Perbedaan itu nyata

mengapa perbedaan usia, status ekonomi dan latar belakang keluarga selalu menjadi faktor utama mendapatkan pasangan padahal yang akan menjalani kehidupan rumah tangga baru kan pasangan itu sendiri.

Itulah etnik unik dari masyarakat Indonesia selalu berhasrat peduli dengan hidup orang lain namun dalam porsi yang berlebihan berakibat mengurusi cara hidup orang lain ketimbang diri sendiri

& parah serta faktanya kita seakan terbiasa dengan hal "lebih"an tersebut malah cenderung ikut kritik dilontarkan yang belum tentu membangun untuk cara hidup lebih baik lagi.

Karena usia, status ekonomi & latar belakang adlh dasar mncari pasangan, terlebih latar belakang ( kesampingkan suku, ras & budaya karena itu beda cerita lagi )

Kl yg mempermasalahkan adlh keluarga sendiri terlebih ayah / ibu, percayalah itu adalah hasil dari pengalaman terbaik mereka agar anak mndpat yg terbaik

Kl yg mempermasalahkan adlh lingkungan sekitar, kebanyakan mreka tdk ingin org itu maju, meremehkan, lebih vibes negatif

Yg lbih pnting adlh filter diri utk menangkap setiap omongan org termasuk omngn ayah / ibu dan pola pikir yg cenderung positif / negatif menanggapinya, hati yg legowo, sabar, dan mau menerima.

Kl sebuah pola pikir sdh menjadi prinsip hidup harus terima resiko atas pilihan.

Krn IMHO Faktor2 tsb lah yg banyak menentukan tingkat resiko pernikahan nanti bakal berhasil atau gagal. Makanya penting "bibit, bebet, bobot" kata pepatah orang tua zaman dulu. Kalo mau nikah modal nekat doang, ya monggo, tp resiko ditanggung penumpang...

EMILIYA493 tulis:

mengapa perbedaan usia, status ekonomi dan latar belakang keluarga selalu menjadi faktor utama mendapatkan pasangan padahal yang akan menjalani kehidupan rumah tangga baru kan pasangan itu sendiri.