Apakah Perkawinan itu Pertama-tama Suatu Persahabatan?
-
5 Maret 2022
Maaf topik yang saya ajukan mungkin dianggap agak berat.
Saya memiliki pertanyaan lama tentang perkawinan.
Pertanyaan ini dipicu oleh pendapat Friedrich Nietzsche (Filsuf Jerman, 1844-1900) tentang isi perkawinan bahwa paling banyak waktu di dalam kehidupan perkawinan habis untuk bercakap-cakap atau omong-omong di antara pasutri?
Begini kutipan pernyataan Nietzsche:
“Marriage as a long conversation - When marrying you should ask yourself this question: [D]o you believe you are going to enjoy talking with this woman up into your old age? Everything else in marriage is transitory, but most of the time you are together will be devoted to conversation” (<1878-80>, Human, All too Human, 1996, p. 152).
(Catatan: "woman" pada kutipan di atas dapat diganti "man")
Apakah Anda setuju pada Nietzsche yang dalam pernyataan terkutip?
Juga di situ Nietzsche seperti mengingatkan orang ketika memutuskan akan hidup bersama dengan seseorang tentang keberadaan suatu kualitas atau kemampuan dalam dirinya yang bagi Nietzsche merupakan suatu kualitas atau kemampuan dasar untuk hidup dalam perkawinan: Apakah Anda yakin bahwa Anda akan dapat bercakap-cakap (katakanlah dengan "enjoyable" [menyenangkan]) dengan dia sampai Anda mencapai usia tua?
Dengan kata lain, kalau seseorang mau menikah dengan seseorang, dia harus memastikan terlebih dahulu apakah dia dan calon pasangannya itu sama-sama bakalan sanggup untuk omong-omong setiap hari selama berpuluh-puluh tahun masa perkawinan sampai mereka mencapai usia tua kelak dalam percakapan yang menyenangkan, menyamankan, membahagiakan satu sama lain.
Apakah Anda setuju terhadap pernyataan bahwa kemampuan bercakap-cakap dengan menyenangkan dengan seseorang sampai tua merupakan suatu kemampuan dasar bagi orang yang menikah?
Saya juga bertanya-tanya apakah tuntutan adanya kemampuan untuk terlibat dalam percakapan yang menyenangkan terus menerus itu menunjukkan perkawinan itu secara dasariah merupakan suatu persahabatan. Suami isteri itu seperti sepasang sahabat yang mana isi persahabatan itu didominasi oleh omong-omong yang "nyambung" dan "klop" setiap hari.
Sebab Nietzsche juga menyatakan ini: "It is not a lack of love, but a lack of friendship that makes unhappy marriages."
Juga apakah Anda setuju terhadap pernyataan Nietzsche yang dikutip terakhir ini?
Terima kasih
-
5 Maret 2022
sangat setuju pak
-
5 Maret 2022
Terima kasih tanggapannya, Pak
BARNABAS668 tulis:
sangat setuju pak
-
5 Maret 2022
Setuju pak
-
5 Maret 2022
Terima kasih atas responnya
SHIANSUH966 tulis:
Setuju pak
-
5 Maret 2022
Kalau aku kurang setuju dengan pernyataan tn. Friedrich Nietzsche
Isu komunikasi lantjar djaya binti/bin koneksi 4GLTE( baca : akses cepat tersambung ) bukan yang terpenting
Karena komitmen & sikap menjaga, mempertahankan serta memelihara secara berkesinambungan keintiman( bukan melulu identik dengan nafsu / kebutuhan biologis ) adalah kunci kelanggengan hingga maut memisahkan keduanya.
-
5 Maret 2022
Aku setuju sih, dimulai dari persahabatan, lama-lama menjadi sahabat sejati selama nya, justru menurut ku akan menjadi lebih rukun dan harmonis sampai menua bersama..
XAVE672 tulis:
Maaf topik yang saya ajukan mungkin dianggap agak berat.
Saya memiliki pertanyaan lama tentang perkawinan.
....Juga apakah Anda setuju terhadap pernyataan Nietzsche yang dikutip terakhir ini?
Terima kasih
5 Maret 2022 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
5 Maret 2022
Setuju untuk diawali dng persahabatan lanjut pernikahan 😉 klu sdh bersahabat komunikasi luancar 👏
5 Maret 2022 diubah oleh INNE351
-
5 Maret 2022
Ada yang lebih penting ya daripada "komunikasi lantjar djaya binti/bin koneksi 4 GLTE" (he he he he).
