekanan tak hanya muncul dari laki-laki tapi juga kaumnya sendiri, kaum perempuan.

    Di situs indrihapsariw.com, ditulis :

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :
    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.
    Pakai celana pendek, perkosa.
    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Di Indonesia, alasan ekonomi kerap menjadi hambatan bagi perempuan untuk melanjutkan studi. Sanita, belia asal Jawa Tengah yang pada Mei 2017 lalu menjadi wakil Indonesia dalam ajang Asian Development Bank’s 5th Annual Asian Youth Forum, bercerita kepada Huffingtonpost tentang pengalamannya hampir dinikahkan dini dulu. Pada usia 13, atas dSanitaasar kesulitan finansial, Sanita sempat ingin dinikahkan orangtuanya. Ia menolak.

    “Jika Bapak dan Ibu menghentikan pernikahan ini dan membiarkan saya melanjutkan pendidikan, saya akan membayar seluruh biaya yang Bapak dan Ibu habiskan buat saya. Jika Bapak dan Ibu memaksa saya menikah, maka saya tidak akan punya apa-apa lagi,” ujarnya.

    Dengan macam-macam prestasinya kini, Sanita bisa menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa itu semua didapatkan sebagai hasil dari pendidikan yang begitu diperjuangkannya.

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

    Menurut Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL dosen Hukum dan Gender di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari pemikiran gender di masyarakat.

    Kondisi ini berbeda saat ia meneliti pada 12 tahun lalu. Pada salah satu penelitian di tiga provinsi di kisaran tahun 2003-2004, Niken meneliti tingkat drop out (DO) anak perempuan.

    Hasilnya, ia dapati, semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat DO anak perempuannya semakin banyak. Di Sekolah Dasar tingkat DO di relatif sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Tingkat DO di Sekolah Menengah Pertama mulai terlihat perbedaan, anak perempuan sedikit lebih banyak daripada anak-laki-laki. Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki.

    Indonesia termasuk negara yang distribusi pendidikannya masuk golongan setara. Menurut data anggitan Chartsbin, Indonesia masuk golongan hijau. Negara-negara Asia Afrika lainnya, kaum pria masih dominan sebagai penerima pendidikan, alias masih golongan kuning.

    Sumber : beritagar.id/artikel/berita/pe ... idik-makin-naik

    Dari artikel lain ada seperti ini

    www.cnnindonesia.com/gaya-hidu ... alam-pendidikan

    Dari isinya memang kurang lebih seperti kasus Sanita...

    Di situ disebut :

    Faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan.

    Selain itu permasalahan juga ada diperempuan itu sendiri

    "Angan-angan untuk sekolah itu masih banyak yang ragu, mereka masih takut," ujarnya.

    Meskipun ada artikel dari cnn tentang perempuan indonesia masih tertinggal dalam pendidikan, saya mencoba membandingkan dengan apa yang disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin.

    Jika kita lihat datanya disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin : Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki lalu kita lihat artikel yang dari CNN tahun 2017. Apakah mempunyai kaitan?

    Saya tidak tahu persisnya, bisa jadi karena seperti faktor ekonomi dan patriarki seperti yang disampaikan di CNN tapi bisa juga ditambah faktor lain yang memang mungkin kemauannya si perempuan itu sendiri.

    Oke, saya akan masuk ke bahasan yang anda bold....

    Anda mengatakan : Tidak ada keinginan untuk menyamai laki-laki dll. Lebih kepada mengaktualisasikan diri saja sesuai kemampuan masing-masing individu.

    Saya bertanya itu bukan berarti tidak ada alasan

    Saya berangkat dari pandangan feminisme yang menjadikan pria seperti pesaing.

    Saya berangkat dari Tammy Bruce yang menyampaikannya untuk Prager University

    Anda bisa melihat videonya di sini

    Ingat apa yang saya bahas adalah konteks yang tidak lepas dari pandangan feminisme, itu sudah saya sampaikan di akhir topik.

    ECHY268 tulis:

    Berbicara tentang wanita dan kebebasannya ...

    17 Juli 2018 diubah oleh YUDISAJA095

  • DIDIK917

    17 Juli 2018

    YUDISAJA095 tulis:

    Topik ini banyak berisi pertanyaan..

