Hidup Berpadanan Dengan Panggilan
-
9 Agustus 2015
Dulu kala ada seorang tukang batu yang setiap hari mendaki gunung untuk memotong batu. Ia bekerja sambil bernyanyi. Ia bernyanyi tentang kemiskinannya, tetapi dia tidak berhasrat untuk menjadi sesuatu yang lebih dari yang dimilikinya.
Dia tidak pernah begitu peduli dengan dunia, sampai suatu hari dia dipanggil untuk bekerja di sebuah puri seorang bangsawan. Ketika ia melihat keindahan puri itu, maka untuk pertama kalinya, dia merasakan sakitnya untuk mempunyai keinginan. Katanya, sambil menghela nafas,
”Andai saya kaya, tidak seharusnya bekerja seperti ini dengan bekerja keras dan keringat bercucuran.”
Tanpa diduga, sang tukang batu itu mendengar suara, “Keinginanmu telah terkabulkan. Dengan demikian, mulai sekarang, apa pun yang kamu inginkan akan diberikan kepadamu!”
Dia tidak mengerti maksud suara itu sampai kembali ke gubugnya sore itu. Betapa kagetnya dia ketika menjumpai gubugnya kini telah berubah menjadi puri seindah di tempat dia bekerja tadi. Sejak saat itu si tukang batu berhenti bekerja dan menikmati hidupnya sebagai orang kaya.
Pada suatu hari yang panas dan lembab, mantan tukang batu ini melongok ke luar jendela. Dia melihat raja dan rombongannya yang terdiri dari para bangsawan dan budak-budak.
Katanya dalam hati, “Saya berharap, saya adalah raja yang duduk di dalam kereta kerajaan yang sejuk itu.”
Keinginannya segera terkabul, dan dia menemukan dirinya duduk dalam kereta kerajaan yang nyaman itu. Kendati demikian, ternyata ia merasakan kereta itu lebih panas dari apa yang dibayangkan semula. Kemudian dia menatap keluar dan mulai mengagumi kekuatan matahari.
Matahari yang panasnya sanggup menembus setiap dinding tebal dari kereta ini.
“Saya berharap, saya adalah matahari.”
Katanya kepada dirinya sendiri. Sekali lagi keinginannya dikabulkan dan dia berubah menjadi matahari yang memancarkan panasnya ke seluruh alam semesta.
Keadaan ini hanya berlangsung sebentar karena kemudian musim penghujan datang.
Usahanya untuk menembus awan hujan yang tebal sia-sia. Kini dia merubah dirinya menjadi awan dan berbangga atas kekuatannya yang sanggup menutupi matahari. Sampai di sini dia turun menjadi hujan, dan air hujan itu kemudian menemukan sebuah batu raksasa yang menghalangi aliran airnya yang harus memutari batu itu.
“Apa?” Jeritnya,
“hanya sebongkah batu lebih kuat dari saya? Baiklah kalau begitu saya berharap menjadi batu saja!”
Kemudian sang batu ini berdiri di sisi gunung dengan bangganya. Akan tetapi, kondisi itu hanya bertahan sebentar saja. Belum sempat ia menikmati kesombongannya, dia mendengar suara aneh di bawah, suara seperti orang sedang memotong-motong. Dia melihat ke bawah dan dengan tidak percaya, dia melihat manusia kecil sedang mengambil bongkahan dari tubuhnya.
“Apa?”, teriaknya, “manusia lemah seperti dia bisa lebih kuat dari saya, sebuah batu raksasa? Kalau begitu, saya ingin menjadi manusia saja. Tepatnya manusia tukang batu!”
Kini, kembalilah dia menjadi manusia. Bekerja sebagai tukang batu dan kembali bekerja keras dengan berpeluh keringat. Dia tetap bernyanyi saat dia bekerja.
Namun, sekarang dia bernyanyi lagu yang berbeda. Dia bernyanyi tentang kepuasan hati, tentang keadaan dirinya dan kebanggaan akan dirinya serta keinginannya untuk hidup sebagai dirinya. Hidup sesuai dengan panggilannya, menjadi tukang batu yang sejati dengan berhasil menyingkirkan rasa iri hati dan kebanggaan yang sia-sia.Refleksi artikel "pemotong batu"
Kita mengalami selaku tukang batu.......
“…, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” Kalimat ini merupakan nasihat Paulus kepada jemaat Efesus. Hidup berpadanan dengan panggilan adalah menyukuri dan berbahagia dengan kondisi yang ada tanpa harus menjadi iri atau marah dengan keberadaan orang lain.Hidup berpadanan dengan panggilan di dalam Tuhan berarti hidup sesuai dengan sebutannya, yakni murid Kristus dan sekaligus anak-anak Tuhan yang mempunyai ciri, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah-lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.” (Efesus 4:2,3).
-
9 Agustus 2015
Mantap nih.. renungannya bagus.. :)
Mengucap syukurlah dlm segala hal sebab itulah yg dikehendaki Allah dalam Kristus Yesus bagi kamu'