Terima kasih atas pandangannya
VEKA741 tulis:
Kalau aku kurang setuju dengan pernyataan tn. Friedrich Nietzsche
Isu komunikasi lantjar djaya binti/bin koneksi 4GLTE( baca : akses cepat tersambung ) bukan yang terpenting
Karena komitmen & sikap menjaga, mempertahankan serta memelihara secara berkesinambungan keintiman( bukan melulu identik dengan nafsu / kebutuhan biologis ) adalah kunci kelanggengan hingga maut memisahkan keduanya.
-
5 Maret 2022
Persahabatan adalah awal ke jenjang perkawinan ya.
Terima kasih atas peneguhannya
INNE351 tulis:
Setuju untuk diawali dng persahabatan lanjut pernikahan 😉 klu sdh bersahabat komunikasi luancar 👏
-
5 Maret 2022
Iya ya, bukankah yang disasar dalam perkawinan itu: "menjadi lebih rukun dan harmonis sampai menua bersama"? Berarti supaya bisa demikian pasutri harus bisa jadi "sahabat sejati" ya.
Terima kasih sudah berbagi wawasan.
ROSE184 tulis:
Aku setuju sih, dimulai dari persahabatan, lama-lama menjadi sahabat sejati selama nya, justru menurut ku akan menjadi lebih rukun dan harmonis sampai menua bersama..
-
5 Maret 2022
Hampir bgtu dlu. Dr kenalan temenan sahabatan smpe serius dan pd ahirnya bubar jalan. Otaheee.. 😔🤣
A.n.w ada benarnya jg pnyataan bapak diatas.
-
5 Maret 2022
"A.n.w ada benarnya jg pnyataan bapak diatas" --> Kalau "ada benarnya," berarti ada juga tidak benarnya ya
"Dr kenalan temenan sahabatan smpe serius dan pd ahirnya bubar jalan" --> Iya ya, rupanya tidak selalu "sahabatan" yang dilanjutkan degan perkawinan itu langgeng.
Terima kasih sudah berbagi pengalaman dan memberi tanggapan.
LADYQUEEN308 tulis:
Hampir bgtu dlu. Dr kenalan temenan sahabatan smpe serius dan pd ahirnya bubar jalan. Otaheee.. 😔🤣
A.n.w ada benarnya jg pnyataan bapak diatas.
-
5 Maret 2022
Sm sm bang. Horas ! 🤣
XAVE672 tulis:
"A.n.w ada benarnya jg pnyataan bapak diatas" --> Kalau "ada benarnya," berarti ada juga tidak benarnya ya
"Dr kenalan temenan sahabatan smpe serius dan pd ahirnya bubar jalan" --> Iya ya, rupanya tidak selalu "sahabatan" yang dilanjutkan degan perkawinan itu langgeng.
Terima kasih sudah berbagi pengalaman dan memberi tanggapan.
-
5 Maret 2022
Pertama berkenalan dan menjadi teman .
Apa sebabnya seorang laki laki menikah dengan perempuan yang di cintainya ??
Karena Karakternya ? atau Keuangannya ??
Menurut saya sih yang penting bisa diajak ngobrol ngalor ngidul bisa berpergian berdua main gila berdua having fun berdua karena hubungannya sudah lebih dari hanya teman.
Tidak ada rasa Curiga dan percaya satu dengan yang lain. Mau berbagi dan mau dalam suka dan duka bersama. Permasalahan di Pikul bersama dan mencari jalan keluar bersama.
XAVE672 tulis:
Maaf topik yang saya ajukan mungkin dianggap agak berat.
....Juga apakah Anda setuju terhadap pernyataan Nietzsche yang dikutip terakhir ini?
Terima kasih
5 Maret 2022 diubah oleh JODOHKRISTEN
-
5 Maret 2022
Menurut saya bisa saja tp g mutlak jd prasyarat:
1. krn yg bersahabat sekalipun g mungkin tanpa ada berantem nya, nyatuin 2 kepala itu susah2 gampang, ga mungkin bisa nyambung tiap hari.
2. Bnyak liat jg sh yg g nyambung2 amat klo ngobrol tp emang udh fall in love duluan, dmn kehadiran satu sama lain tanpa bnyak kata jg udh dirasa cukup.
3. Terkadang yg sahabatan aja susah naik level jd pacaran krn g ada chemistry & akhirnya berakhir di friendzone, walau klo komunikasi sehari2 sangat nyambung sekalipun.
Jd kalo mnrt saya lebih penting chemistry drpd sekedar 'nyambung' dan 'klop' utk ngobrol, tp emang benar bisa jd nilai plus buat suatu hubungan agar lebih langgeng... (Just my two cents) ✌️😉
XAVE672 tulis:
......