    Jika bicara seolah-olah, maka saya juga bisa jika hanya bicara begitu, sayapun bisa mengatakan bahwa anda seolah-olah ingin mengatakan bahwa wanita itu sepenuhnya bebas dan merdeka, lalu diakhiri dengan membandingkan pengalaman sendiri yang bla bla bla, lalu ujung-ujungnya dikatakan : Tidak tahu kalau masih ada di bla bla bla

    Pertanyaannya apakah wanita sepenuhnya bebas?

    Katakanlah misal dalam hal pakaian, menurut saya wanita tidak sepenuhnya bebas.

    Misal di aceh..

    Untuk non dari agama dari hukum agama yang berlaku di tempat tersebut ya dia harus menghormati dengan menggunakan jilbab.

    www.merdeka.com/peristiwa/terj ... kai-jilbab.html

    Jadi tidak bisa sepenuhnya bebas seperti di kota-kota lain di Indonesia.

    Ada juga yang ditahan, tapi gak tahu agamanya apa, meskipun hanya lewat, bukan dari aceh ya tetap saja kena... ditahan...

    www.merdeka.com/peristiwa/tida ... han-di-ace.html

    Tapi ada yang disampaikan Kepala Seksi Penegakan dan Pelanggaran Satpol PP-WH Provinsi Aceh..

    Syamsuddin mengatakan, siapapun yang tidak menggunakan jilbab akan dibawa ke kantor, termasuk orang luar Aceh. Saat berada di Aceh harus mematuhi peraturan yang ada di Aceh.

    "Meskipun orang luar Aceh wajib mematuhi peraturan yang ada di Aceh," tukasnya.

    Itu untuk yang berhubungan dengan hukum agama lain.

    Sekarang kita lihat Indonesia secara keseluruhan....

    Jika bicara secara luas di Indonesia, di facebook sudah terlalu banyak propaganda yang membanding-bandingkan wanita yang berpakaian "tertutup" dan "tidak tertutup", jika terjadi pelecehan dan pemerkosaan, seberapa banyak wanita disalahkan karena pakaiannya?

    Kita bisa melihatnya contohnya di sini

    www.dw.com/id/bahkan-pakai-baj ... alah/a-19094173

    Fia namanya. Cantik; dikaruniai kulit terang, mata bulat, bibir merah, dan dada bernas. Janda berumur 39 tahun ini sedang marah. Ia muak jadi korban pelecehan laki-laki saat berjalan kaki di kawasan perkantoran Semanggi. Siulan dan celotehan kotor laki-laki iseng di jalan selalu mengiringi langkahnya. Lebih parah lagi, kadang pria bermotor pun berhenti hanya untuk mencoba peruntungan dan berkomentar, “Sini, Cantik, bonceng yuk sambil peluk.”

    Saat mengeluhkan insiden itu di dinding Facebook, reaksi yang muncul makin membuat ia kesal. “Anggap saja itu semacam pujian. Artinya kamu cantik.” Begitu kira-kira komentar yang masuk. Ada juga tuduhan: “Mungkin baju kamu kelewat seksi?” Yang ini membuat Fia berang. Meski tak sampai berjilbab, ia merasa selalu santun dalam berbusana.

    Di situ disebutkan...

    Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber godaan dan dosa hingga menimbulkan masalah—bukan bagi pemilik tubuh, tapi bagi mereka yang melihat. Untuk Fia, tekanan tak hanya muncul dari laki-laki tapi juga kaumnya sendiri, kaum perempuan.

    Di situs indrihapsariw.com, ditulis :

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :

    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.

    Pakai celana pendek, perkosa.

    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Di Indonesia, alasan ekonomi kerap menjadi hambatan bagi perempuan untuk melanjutkan studi. Sanita, belia asal Jawa Tengah yang pada Mei 2017 lalu menjadi wakil Indonesia dalam ajang Asian Development Bank’s 5th Annual Asian Youth Forum, bercerita kepada Huffingtonpost tentang pengalamannya hampir dinikahkan dini dulu. Pada usia 13, atas dSanitaasar kesulitan finansial, Sanita sempat ingin dinikahkan orangtuanya. Ia menolak.

    “Jika Bapak dan Ibu menghentikan pernikahan ini dan membiarkan saya melanjutkan pendidikan, saya akan membayar seluruh biaya yang Bapak dan Ibu habiskan buat saya. Jika Bapak dan Ibu memaksa saya menikah, maka saya tidak akan punya apa-apa lagi,” ujarnya.

