Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Pernikahan = Menciptakan masyarakat baru milik Allah

ForumGaya hidup Kristen

1 – 3 dari 3Kirim tanggapan

  • AGUS350

    5 Oktober 2015

    Beberapa waktu yang lalu saya menemukan sebuah artikel di internet tentang pernikahan. Tulisan dibawah adalah konten dari artikel tersebut. Saya percaya bahwa para pembaca sudah ada yang pernah membaca tulisan dibawah ini.

    Tujuan Pernikahan
    Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan seperti yang diangan-angankan banyak muda-mudi sebelum menikah, melainkan pertumbuhan. Kebahagiaan itu justru ditemukan di tengah-tengah perjalanan (proses) pernikahan yang dilandasi cinta kasih Kristus. Kalau tujuan kita menikah adalah bahagia, maka pasangan kita akan kita peralat demi mencapai kebahagiaan itu.[6] Itu sebabnya, orang yang menikah dengan tujuan bahagia justru menjadi yang paling tidak bahagia dalam pernikahannya. Bahkan, tujuan ini banyak mengakibatkan perceraian, dengan alasan ia tidak merasa bahagia dengan pasangannya.

    Heuken [7] menyebutkan beberapa tujuan lain yang tidak kuat sebagai landasan untuk menikah. Pertama, demi keperluan psikologis, yakni supaya merasa tidak sendirian atau kesepian. Kedua, demi kebutuhan biologis, yakni agar dapat memuaskan nafsu seks secara wajar. Ketiga, demi rasa aman, yakni supaya memunyai status sosial dan dihargai masyarakat. Keempat, agar memunyai anak. Ini semua bukan merupakan alasan atau tujuan yang kuat mengapa seseorang menikah.

    Dalam berumah tangga, kita akan mengalami begitu banyak keadaan dan situasi yang tidak diharapkan. Misalnya, pasangan Anda gagal dalam pekerjaan. Pasangan Anda menyeleweng. Pasangan Anda sakit atau cacat. Kondisi itu pasti tidak menyenangkan. Tetapi kalau Tuhan mengizinkan hal-hal tersebut terjadi, kita perlu belajar dari hal-hal tersebut. Lewat situasi dan keadaan itulah cinta kita diuji, apakah kita tetap berpegang teguh pada janji pernikahan kita dan setia kepada pasangan kita sampai kematian memisahkan. Untuk itu, mari kita pahami tujuan pernikahan Kristen yang akan menguatkan tiang pernikahan kita.


    1. Pertumbuhan
    Pertumbuhan yang diharapkan adalah agar suami istri dapat melayani Allah dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Agar pernikahan itu bertumbuh, maka ada dua syarat yang harus dimiliki setiap pasangan.

    • Masing-masing sudah menerima pengampunan Kristus, sehingga mampu saling mengampuni selama berada dalam rumah tangga, yang masing-masing penghuninya bukanlah orang yang sempurna. Usaha diri sendiri pasti akan gagal.
    • Kemampuan beradaptasi, artinya masing-masing tidak memaksa atau menuntut pasangannya, sebaliknya mampu saling memahami dan memberi. Masing-masing menjalankan peran dengan baik, serta mampu menerima kelemahan dan kekurangan pasangannya.

    2. Menciptakan Masyarakat Baru Milik Allah

    John Stott mengatakan bahwa pernikahan dibentuk Allah dengan tujuan untuk menciptakan satu masyarakat baru milik Allah ("God's new society") -- satu masyarakat tebusan yang dapat menjadi berkat dan membawa kesejahteraan bagi sesamanya.[8] Wadah yang Allah pilih sebagai sarana menyejahterakan manusia tebusan-Nya di dunia ini adalah keluarga. Rencana ini telah Allah tetapkan jauh sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Untuk itu, Allah pertama-tama memilih keluarga Abraham, Ishak, Yakub, dan seterusnya sampai akhirnya dalam keluarga Yusuf dan Maria yang melahirkan Yesus. Demikianlah sampai hari ini, rencana Tuhan bagi setiap pasangan Kristen adalah agar pasangan itu menghasilkan anak-anak perjanjian (anak-anak Tuhan) yang memunyai tanggung jawab untuk merawat dan mengurus bumi ciptaan-Nya ini.[9] (Kejadian 1:26,28)