Apakah Anda setuju terhadap pernyataan bahwa kemampuan bercakap-cakap dengan menyenangkan dengan seseorang sampai tua merupakan suatu kemampuan dasar bagi orang yang menikah?
Saya juga bertanya-tanya apakah tuntutan adanya kemampuan untuk terlibat dalam percakapan yang menyenangkan terus menerus itu menunjukkan perkawinan itu secara dasariah merupakan suatu persahabatan. Suami isteri itu seperti sepasang sahabat yang mana isi persahabatan itu didominasi oleh omong-omong yang "nyambung" dan "klop" setiap hari.
.....
Terima kasih
-
5 Maret 2022
"Menurut saya sih yang penting bisa diajak ngobrol ngalor ngidul bisa berpergian berdua main gila berdua having fun berdua karena hubungannya sudah lebih dari hanya teman. Tidak ada rasa Curiga dan percaya satu dengan yang lain. Mau berbagi dan mau dalam suka dan duka bersama. Permasalahan di Pikul bersama dan mencari jalan keluar bersama" --> Kalau menemukan orang yang bisa seperti itu mungkin seperti yang dikatakan F. Nietzsche ya: menemukan sahabat dalam perkawinan untuk bercakap-cakap yang membahagiakan sampai tua.
Terima kasih sudah berbagi "insight"
BENNY964 tulis:
Pertama berkenalan dan menjadi teman .
Apa sebabnya seorang laki laki menikah dengan perempuan yang di cintainya ??
Karena Karakternya ? atau Keuangannya ??
Menurut saya sih yang penting bisa diajak ngobrol ngalor ngidul bisa berpergian berdua main gila berdua having fun berdua karena hubungannya sudah lebih dari hanya teman.
Tidak ada rasa Curiga dan percaya satu dengan yang lain. Mau berbagi dan mau dalam suka dan duka bersama. Permasalahan di Pikul bersama dan mencari jalan keluar bersama.
5 Maret 2022 diubah oleh XAVE672
-
5 Maret 2022
Jadi bisa sama-sama enak ngobrol itu "nilai plus" ya, tetapi tidak tidak mutlak. Realitas relasi memang agak kompleks.
Terima kasih sudah menghubungkan pandangan Nietzsche dengan realitas.
VINA735 tulis:
Menurut saya bisa saja tp g mutlak jd prasyarat:
1. krn yg bersahabat sekalipun g mungkin tanpa ada berantem nya, nyatuin 2 kepala itu susah2 gampang, ga mungkin bisa nyambung tiap hari.
2. Bnyak liat jg sh yg g nyambung2 amat klo ngobrol tp emang udh fall in love duluan, dmn kehadiran satu sama lain tanpa bnyak kata jg udh dirasa cukup.
3. Terkadang yg sahabatan aja susah naik level jd pacaran krn g ada chemistry & akhirnya berakhir di friendzone, walau klo komunikasi sehari2 sangat nyambung sekalipun.
Jd kalo mnrt saya lebih penting chemistry drpd sekedar 'nyambung' dan 'klop' utk ngobrol, tp emang benar bisa jd nilai plus buat suatu hubungan agar lebih langgeng... (Just my two cents) ✌️😉
5 Maret 2022 diubah oleh XAVE672
-
5 Maret 2022
XAVE672 tulis:
Apakah Anda setuju terhadap pernyataan bahwa kemampuan bercakap-cakap dengan menyenangkan dengan seseorang sampai tua merupakan suatu kemampuan dasar bagi orang yang menikah?
Saya juga bertanya-tanya apakah tuntutan adanya kemampuan untuk terlibat dalam percakapan yang menyenangkan terus menerus itu menunjukkan perkawinan itu secara dasariah merupakan suatu persahabatan. Suami isteri itu seperti sepasang sahabat yang mana isi persahabatan itu didominasi oleh omong-omong yang "nyambung" dan "klop" setiap hari.
Sebab Nietzsche juga menyatakan ini: "It is not a lack of love, but a lack of friendship that makes unhappy marriages."
Juga apakah Anda setuju terhadap pernyataan Nietzsche yang dikutip terakhir ini?
Terima kasih
In general, sangat setuju dengan teori Nietzsche, karena IMO, cinta seberapapun menggebu2nya di awal pernikahan, pada akhirnya akan "melandai" dan cenderung menjadi "rutinitas" sejalan dengan waktu, apalagi setelah anak(2) udh muncul.