    Dengan macam-macam prestasinya kini, Sanita bisa menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa itu semua didapatkan sebagai hasil dari pendidikan yang begitu diperjuangkannya.

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

    Menurut Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL dosen Hukum dan Gender di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari pemikiran gender di masyarakat.

    Kondisi ini berbeda saat ia meneliti pada 12 tahun lalu. Pada salah satu penelitian di tiga provinsi di kisaran tahun 2003-2004, Niken meneliti tingkat drop out (DO) anak perempuan.

    Hasilnya, ia dapati, semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat DO anak perempuannya semakin banyak. Di Sekolah Dasar tingkat DO di relatif sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Tingkat DO di Sekolah Menengah Pertama mulai terlihat perbedaan, anak perempuan sedikit lebih banyak daripada anak-laki-laki. Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki.

    Indonesia termasuk negara yang distribusi pendidikannya masuk golongan setara. Menurut data anggitan Chartsbin, Indonesia masuk golongan hijau. Negara-negara Asia Afrika lainnya, kaum pria masih dominan sebagai penerima pendidikan, alias masih golongan kuning.

    Meskipun ada artikel dari cnn tentang perempuan indonesia masih tertinggal dalam pendidikan, saya mencoba membandingkan dengan apa yang disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin.

    Ada berita di bawah ini

    www.cnnindonesia.com/gaya-hidu ... alam-pendidikan

    Dari isinya memang kurang lebih seperti kasus Sanita...

    Di situ disebut :

    Faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan.

    Selain itu permasalahan juga ada diperempuan itu sendiri

    "Angan-angan untuk sekolah itu masih banyak yang ragu, mereka masih takut," ujarnya.

    Jika kita lihat datanya disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin : Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki lalu kita lihat artikel yang dari CNN tahun 2017. Apakah mempunyai kaitan?

    Saya tidak tahu persisnya, bisa jadi karena seperti faktor ekonomi dan patriarki seperti yang disampaikan di CNN tapi bisa juga ditambah faktor lain yang memang mungkin kemauannya si perempuan itu sendiri.

    Oke, saya akan masuk ke bahasan yang anda bold....

    Anda mengatakan : Tidak ada keinginan untuk menyamai laki-laki dll. Lebih kepada mengaktualisasikan diri saja sesuai kemampuan masing-masing individu.

    Saya bertanya itu bukan berarti tidak ada alasan

    Saya berangkat dari pandangan feminisme yang menjadikan pria seperti pesaing.

    Saya berangkat dari Tammy Bruce yang menyampaikannya untuk Prager University

    Anda bisa melihat videonya di sini

    Ingat apa yang saya bahas adalah konteks yang tidak lepas dari pandangan feminisme, itu sudah saya sampaikan di akhir topik.

    bnyk bgt kata2ne 😀

  • SAMUEL368

    17 Juli 2018

    yg simpel aja gk ush pnjg...

    DIDIK917 tulis:

    YUDISAJA095 tulis:

    Topik ini banyak berisi pertanyaan..

    Jika bicara seolah-olah, maka saya juga bisa jika hanya bicara begitu, sayapun bisa mengatakan bahwa anda seolah-olah ingin mengatakan bahwa wanita itu sepenuhnya bebas dan merdeka, lalu diakhiri dengan membandingkan pengalaman sendiri yang bla bla bla, lalu ujung-ujungnya dikatakan : Tidak tahu kalau masih ada di bla bla bla

    Pertanyaannya apakah wanita sepenuhnya bebas?

    Katakanlah misal dalam hal pakaian, menurut saya wanita tidak sepenuhnya bebas.

    Misal di aceh..

    Untuk non dari agama dari hukum agama yang berlaku di tempat tersebut ya dia harus menghormati dengan menggunakan jilbab.

    www.merdeka.com/peristiwa/terj ... kai-jilbab.html

    Jadi tidak bisa sepenuhnya bebas seperti di kota-kota lain di Indonesia.

    Ada juga yang ditahan, tapi gak tahu agamanya apa, meskipun hanya lewat, bukan dari aceh ya tetap saja kena... ditahan...

    www.merdeka.com/peristiwa/tida ... han-di-ace.html

    Tapi ada yang disampaikan Kepala Seksi Penegakan dan Pelanggaran Satpol PP-WH Provinsi Aceh..