    Di samping itu, melalui setiap keluarga, Allah menghendaki agar setiap suami istri melahirkan keturunan ilahi (anak-anak tebusan Kristus. Baca Maleakhi 2:14-15).[10] Karena itu, berdasarkan prinsip di atas, saya berkeyakinan bahwa setiap anak dalam pernikahan kami adalah anak-anak (karunia/titipan) Tuhan. Mereka bukan baru menjadi anak-anak Tuhan saat mereka dibaptis atau sesudah besar, tetapi sejak dalam kandungan mereka adalah benih ilahi yang Allah percayakan kepada keluarga kami.

    Keyakinan ini sangat memengaruhi sikap kita dalam menghargai dan mendidik anak-anak. Juga akan membuat kita memprioritaskan keluarga dengan benar. Tujuan kita adalah mendidik mereka agar menjadi anak-anak Tuhan yang tidak hanya menaati bapak dan ibu mereka secara daging, tetapi juga taat kepada Bapa di surga. Kita juga sungguh-sungguh berusaha membangun kehidupan anak-anak kita, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Tetapi jika Tuhan mengizinkan keluarga kita tanpa seorang anak, rencana Tuhan pun tetap sama indahnya. Dia mempunyai rencana tersendiri bagi keluarga yang tidak dikaruniai anak. Keluarga yang demikian perlu bergumul, mencari tahu apa yang dapat diperbuat untuk menyenangkan hati Tuhan, meski belum ada buah hati. Jika ingin mengadopsi anak, sebaiknya berkonsultasi terlebih dulu dengan konselor.

    Anak merupakan upah atau berkat Tuhan bagi keluarga yang dikenan-Nya untuk menerima berkat itu. Tidak memiliki anak bukan berarti dikutuk atau tidak mendapat berkat Allah. Suami istri yang tidak memiliki anak pun, tetap merupakan keluarga yang di dalamnya Allah memiliki rencana tersendiri.

    • •[1] Balswick & Balswick. "The Family: A Christian Perspectiveon the Contemporary Home." Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1991, p.23.
    • [2] Sproul, R.C., "Discovering the Intimate Marriage." Minnesota: Bethany Fellowship, Inc., 1975, p. 113-114.
    • [3] Stott, John. "Isu-Isu Global: Menantang Kepemimpinan Kristiani." Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1984, hal. 368.
    • [4] Scheunemann, D., "Romantika Kehidupan Suami-Istri." Malang: YPPII, 1984.
    • [5] Charter, Myron. "Parenting: A Theological Model", Journal Psychology and Theology. Vol.6, No.1 (1977), p.54.
    • [6] Heuken, "Persiapan Perkawinan." Hal. 24-25.
    • [7] Heuken, "Persiapan Perkawinan." (Yogjakarta: Kanisius), hal. 18-19.
    • [8] Stott, John. "Isu-Isu Global: Menantang Kepemimpinan Kristiani." Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1984.
    • [9] Yakub, Susabda. "Pastoral Konseling" - jilid 2. (Malang: Gandum Mas)
    • [10] Bukan berarti tanpa anak, keluarga tidak lengkap. Pernikahan yang dimaksud di sini adalah suami dan istri.

    Diambil dan disunting dari:
    Judul buku : Surat Izin Menikah: Bimbingan Memilih Teman Hidup dan Memperkaya Pernikahan
    Judul bab : Tujuan dan Hakikat Pernikahan Kristiani
    Penulis : Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha
    Penerbit : Layanan Konseling Keluarga dan Karier (LK3), Jakarta 2008
    Halaman : 39 -- 48
    Published in e-Konsel, 2 Oktober 2012, Volume 2012, No. 313

    Sumber: sabda.org

    5 Oktober 2015 diubah oleh AGUS350

  • HENDRA249

    5 Oktober 2015

    Sebenarnya Bukan Masyarakat Ya tapi Tepatnya Keluarga Baru Milik Allah.

  • MARIA106

    8 Oktober 2015

    Setuju bgt

1 – 3 dari 3Kirim tanggapan