Dan pada saat cinta "ter reduksi" menjadi rutinitas,kemampuan pasangan untuk berdialog dengan sehat, bercanda dan ngobrol yang klop ( no matter how random the topics might be) dan nyambung most of the time akan menjadi " penyelamat" untuk pernikahan itu sendiri, just IMO
At the moment, I already promise myself, cuma mau nikah (lagi) dengan wanita yg with whom I could talk randomly for hours and bisa sering ketawa ngakak bareng
5 Maret 2022 diubah oleh VINCENT012
-
5 Maret 2022
VINA735 tulis:
3. Terkadang yg sahabatan aja susah naik level jd pacaran krn g ada chemistry & akhirnya berakhir di friendzone, walau klo komunikasi sehari2 sangat nyambung sekalipun.
Jd kalo mnrt saya lebih penting chemistry drpd sekedar 'nyambung' dan 'klop' utk ngobrol, tp emang benar bisa jd nilai plus buat suatu hubungan agar lebih langgeng... (Just my two cents) ✌️😉
Sangat2 setuju dengan ini.
Im the kinda of guy yg susah buat witing tresno jalaran suko kulino (cinta tumbuh pelan2 sejalan dengan seringnya interaksi).
For me, chemistry is either there already from the beginning...or it will never be there
And IMO, kl ada kemistri, otomatis obrolan jg pasti nyambung and mengalir, tapi obrolan yang nyambung dan mengalir gak selalu menjamin kemistri ada disana
5 Maret 2022 diubah oleh VINCENT012
-
5 Maret 2022
Tampaknya pengalaman Bapak juga mengafirmasi pandangan Nietzche itu ya sampai-sampai Bapak membagikan apa yang menjadi (katakanlah) niat Bapak: "At the moment, I already promise myself, cuma mau nikah (lagi) dengan wanita yg with whom I could talk randomly for hours and bisa sering ketawa ngakak bareng." -- Kayaknya pendapat Friedrich Nietzsche ini jadi tampak makin kuat kebenarannya setelah membaca sharing Bapak.
Terima kasih Pak atas tanggapannya yang makin mencerahkan.
VINCENT012 tulis:
In general, sangat setuju dengan teori Nietzsche, karena IMO, cinta seberapapun menggebu2nya di awal pernikahan, pada akhirnya akan "melandai" dan cenderung menjadi "rutinitas" sejalan dengan waktu, apalagi setelah anak(2) udh muncul.
Dan pada saat cinta "ter reduksi" menjadi rutinitas,kemampuan pasangan untuk berdialog dengan sehat, bercanda dan ngobrol yang klop ( no matter how random the topics might be) dan nyambung most of the time akan menjadi " penyelamat" untuk pernikahan itu sendiri, just IMO
At the moment, I already promise myself, cuma mau nikah (lagi) dengan wanita yg with whom I could talk randomly for hours and bisa sering ketawa ngakak bareng
5 Maret 2022 diubah oleh XAVE672
-
5 Maret 2022
XAVE672 tulis:
Apakah Perkawinan itu Pertama-tama Suatu Persahabatan?
Pastinya iya. Walaupun di jodohkan tanpa mengenal di pernikahan, pasti memulai dengan perkenalan dulu. Bagusnya lagi benar2 nyata menjadi sahabat seumur hidup bukan hanya sbg suami istri saja:
-
5 Maret 2022
Yg tdk kala penting bukan hanya komunikasi secara lisan yg seirama tpi bagaimana tindakannya juga selaras dan bahasa tubuhnya ngena dihati.
-
5 Maret 2022
"Bagusnya lagi benar2 nyata menjadi sahabat seumur hidup bukan hanya sbg suami istri saja" -- Membaca pernyataan ini saya jadi bertanya lagi: Apakah ini berarti menjadi suami isteri belum tentu menjadi sahabat ya? Apakah tidak semua pasutri adalah sepasang sahabat ya?
Terima kasih atas jawabannya ya.
TILLIE769 tulis:
Pastinya iya. Walaupun di jodohkan tanpa mengenal di pernikahan, pasti memulai dengan perkenalan dulu. Bagusnya lagi benar2 nyata menjadi sahabat seumur hidup bukan hanya sbg suami istri saja:
-
5 Maret 2022
XAVE672 tulis:
"Bagusnya lagi benar2 nyata menjadi sahabat seumur hidup bukan hanya sbg suami istri saja" -- Membaca pernyataan ini saya jadi bertanya lagi: Apakah ini berarti menjadi suami isteri belum tentu menjadi sahabat ya? Apakah tidak semua pasutri adalah sepasang sahabat ya?
Terima kasih atas jawabannya ya.
Kembali ke karakter dan komitmen pasutri tersebut.
Ada yg jadi rival tetap pegang komitmen sbg pasutri, maka kehidupannya terangkat menjadi lbh baik berdua.
Ada yg jadi rival lupa komitmen pasutri, malah bisa berantem dll.