    Syamsuddin mengatakan, siapapun yang tidak menggunakan jilbab akan dibawa ke kantor, termasuk orang luar Aceh. Saat berada di Aceh harus mematuhi peraturan yang ada di Aceh.

    "Meskipun orang luar Aceh wajib mematuhi peraturan yang ada di Aceh," tukasnya.

    Itu untuk yang berhubungan dengan hukum agama lain.

    Sekarang kita lihat Indonesia secara keseluruhan....

    Jika bicara secara luas di Indonesia, di facebook sudah terlalu banyak propaganda yang membanding-bandingkan wanita yang berpakaian "tertutup" dan "tidak tertutup", jika terjadi pelecehan dan pemerkosaan, seberapa banyak wanita disalahkan karena pakaiannya?

    Kita bisa melihatnya contohnya di sini

    www.dw.com/id/bahkan-pakai-baj ... alah/a-19094173

    Fia namanya. Cantik; dikaruniai kulit terang, mata bulat, bibir merah, dan dada bernas. Janda berumur 39 tahun ini sedang marah. Ia muak jadi korban pelecehan laki-laki saat berjalan kaki di kawasan perkantoran Semanggi. Siulan dan celotehan kotor laki-laki iseng di jalan selalu mengiringi langkahnya. Lebih parah lagi, kadang pria bermotor pun berhenti hanya untuk mencoba peruntungan dan berkomentar, “Sini, Cantik, bonceng yuk sambil peluk.”

    Saat mengeluhkan insiden itu di dinding Facebook, reaksi yang muncul makin membuat ia kesal. “Anggap saja itu semacam pujian. Artinya kamu cantik.” Begitu kira-kira komentar yang masuk. Ada juga tuduhan: “Mungkin baju kamu kelewat seksi?” Yang ini membuat Fia berang. Meski tak sampai berjilbab, ia merasa selalu santun dalam berbusana.

    Di situ disebutkan...

    Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber godaan dan dosa hingga menimbulkan masalah—bukan bagi pemilik tubuh, tapi bagi mereka yang melihat. Untuk Fia, tekanan tak hanya muncul dari laki-laki tapi juga kaumnya sendiri, kaum perempuan.

    Di situs indrihapsariw.com, ditulis :

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :

    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.

    Pakai celana pendek, perkosa.

    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Di Indonesia, alasan ekonomi kerap menjadi hambatan bagi perempuan untuk melanjutkan studi. Sanita, belia asal Jawa Tengah yang pada Mei 2017 lalu menjadi wakil Indonesia dalam ajang Asian Development Bank’s 5th Annual Asian Youth Forum, bercerita kepada Huffingtonpost tentang pengalamannya hampir dinikahkan dini dulu. Pada usia 13, atas dSanitaasar kesulitan finansial, Sanita sempat ingin dinikahkan orangtuanya. Ia menolak.

    “Jika Bapak dan Ibu menghentikan pernikahan ini dan membiarkan saya melanjutkan pendidikan, saya akan membayar seluruh biaya yang Bapak dan Ibu habiskan buat saya. Jika Bapak dan Ibu memaksa saya menikah, maka saya tidak akan punya apa-apa lagi,” ujarnya.

    Dengan macam-macam prestasinya kini, Sanita bisa menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa itu semua didapatkan sebagai hasil dari pendidikan yang begitu diperjuangkannya.

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

    Menurut Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL dosen Hukum dan Gender di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari pemikiran gender di masyarakat.

    Kondisi ini berbeda saat ia meneliti pada 12 tahun lalu. Pada salah satu penelitian di tiga provinsi di kisaran tahun 2003-2004, Niken meneliti tingkat drop out (DO) anak perempuan.

    Hasilnya, ia dapati, semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat DO anak perempuannya semakin banyak. Di Sekolah Dasar tingkat DO di relatif sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Tingkat DO di Sekolah Menengah Pertama mulai terlihat perbedaan, anak perempuan sedikit lebih banyak daripada anak-laki-laki. Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki.

    Indonesia termasuk negara yang distribusi pendidikannya masuk golongan setara. Menurut data anggitan Chartsbin, Indonesia masuk golongan hijau. Negara-negara Asia Afrika lainnya, kaum pria masih dominan sebagai penerima pendidikan, alias masih golongan kuning.

    Meskipun ada artikel dari cnn tentang perempuan indonesia masih tertinggal dalam pendidikan, saya mencoba membandingkan dengan apa yang disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin.

    Ada berita di bawah ini

    www.cnnindonesia.com/gaya-hidu ... alam-pendidikan

    Dari isinya memang kurang lebih seperti kasus Sanita...

    Di situ disebut :

    Faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan.

    Selain itu permasalahan juga ada diperempuan itu sendiri

    "Angan-angan untuk sekolah itu masih banyak yang ragu, mereka masih takut," ujarnya.

    Jika kita lihat datanya disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin : Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki lalu kita lihat artikel yang dari CNN tahun 2017. Apakah mempunyai kaitan?

    Saya tidak tahu persisnya, bisa jadi karena seperti faktor ekonomi dan patriarki seperti yang disampaikan di CNN tapi bisa juga ditambah faktor lain yang memang mungkin kemauannya si perempuan itu sendiri.

    Oke, saya akan masuk ke bahasan yang anda bold....

    Anda mengatakan : Tidak ada keinginan untuk menyamai laki-laki dll. Lebih kepada mengaktualisasikan diri saja sesuai kemampuan masing-masing individu.

    Saya bertanya itu bukan berarti tidak ada alasan

    Saya berangkat dari pandangan feminisme yang menjadikan pria seperti pesaing.

    Saya berangkat dari Tammy Bruce yang menyampaikannya untuk Prager University

    Anda bisa melihat videonya di sini

    Ingat apa yang saya bahas adalah konteks yang tidak lepas dari pandangan feminisme, itu sudah saya sampaikan di akhir topik.

    bnyk bgt kata2ne 😀

  • 17 Juli 2018

    Biar ramai bro

    SAMUEL368 tulis:

    yg simpel aja gk ush pnjg...

  • 17 Juli 2018

    Biar banyak mikir, kalau banyak mikir jadi pusing, jika sudah pusing, lupa cari jodoh, jika lupa cari jodoh, gak sadar waktu keanggotaan penuh udah habis, jika sudah habis dan mau keanggotaan penuh biar bayar lagi ke JK, jika bayar lagi, JK byk duit, jika byk duit, webnya jadi makin maju, jika webnya makin maju, member-member JK juga senang...

    *logika ini 100% lum tentu bener, jangan ditiru

    DIDIK917 tulis:

    bnyk bgt kata2ne 😀

  • LIEZT708

    17 Juli 2018

    Ini juga jadi pemikiran saya sejak dulu. Bahkan timbul pemikiran (yg tidak bisa ditulis disini karena tidak sesuai dengan konsep JK) yang dianggap "ekstrem" saat didiskusikan dengan rekan2/orang lain.

    Dalam hal pendidikan pun, masih banyak pandangan masyarakat yang tidak mendukung kemajuan perempuan, disadari maupun tidak. Pernyataan semacam, "Perempuan mesti sekolah. Tapi yaaa jangan tinggi2 lah, kasihan nanti laki2nya. Masa perempuannya S2, laki2nya hanya S1 atau D3?" Dimana ada pernyataan semacam ini?? Hehe, di kota juga banyak. Tidak hanya di pelosok daerah. Berapa banyak sih perempuan cerdas yang tidak berada di posisi yang baik dalam suatu lingkungan perusahaan hanya karena gendernya dipermasalahkan? Murni pertanyaan. Datanya bisa dicari 😊

    Salah satu pertanyaan saringan di JK pun mengangkat hal ini, "Apakah anda bermasalah apabila jenjang pendidikan pasangan lebih tinggi daripada anda?" Karena hal ini bisa dan sering menjadi masalah 😊 Mungkin saya tidak menyajikan sumber data seapik mas Yudi, tapi saya kebetulan hidup di lingkungan masyarakat yang pemikirannya seperti itu. Di berbagai kesempatan bertemu orang di berbagai daerah, sesekali saya menyelipkan opini terkait gender. Sekedar ingin tahu pemikiran orang lain mengenai perempuan dan ternyata masih banyak yang perlu belajar tentang hal ini tanpa mengait2kan, menghakimi atau mengecam feminisme maupun saya dan perempuan lain yang melontarkan pemikiran serupa 😊

    YUDISAJA095 tulis:

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :

    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.

    Pakai celana pendek, perkosa.

    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

  • ECHY268

    17 Juli 2018

    Ya stigma seperti ini banyak berkembang di masyarakat Indonesia. Tapi mayoritas orang yg mengatakan hal itu adalah orang yang kurang terdidik dan dari sisi finansial kurang. Akhirnya mereka harus memilih siapa yg lbh dulu diprioritaskan, anak laki atau perempaun. Bagi kalangan terdidik dan mampu dan/atau ada  juga kalangan yg tdk terdidik dan tidak mampu yang tidak mempersoalkan itu. Lebih ke tergantung prestasi si anak.
    Contoh : Anak perempuannya lulus test masuk PTN, sementara anak laki-lakinya ga lulus dan suka
                  bolos saat sekolah. Pasti anak perempaun lanjut yg laki ya pasti ga.

    Justru stigma di atas hrs kita perbaiki dan pemberdayaan perempuan diperjuangkan. Namanya perjuangan tidak mudah. Butuh waktu. Sist sebagai orang yg terdidik jadilah garam dan terang dilingkungan anda supaya masyarakat melek, bahwa perempuan jika terdidik dgn baik sangat bermanfaat dan berdampak baik untuk masyarakat. So, mulailah dari diri kita sendiri.

    Di dunia ini, tidak ada yg abadi, yang abadi adalah PERUBAHAN.

    Ra Kartini jg dl ga gampang memperjuangkan hak-hak perempuan di zamannya, kalau beliau tidak gigih dlm perjuangannya yang pasti kita tidak bisa berpartisipasi di forum ini.

    Sama satu lagi Indonesia baru merdeka 73 tahun, tahun ini. 100 tahun lagi kita tidak tau perubahan apa yg terjadi. Amerika saja butuh waktu ratusan tahun untuk bisa jadi seperti sekarang.

    LIEZT708 tulis:

    Ini juga jadi pemikiran saya sejak dulu. Bahkan timbul pemikiran (yg tidak bisa ditulis disini karena tidak sesuai dengan konsep JK) yang dianggap "ekstrem" saat didiskusikan dengan rekan2/orang lain.

    Dalam hal pendidikan pun, masih banyak pandangan masyarakat yang tidak mendukung kemajuan perempuan, disadari maupun tidak. Pernyataan semacam, "Perempuan mesti sekolah. Tapi yaaa jangan tinggi2 lah, kasihan nanti laki2nya. Masa perempuannya S2, laki2nya hanya S1 atau D3?" Dimana ada pernyataan semacam ini?? Hehe, di kota juga banyak. Tidak hanya di pelosok daerah. Berapa banyak sih perempuan cerdas yang tidak berada di posisi yang baik dalam suatu lingkungan perusahaan hanya karena gendernya dipermasalahkan? Murni pertanyaan. Datanya bisa dicari 😊

    Salah satu pertanyaan saringan di JK pun mengangkat hal ini, "Apakah anda bermasalah apabila jenjang pendidikan pasangan lebih tinggi daripada anda?" Karena hal ini bisa dan sering menjadi masalah 😊 Mungkin saya tidak menyajikan sumber data seapik mas Yudi, tapi saya kebetulan hidup di lingkungan masyarakat yang pemikirannya seperti itu. Di berbagai kesempatan bertemu orang di berbagai daerah, sesekali saya menyelipkan opini terkait gender. Sekedar ingin tahu pemikiran orang lain mengenai perempuan dan ternyata masih banyak yang perlu belajar tentang hal ini tanpa mengait2kan, menghakimi atau mengecam feminisme maupun saya dan perempuan lain yang melontarkan pemikiran serupa 😊

    YUDISAJA095 tulis:

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :

    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.

    Pakai celana pendek, perkosa.

    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

  • ECHY268

    17 Juli 2018

    Nanti, jika saya ada waktu akan saya tanggapi ya brother. Sebelumnya aku akui anda nulisnya bagus disertai dgn referensi. Good. Artinya anda banyak waktu untuk menyiapkan tanggapan anda.

    DIDIK917 tulis:

    YUDISAJA095 tulis:

    Topik ini banyak berisi pertanyaan..

    Jika bicara seolah-olah, maka saya juga bisa jika hanya bicara begitu, sayapun bisa mengatakan bahwa anda seolah-olah ingin mengatakan bahwa wanita itu sepenuhnya bebas dan merdeka, lalu diakhiri dengan membandingkan pengalaman sendiri yang bla bla bla, lalu ujung-ujungnya dikatakan : Tidak tahu kalau masih ada di bla bla bla

    Pertanyaannya apakah wanita sepenuhnya bebas?

    Katakanlah misal dalam hal pakaian, menurut saya wanita tidak sepenuhnya bebas.

    Misal di aceh..

    Untuk non dari agama dari hukum agama yang berlaku di tempat tersebut ya dia harus menghormati dengan menggunakan jilbab.

    www.merdeka.com/peristiwa/terj ... kai-jilbab.html

    Jadi tidak bisa sepenuhnya bebas seperti di kota-kota lain di Indonesia.

    Ada juga yang ditahan, tapi gak tahu agamanya apa, meskipun hanya lewat, bukan dari aceh ya tetap saja kena... ditahan...

    www.merdeka.com/peristiwa/tida ... han-di-ace.html

    Tapi ada yang disampaikan Kepala Seksi Penegakan dan Pelanggaran Satpol PP-WH Provinsi Aceh..

    Syamsuddin mengatakan, siapapun yang tidak menggunakan jilbab akan dibawa ke kantor, termasuk orang luar Aceh. Saat berada di Aceh harus mematuhi peraturan yang ada di Aceh.

    "Meskipun orang luar Aceh wajib mematuhi peraturan yang ada di Aceh," tukasnya.

    Itu untuk yang berhubungan dengan hukum agama lain.

    Sekarang kita lihat Indonesia secara keseluruhan....

    Jika bicara secara luas di Indonesia, di facebook sudah terlalu banyak propaganda yang membanding-bandingkan wanita yang berpakaian "tertutup" dan "tidak tertutup", jika terjadi pelecehan dan pemerkosaan, seberapa banyak wanita disalahkan karena pakaiannya?

    Kita bisa melihatnya contohnya di sini

    www.dw.com/id/bahkan-pakai-baj ... alah/a-19094173

    Fia namanya. Cantik; dikaruniai kulit terang, mata bulat, bibir merah, dan dada bernas. Janda berumur 39 tahun ini sedang marah. Ia muak jadi korban pelecehan laki-laki saat berjalan kaki di kawasan perkantoran Semanggi. Siulan dan celotehan kotor laki-laki iseng di jalan selalu mengiringi langkahnya. Lebih parah lagi, kadang pria bermotor pun berhenti hanya untuk mencoba peruntungan dan berkomentar, “Sini, Cantik, bonceng yuk sambil peluk.”

    Saat mengeluhkan insiden itu di dinding Facebook, reaksi yang muncul makin membuat ia kesal. “Anggap saja itu semacam pujian. Artinya kamu cantik.” Begitu kira-kira komentar yang masuk. Ada juga tuduhan: “Mungkin baju kamu kelewat seksi?” Yang ini membuat Fia berang. Meski tak sampai berjilbab, ia merasa selalu santun dalam berbusana.

    Di situ disebutkan...

    Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber godaan dan dosa hingga menimbulkan masalah—bukan bagi pemilik tubuh, tapi bagi mereka yang melihat. Untuk Fia, tekanan tak hanya muncul dari laki-laki tapi juga kaumnya sendiri, kaum perempuan.

    Di situs indrihapsariw.com, ditulis :

    Satu polemik yang terus menerus muncul di Indonesia adalah, tuduhan pada pihak wanita, bahwa perkosaan itu terjadi akibat sebab yang sangat sederhana, yaitu :

    wanita salah pakai baju.

    Jadi, pakai baju keliatan lengan, perkosa.

    Pakai celana pendek, perkosa.

    Pakai rok mini, perkosa.

    Wah, jadi sirik deh sama zebra, yang meskipun telanjang, ngga diperkosa.

    Sumber : indrihapsariw.com/2013/03/06/s ... iperkosa-lho-2/

    Itu contoh dari sisi pakaian...

    Oke dilanjutkan lagi...

    Dalam hal pendidikan dunia pendidikan di Indonesia memang jauh lebih baik daripada jaman dulu, karena itu di topik ini saya tidak membahasnya, meskipun untuk wanita-wanita tertentu perjuangannya cukup keras, biasanya permasalahan ekonomi, lalu orang tuanya ingin menikahkan dia..

    Anda bisa membacanya di tirto.id/kerikil-tajam-dunia-p ... -perempuan-cuHk

    Di Indonesia, alasan ekonomi kerap menjadi hambatan bagi perempuan untuk melanjutkan studi. Sanita, belia asal Jawa Tengah yang pada Mei 2017 lalu menjadi wakil Indonesia dalam ajang Asian Development Bank’s 5th Annual Asian Youth Forum, bercerita kepada Huffingtonpost tentang pengalamannya hampir dinikahkan dini dulu. Pada usia 13, atas dSanitaasar kesulitan finansial, Sanita sempat ingin dinikahkan orangtuanya. Ia menolak.

    “Jika Bapak dan Ibu menghentikan pernikahan ini dan membiarkan saya melanjutkan pendidikan, saya akan membayar seluruh biaya yang Bapak dan Ibu habiskan buat saya. Jika Bapak dan Ibu memaksa saya menikah, maka saya tidak akan punya apa-apa lagi,” ujarnya.

    Dengan macam-macam prestasinya kini, Sanita bisa menunjukkan kepada kedua orangtuanya bahwa itu semua didapatkan sebagai hasil dari pendidikan yang begitu diperjuangkannya.

    Tapi jika bicara dunia, sauria580 menuliskan ini

    Akan tetapi sudah kah semua nya itu benar. Belum tentu karena ada beberapa negara dan etnic tertentu yang tidak mengizinkan wanita nya untuk bersekolah bahkan sekolah dasar sekalipun, tidak bisa mengeluarkan "suaranya" dalam kehidupan rumah tangga nya.

    Saya tidak perlu menyanggah sauria580 karena saya punya datanya yang memang di luar sana Indonesia memang ada yang lebih baik.

    Menurut Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL dosen Hukum dan Gender di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari pemikiran gender di masyarakat.

    Kondisi ini berbeda saat ia meneliti pada 12 tahun lalu. Pada salah satu penelitian di tiga provinsi di kisaran tahun 2003-2004, Niken meneliti tingkat drop out (DO) anak perempuan.

    Hasilnya, ia dapati, semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat DO anak perempuannya semakin banyak. Di Sekolah Dasar tingkat DO di relatif sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Tingkat DO di Sekolah Menengah Pertama mulai terlihat perbedaan, anak perempuan sedikit lebih banyak daripada anak-laki-laki. Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki.

    Indonesia termasuk negara yang distribusi pendidikannya masuk golongan setara. Menurut data anggitan Chartsbin, Indonesia masuk golongan hijau. Negara-negara Asia Afrika lainnya, kaum pria masih dominan sebagai penerima pendidikan, alias masih golongan kuning.

    Meskipun ada artikel dari cnn tentang perempuan indonesia masih tertinggal dalam pendidikan, saya mencoba membandingkan dengan apa yang disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin.

    Ada berita di bawah ini

    www.cnnindonesia.com/gaya-hidu ... alam-pendidikan

    Dari isinya memang kurang lebih seperti kasus Sanita...

    Di situ disebut :

    Faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan.

    Selain itu permasalahan juga ada diperempuan itu sendiri

    "Angan-angan untuk sekolah itu masih banyak yang ragu, mereka masih takut," ujarnya.

    Jika kita lihat datanya disampaikan Niken Savitri dengan datanya dari anggitan Chartsbin : Di Sekolah Menengah Atas tampak bahwa semakin banyak anak perempuan mengalami DO daripada anak laki-laki lalu kita lihat artikel yang dari CNN tahun 2017. Apakah mempunyai kaitan?

    Saya tidak tahu persisnya, bisa jadi karena seperti faktor ekonomi dan patriarki seperti yang disampaikan di CNN tapi bisa juga ditambah faktor lain yang memang mungkin kemauannya si perempuan itu sendiri.

    Oke, saya akan masuk ke bahasan yang anda bold....

    Anda mengatakan : Tidak ada keinginan untuk menyamai laki-laki dll. Lebih kepada mengaktualisasikan diri saja sesuai kemampuan masing-masing individu.

    Saya bertanya itu bukan berarti tidak ada alasan

    Saya berangkat dari pandangan feminisme yang menjadikan pria seperti pesaing.

    Saya berangkat dari Tammy Bruce yang menyampaikannya untuk Prager University

    Anda bisa melihat videonya di sini youtu.be/ZR9FHKKbMZo Ingat apa yang saya bahas adalah konteks yang tidak lepas dari pandangan feminisme, itu sudah saya sampaikan di akhir topik.

    bnyk bgt kata2ne 😀

1 – 25 dari 48    Ke halaman:  1  2  Selanjutnya Kirim tanggapan